Waspada Pelacuran WTS Jelang Pilkada Nabire
Hari –hari belakangan jelang pilkada ini mulai bermunculan WTS ( Wartawan Tanpa Surat Kabar ) atau Wartawan Muntaber dengan mengatasnamakan sebuah media yang tersohor kekritisannya di Indonesia bahkan di dunia Internasional . WTS kini mulai bermunculan bak jamur dimusim dengan berbekal fasilitas peliputan yang lengkap dengan berlagak meliput sebuah kegiatan seceremonial maupun melakukan sebuah investigasi kasus . Lalu data base untuk mendapat informasi keberadaan seorang wartawan pun sulit didapat apakah di bagian Humas atau PWI maupun Aji di Nabire . Keberadaan para jurnalis berplan plin posisi kewartawanan sebab orang dapat melakukan penyamaran demi sebuah misi,kepentingan dan lainya . Disini posisi PWI,Aji dan Bagian Humas Setda Nabire patut dipertanyakan bagaimana mendata keberadaan dan sepak terjang wartawan yang selama ini , sebab sebagian orang melalakukan ,pemerkosaan, ke,mulia,an pekerjaan para kuli tinta ini . Pada beberapa waktu di kediaman Bupati jl. Pepera waktu itu sempat menguak sebuah kasus kemunculan WTS, wartawan Muntaber ( Muncul Tanpa Berita ) , Wartawan Bodrex , WNN ( Wartawan Cuma Ngonol-ngonol ) dan lainya . Disini kemuliaan wartawan tercoreng , pelecehan , pemerkosaan bersanding disana . Lalu siapa yang patut dipersalahkan ? Bagaimana pemulihan nama kewartawanan yang dicorengkan oleh oknum WTS ?Bagaimana Peran Humas , AJI, dan PWI untuk mencegah WTS yang kini mulai bermuculan? Siapa yang bertanggung jawab?. Demikian dikatakan oleh Emanuel goo koresponden Suara Perempuan Papua Wilayah Nabire kepada sejumlah wartawan kemarin( 29/04) di Kafe Primari Nabire .
Dalam jumpa yang dihadiri Sejumlah Wartawan masing-masning Jhon Kegakoto wartawan Cepos, Frans Bida Bobi pemimpin Redaksi Nurani Rakyat Papua, Jhon Krist Pakage Wartawan Tabloid Suara Perempuan Papua Timika , Markus You dan Frans Tekege Wartawan Papua Pos Nabire, Frans Magay Pemerhati dunia pers tersebut Emanuel goo mengatakan Dalam mencari popularitas kewartawanan, WTS pura –pura meliput saat orang melakukan aksi demo, jumpa pers , atau investigasi kasus .Dengan harapan dirinya dilihat, mendapat Perhatian dari publick dari sebuah peliputan kasus penyimpangan atau sebuah kegiatan ceremonial . Dengan berpenampilan keren, menggantung kartu pers di dada ,menenteng kamera pura-pura memotret sebuah peristiwa demi meyakinkan orang banyak bahwa dirinya wartawan . Padahal tidak tahu kemana larinya hasil liputan berita . Hal itu banyak terjadi selama ini di daerah Nabire .
Emanuel menyebutkan sejumlah kasus yang mengatasnamakan wartawan selama ini bahwa tahun 2007 lalu sempat menemui seorang yang mengaku wartawan majalah Bahana . Sebuah majalah Kristen di Jakarta . Dia menyodorkan kartu pers termasuk tas bordir majalah tersebut ditunjukan pada saya . Selang beberapa hari saya berusaha kontak redaksi Bahana di Jakarta via email mereka mengaku kami tidak memiliki koresponden di daerah Nabire . Ternyata WTS yang berkeliaran menjajahkan dirinya dilokasisasi WTS . Kemudian waktu yang hamper bersamaan seorang yang mengaku mengaku wartawan sebuah tabloid di jakarta . Namun ketika saya menanyakan tabloidnya ,nama oknum wartawan tersebut tidak tercantum namanya dalam box redaksi . Maka mulai saat itu,,kecurigaan akan WTS terlintas , yang kemudian muncul keraguan dengan oknum WTS yang sedang menjajahkan diri sebagai wartawan . Lalu berselang beberapa bulan dia mulai mengaku wartawan KBR Jakarta . Padahal tra pernah meliput berita . Nah disini muncul Wartawan Muntamber ( Muncul Tanpa Berita ) . lantas pada serial lain dalam waktu yang berbeda , dengan gaya necis dan norak , seorang perempuan dengan berbekal kamera Handycame memotret acara kampanye Guberbur pada 2006 lalu . Nyaris semua kegiatan ceremonial, aksi demontarasi selalu dirinya muncul dengan berbekal handicame dan kartu pers . Lalu usai memotret sempat bertanya pada saya “ sobat ada biaya liputankah ? dimana kita mendaftar untuk biaya liputan . “ Saya tidak tahu” kataku singkat .
Lain dengan permainan Bagian Humas dan Infokom setda Nabire yang Selama ini kurang bahkan tidak pernah terbuka bagi semua wartawan media di Nabire . Ini satu kesalahan humas yang dilakukan yang konon Humas sebagai corong pemerintah dimainkan selama ini . Lalu Staf humas dijadikan sebagai Wartawan padahal PNS yang harusnya mengkoordinir wartawan untuk meliput suatu kegiatan . Lalu ketika staf Humas meliput sebuah kegiatan dikemanakan hasil liputan, harusnya dibuat press reallesse kepada semua media agar dipublikasikan . Sementara TVRI memplow.up atau mempublikasikan sudah tidak lagi mengudara atau menyiar kegiatan-kegiatan di daerah ini . Posisi Humas harusnya menjadi perantara antara pemerintah , masyarakat dan pers untuk mempublikasikanh hasil-hasil pembangunan . Selama ini para jurnalis sudah mengetahui akan hal itu tetapi karena disibukan dengan rutinitas sehingga mereka menyaksikan bagaimana humas memainkan peran kecorongan bagi masyarakat , pemerintah dan pers . Posisi penghubung patut dipertanyakan . Lalu bagaimana dengan data base para jurnalis di Nabire . Ketika kita bertanya berapa wartawan yang ada di nabire saat ini , Humas , Aji, dan PWI akan menjawab tidak tahu berapa jumlahnya . Posisi dan sistem kerja ketiga pihak yang berkompenten wartawan patut dipertanyakan , untuk menjaring, merangkul dan mendata keberadaan para kuli tinta ini . Kalau tidak sebuah kemoratin kita dalam mengakomodir kepentingan kerja para jurnalis , kata Emanuel kepada sejumlah wartarwan .
Lantas Kini kita telah memasuki detik-detik jelang pilkada kabupaten Nabire . Saat ini pula kini bermunculan sejumlah WTS (Wartawan Tanpa Surat Kabar) ,Wartawan Muntaber, Wartawan Bodrex, Wartawan CNN (Cuma ngonol-ngonol) , yang mengaku, mengangkat dirinya wartawan dari elektronik ini, media cetak itu . WTS telah, sedang dan akan bermunculan jelang pilkada demi mengejar kepentingan sesaat, sekedar mencari pemasangan iklan yang bunyinya jutaan rupiah kepada para kandidat . Sementara hasil liputan berita dikesampingkan . WTS ini patut dipertanyakan apakah sekedar mencari atau memancing dalam air keruh atau idealisme wartawan yang dikejar .Ada banyak WTS yang yang mengaku dari sejumlah media lokal maupun nasional telah berdatangan menyaksikan pesta pilkada pada akhir tahun ini.
Emanuel mengakui dirinya pernah mengalami kasus pilkada Paniai, ketika dirinya meliput pilkada kabupaten Paniai tahun lalu. Saat itu banyak wartawan yang hadir di paniai dalam rangka peliputan proses pemilihan pilkada Kabupaten Paniai . Namun puluhan wartawan yang meliput tidak jelas hasil akhir sebuah peliputan pilkada Paniai. Saat itu WTS-WTS ini muncul dengan sarana , fasilitas yang lengkap dan cangkih . Sementara masyarakat tidak pernah menikmati, membaca, menonton , menyimak hasil peliputan . Di penginapan Subur WTS-WTS bermukim sembari menawarkan tayangan , penyiaran langsung , publikasi dengan biaya yang sangat besar bunyi puluhan juta . Sementara hasil peliputan tidak akan dibaca,ditonton oleh masyarakat yang punya hak . Disini idealisme, harga diri , jati jurnalis digadaikan , dijualbelikan dengan sejumlah uang yang tiada nilainya dengan kemuliaan pers
Hal yang sama sedang dan akan dialami masyarakat Nabire terutama para kandidat Bupati dan Wakil Bupati . Kini di Nabire WTS dari sejumlah media telah,sedang dan akan berdatangan untuk melacurkan diri , mencoreng media ,para jurnalis yang profesional demi mencari kepentingan pribadi dan sesaat . Kondisi WTS dipaniai beberapa waktu lalu ini sedang, akan berlaku dan terjadi di Nabire . Tergantung masyarakat, lembaga berkompeten ( Humas, AJI , PWI) dan para kandidat dapat memilih media dan wartawan yang selama ini dikenal dan diakui keberadaan serta krediblitasnya . Kejelian rakyat, kandidat, Humas, Aji, serta PWI memilih media mana untuk mempublikasikan . Dalam kondisi pemilihan Kepala Daerah ini para WTS akan melacurkan,menjual diri, krediblitas profesi wartawan . Beberapa hari Belakangan ini saja ( wartawan?) dari beberapa media sudah ada di Nabire dan sedang sosialisasikan diri bahwa dirinya (wartawan?) maka patut dipertanyakan keberadaan WTS-WTS ini. Dengan mengaku wartawan media elektronik maupun media cetak . Maka Waspadalah atas nama WTS-WTS yang sudah ,sedang , akan melacurkan dalam proses pilkada 2008 ini. Namun yang lebih terpenting lembaga yang berkompeten terutama AJI,Humas dan PWI segera mendata semua Wartawan yang ada di Nabire .
Frans Bida Bobii pemimpin redaksi Tabloid Nurani Rakyat Papua Nabire menilai akan ada wartawan tanpa surat kabar, atau wartawan gadungan jika peranan Hubungan Masyarakat (Humas) pemerintah setempat lemah memainkan perannya. Ketika Humas dan wartawan di daerah tak harmonis, menjadi peluang yang baik bagi wartawan gadungan.Hal ini diungkapkan Frans Bobii dalam pertemuan wartawan dan wakil berbagai media cetak yang ada di tanah Papua, Selasa (29/4) di Nabire.
Menurut Frans Bobii, Humas sebagai corong pemerintah seharusnya menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat dan media massa yang ada di daerah, termasuk koresponden agar informasi pembangunan bisa disebar luaskan melalui sarana-sarana media. Untuk mendukung penyebaran informasi secara lebih luas melalui media massa, Humas seharusnya menjalin hubungan yang harmonis.
Ketua AJI ini menambahkan disamping itu, Humas juga diharapkan menghimpun wartawan yang ada, minimal punya data tentang jumlah wartawan yang ada bersama medianya agar ketika ada kegiatan oleh pemerintah daerah, bisa dikontrol.
Untuk menghindari masuknya wartawan gadungan di daerah ini, Bobii meminta agar setiap pejabat dan sumber berita agar menanyakan identitas dari wartawan yang bersangkutan. Dan jangan langsung terima tetapi sebaiknya konfirmasi ke kantornya untuk mengecek keabsahan surat atau kartu yang dipegang masing-masing wartawan.
Ketika ditanya berapa wartawan yang terdaftar di AJI Cabang Nabire, Bobii mengatakan hingga saat ini sudah terdaftar 15 orang. Kelima belas wartawan tersebut adalah mereka yang telah mengisi formulir dan menyerahkan foto.
Ia mengakui kelemahan Humas, PWI dan AJI untuk mengontrol setiap wartawan yang meliput di daerah ini, seperti yang dipersoalkan salah seorang wartawan melalui Papuapos, Senin (28/4).
Salah seorang tokoh pemuda di Nabire, Frans Magay menilai selama ini memang belum ada kerjasama antara Humas dengan insan pers di daerah ini. Karena belum terlihat adanya kerjasama yang nyata atau pelatihan yang dilaksanakan oleh Humas Pemda Nabire kepada wartawan yang bekerja di daerah ini. Sebab, insane pers inilah yang menyuarakan segala aspek pembangunan Kabupaten Nabire kepada publik.
Ia juga menyarankan agar Pemda melalui Bagian Humas agar mendata wartawan yang ada di daerah ini agar perhatian pemerintah hanya kepada satu dua orang tetapi merata untuk semua. Sebab, semua insan pers yang ada di daerah ini telah berjasa menyebarkan informasi pembangunan kepada masyarakat luas.
Menyinggung tentang klarifikasi berita tentang keberadaan seorang wartawan dari sebuah media elekttonik di Jakarta, beberapa wartawan dari media yang sama di Jayapura dan Timika yang dihubungi melalui telepon selularnya mengaku belum tahu.
Sementara Koordinator Jaringan Radio dan KBR 68H Jakarta di Papua. Radot Gurning melalui telepon mengatakan yang bersangkutan mengikuti pelatihan di Biak pada Februari 2007 dan aktif mengirim berita selama beberapa bulan. Namun setelah itu tidak mengirim berita lagi, dia baru mengirim berita reportase ke KBR 68H sejak awal April 2008 lalu sehingga yang bersangkutan sudah dilengkapi dengan surat tugas.
Bobii menilai, pada era reformasi ini, wajar jika ada yang merasa tersinggung karena kita harus memberitakan sesuatu juga dengan terbuka, Tak heran jika ada yang merasa tersinggung ketika membuka sesuatu kedok atau masalah secara terbuka kepada publik.
Label: Media
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda