Minggu, 30 Desember 2007

Selamat Dogiyai,Welcome Penderitaan

Emanuel paulus G Goo
"welcome Dogiyai". Begitulah bunyi berita utama yang dilansir media ini kemarin pagi . Semua masyarakat yang mendukung dan juga selama ini turut berjuang bernapas lega , sebab v selama ini menjadi dambaan dan harapan dalam waktu dekat ini akan terwujud . nbmun pada kelompok yang kontra dengan pemekaran dogiyai ini akan mengelus dada dan akan mengalah .
Sejak rencana pengesahan di lansir beberapa hari lalu , di mana dua tiga orang berkumpul atas nama orang dogiyai, maka yang pasti tema pembicaraan mereka adalah soal kabuapten dogiyai sebagai kabupaten baru. Tema seperti ini berserakan di semua tempat, di kebun , di gang kampung, di kuburan, diwarung bahkan pada acacara duka sekalipun. Maklum, hari-hari ini merupakan hari paling indah dan paling bersejarah dan mungkin paling romantis buat orang dogiyai , terutama setelah pemerintah melalui DPR RImemberikan kedaulatan sekaligus kekuatan yuridis kepada dogiyai untuk mengurusi dan mengatur sendiri daerahnya. Karena itu angka o6/12/07 atau angka 06 (tanggal) per 12 (bulan desember ) per 07 (tahun) merupakan angka keramat yang ditulis dalam album sejarah bangsa dan lebih terang lagi ditulis dalam album sejarah Kabupaten dogiyai .

Karena itu, paitua Gagabi dan maituanya Duaida Maga yang biasanya duduk santai di halaman kampung ugapuga pada setiap menjelang senja sambil menonton anak-anak mereka yang berlari kecil melintas gang kampung, menerobos sepi, ia menorehkan jarinya di tanah menghitung harga kopi,babi dan kacang , kini asyik menorehkan jarinya menghitung siapa menjadi apa (siapa menjadi bupati, siapa menjadi wakil bupati, siapa menjadi kepala dinas anu, siapa menjadi kepala dinas, ano, siapa menjadi kepala dinas ane), sampai-sampai jari telunjuknya telanjur masuk ke lubang celana Gagabi tetangganya yang juga asyik mengikuti pergerakan jari maitua Duaida maga
Nah, jika eforia dan prosesi mencintai tanah air orang dogiayai didorong oleh ambisi siapa menjadi apa, bukan siapa melakukan apa, untuk siapa, maka deklarasi Selamat Datang dogiyai dengan selamat datang kesedihan. Sebab, dogiyai hanya sebuah panggung pertarungan para pendamba jabatan dan para perindu kekuasaan. Dan biasanya pertarungan seperti itu selalu membangkrutkan rakyat, baik secara ekonomis maupun secara psikologis. Dengan kata lain, kalau kasus pemekaran dogiayai dan daerah otonom baru lainnya tak ada yang tipikal, tak ada sesuatu yang distingtif dengan pemekaran kabupaten di daerah lain, maka pengalaman pembangunan, pengalaman korupsi dan pengalaman penderitaan rakyat kurang lebih sama. Dengan demikian,dogiyai hanya dataran baru untuk mengkavling jabatan buat kalangan atas dan terjadi pemerataan kemelaratan di kalangan bawah. Jika itu yang terjadi, apa perlunya pemekaran? Bukankah pemekaran itu sekadar mengutip istilah orang seberang hanya membuat rakyat menderita berlipat ganda.
Kita bisa bayangkan, jauh sebelum dikukuhkan sebagai kabupaten, persiapan perpecahan sosial meleleh di mana-mana, proses segmentasi masyarakat kian merona di mana-mana, dan rivalitas suku mulai bersemi di mana-mana, mengerutkan hubungan berdasarkan afiliasi tokoh tertentu yang dianggap representatif untuk menjadi siapa di Dogiyai . Istilah aki ibo ani ibo (kamu adalah kamu) atau dalam kategori sosilogis outgroup dan ingroup berserakan pada setiap kampung. Kini orang di dogiyai tidak lagi sekadar menikmati kopi pahit dan ubi bakar membunuh keletihan di senja hari, tetapi menikmati pahitnya perpecahan karena perangai politik yang lebih bersifat praharadan seakan berusaha membubarkan kesunyian humanistik dan lingkungan parokial pedesaan.
Dalam mitologi orang dogiyai , gaya politik yang mementingkan jabatan dan kekuasaan dapat diparalelkan perilaku politik yang bermental kejar jabatan terkenal karena badannya bagai raksasa tambun, berbulu , legam sekujur tubuh dan bermukim di lembah, perbukitan untuk mengintai ke seluruh mata angin, dan kemudian memangsai semua makhluk, rakus dan selalu berkata bangkus, yang berarti "berikan semua itu kepadaku". Aransemen politik aweta ko enatanitada adalah mental cargo keinginan untuk mendatangkan barang yang berlimpah.
Jika pemimpin berperilaku bermental cargo, maka tidaklah cukup sayur-sayuran , kacang tanah, kentang dan kopi orang lembah kamu , mapia untuk menghidupinya. Dan jadilah dogiyai sebagai sumber eksploitasi dan keadaannya semakin memperlihatkan terlalu miskin hingga menggapai tongkat kayu untuk membantu membangunkannya dari kemiskinan sangat sulit. Jika demikian, tidak ada kegembiraan, tak ada bulan merona atas datangnya Kabupaten dogiyai , selain pemerataan kemiskinan, pemerataan perpecahan, pemerataan jabatan. Inilah pasir-pasir yang membangun tugu kesedihan atas nama kabupaten dogiyai itu.
Ia (dogiayi ) mungkin saja tampil memelas karena paduan keindahan alaminya dan ukiran rakyat pada kulit bumi. Meski terkadang keindahan justeru menghadirkan kesedihan. Matahari petang menggoreskan warna kuning di ubun gunung-gemunung, aroma bunga kopi yang membuka labirin kehidupan petani, petak-petak kebun yang menempel pada dinding tebing bagai lukisan realistik tentang koneksi kosmos dengan dunia sini. Terkadang ada orang di ujung kebun membajak dengan berkali-kali memutar , ada juga burung terbang menjemput senja, sekaligus menutup album lukisan di hari itu. Dan sebentar lagi bulan setengah bulat mengintip dari pepohonan cengkeh seolah memperlihatkan mujizat alam yang makmur. Tetapi semua tidak cukup buat para penjabat bupati dan jajarannya yang selalu berkata bangkus (berikan semua itu kepadaku). Tetapi, dogiyai harus bangkit merenda hari depan dengan kekuatan kesadaran historis yang begitu lama diposisikan sebagai inverior, lantas meratapi nasib di balik tembok politik yang dibangun nabire . Saatnya dogiyai mengolah ratapan menjadi ambisi sehingga dapat mengubah keadaan dan keadaan harus diubah.
* Penulis adalah koresponden suara perepuan papua

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda