Jumat, 04 April 2008

Siapa Makan siapa?

Kondisi Papua dulu dan Sekarang yang di Siarkan Oleh Radio Jerman
"Father forgive me," ujar seorang Papua dengan penampilan seorang Rapper kepada saya, sambil merapatkan kedua telapaknya di dahi seperti berdoa: "Father'forgive me!"Sabtu malam di Jayapura, Ibukota West -Papua. West-Papua adalah setengah pulau New Guinea milik Indonesia.Setelah matahari terbenam taman Gizi dipenuhi sesak manusia. Orang Papua sibuk dengan botol minuman keras, segenggam tangan penuh pinang seraya sesekali memandang toko-toko sekitarnya. Ini adalah sebuah Malam Minggu di kota Jayapura versi Papua .Pemilik dari toko-toko ini bukanlah orang Papua, melainkan pendatang dari Indonesia bagian barat, yang menemukan keberuntungannya di timur Indonesia ini. Para pemilik toko mengikuti dengan skepsis perkembangan daya beli masyarakat yang mencerminkan daya beli insidensial dibanding daya beli yang berkesinambungan."Father forgive me, can you help me?" Anak muda ini tetap berdiri di depan saya.Setelah 150 tahun misi kristen saya dapat mengerti , bahwa satu-satunya orang kulit putih di taman tersebut dianggap sebagai seorang Pendeta.Apa yang diampuni seorang Pendeta dan apa yang seharusnya ia tolong, dijelaskan seorang pemuda :" Sekarang Sabtu malam dan saya tidak memiliki uang untuk minum.".Beberapa hari sebelumnya seorang penumpang mengatakan:"Jika seperti kami menerima uang, kami akan tidur di hotel. Tetapi jika orang ini menerima uang di tangan, dia berbaring di pipa pembuangan. Mereka mabuk,sampai tak sadarkan diri..Waktu siang saya melihat , bagaimana seorang Papua yang sedang mabuk memukuli istrinya dengan sebuah balok kayu. Istrinya tidak mau menyerahkan kepada suaminya uang hasil penjualan pinang.Secara resmi pengadaan minuman keras dilarang. Tetapi para pegawai Indonesia disuap, maka minuman tersebut dapat diperoleh mudah di setiap sudut. Tiga Euro atau sekitar 40 ribu Rupiah untuk sebotol hangat, bir atau 10 ribu milo . Penghasilan seorang butuh harian.Saya membiarkan pengemis minuman itu berdiri kekeringan,lalu pergi kembali ke hotel sambil melewati para polisi. Mereka datang untuk mengumpulkan para pemabuk. Dalam perjalanan saya dirampok. Dua pemabok membutuhkan uang.Sayangnya alkohol hanyalah salah satu dari berbagai masalah di Papua . Alkohol adalah sebuah ancaman. Tapi transportasi adalah sebuah kesempurnaan dari mimpi yang buruk.
Langit di atas Papua tanah yang dihuni orang berkulit hitam adalah milik para pilot kulit putih melakukan penerbangan pesawat berjenis cesna . Tidak ada negara satu pun di dunia memiliki landasan pesawat dan maskapai penerbangan per kepala dari jumlah penduduk sebanyak di pulau terbesar kedua di dunia ini.Tak satu pun tempat di dunia yang memiliki harga tiket paling mahal, dan mungkin terburuk kondisinya.Pilot-pilot dari negara maju datang karena uang atau karena kasih nasrani.Kebanyakan jalur penerbangan diorganisasikan oleh maskapai misi kristen. Orang protestan, baptis, adven. Seorang warga negara belanda, bernama Henny van de Kerkhoff adalah pimpinan pilot milik misi Katholik atau AMA."Kamu tidak bisa pergi kemana pun tanpa pilot. Surat tiba per udara. Obat-obatan,pegawai pemerintahan. Makanan, Material bangunan,sebutkan saja apa yang kamu inginkan, semuanya harus diterbangkan.Tetapi kepadatan populasi sangat rendah, sehingga maskapai komersil tidak dapat melakukannya: kita berbicara tentang penghasilan dari 350 meter landasan dan penyediaan seorang pilot untuk daerah tersebut, yang di dalamnya bermukim tidak lebih dari 2000 orang. Tidak ada pemasukan berarti di sana, juga untuk kami. Tetapi kami hanya ingin menolong mereka" kata sang pilot .
Sebuah pos luar di daerah utara rawa-rawa:Setiap hari menanti kabar dan beberapa jam kemudian terdapat kekecewaan baru,ketika banyak penerbangan dibatalkan. Sekali datang sebuah pesawat, terbang rendah di atas landasan dan kembali pergi, karena untuk pilot cuaca buruk. Sebuah badai cukup untuk pendaratan darurat, embun dapat menyebabkan pesawat tidak bisa terbang, sampai landasan kering. Tetapi hujan turun terus menerus sepanjang tahun, hampir setiap hari.Karena keterlambatan seorang usahawan perempuan kehilangan tugas-tugasnya,walaupun ia tak terhitung sudah mencaci maki melalui telefon satelit. Dalam beberapa hari tiba natal. Hingga natal ia tak akan dapat mengunjungi keluarganya.Tak ada kemungkinan. Perempuan tersebut mengalami stress berat. Dia tidak menyadari bahwa New Guinea terikat dengan kegagalan. Semua orang gagal.Setiap orang dengan harganya. caranya masing-masing. Semua gagal, dan selalu ada Pilot Henny .
"Kami membiayai penerbangan misi kami sebagian melalui charter para turis,walaupun kami tidak begitu bahagia dengan ini: tidak banyak orang asing yang datang dengan kondisi seperti ini, karena mereka mendapat masalah kesehatan setelah beberapa saat. Pada akhirnya kami harus membawa mereka keluar dan untuk itu kami harus mengubah jadwal penerbangan kami." 90 Euro atau sekitar 1 juta Rupiah biaya sebuah jarak pendek dengan sebuah maskapai komersial. Berbahaya, tetapi menguntungkan dibandingkan dengan 1200 Euro (sekitar 13 juta Rupiah) untuk menyewa perahu boot atau 2500 Euro (30 juta Rupiah),harga charter misi untuk jarak yang sama. Tidak ada jalan raya di New Guinea sampai beberapa tahun belakangan ini baru adea jalan trans yang mulai menembusi wilayah tertentu di Papua .Sudah hampir 4 bulan saya di New Guinea. Selama itu ada 3 pilot hilang. Enam minggu saya hanya menunggu perahu boot, kapal laut dan pesawat, walaupun saya juga banyak berjalan kaki. Karena itu saya hanya dapat mencapai sedikit daerah: Waktu, Energi, dan Biaya yang dibutuhkan untuk perjalanan di New Guinea begitu luar biasa, yang tidak pernah memungkinkan seseorang memperoleh sebuah gambaran yang menyeluruh. Alkohol adalah sebuah ancaman. Tapi transportasi adalah sebuah kesempurnaan dari mimpi yang buruk.
Misa hari minggu di pegunungan tengah Papua . Pada tahun 1968 di sini, di bawah gletser dari ruang astro-pasifik, dua orang misionaris kulit putih disembelih dan dimakan. Satu dekade kemudian dianggap kanibalisme , minimal di pegunungan, secara resmi dimusnahkan. Walau demikian apa yang terjadi di sisi lembah terpencil, tak seorang pun tahu: sebuah tim ekspedisi internasional menemukan di tahun 2006 sebuah wilayah, yang kemungkinan besar belum pernah diinjak oleh seorang manusia.
Untuk memudahkan fase perpindahan kanibalisme menjadi kekristenan, banyak lagu tradisional suku-suku digantikan dengan teks-teks baru dan diambil ke dalam liturgi.Sekarang hampir tidak pernah lagi lagu-lagu itu dinyanyikan. " Ia akan membuat kenangan lama kembali terjaga", ujar pendeta Rainer . " Hal tersebut dapat memperlemah keyakinan." Tetapi ingatan juga akan lenyap dalam tempo yang cepat. Pada tahun 90-an di lembah pedalaman Wamena atraksi utamanya ketelanjangan, dengan hiasan sayap burung dari para pejuang suku, dan menjadi devisa terbesar orang Papua. Kemudian pecah kerusuhan besar. Bencana alam datang bertubi-tubi di musim kemarau.Hujan debu, gempa bumi, banjir dan kelaparan. Waktu pendapatan menurun, para pemimpin asing bersekongkol dengan para pegawai menjadi semacam mafia, yang trik kecurangannya menghantui hampir semua pengunjung. Papua mengincar dolar para turis, yang dia jarang dapatkan. Wamena kini hanya menawarkan sekumpulan kios kayu. Para turis harus mengusahakan show-nya sendiri. Seorang agen perjalanan mengatakan: Dengan tour yang paling murah orang pedalaman menerima kaos dengan lebel perusahaan kami. Dengan yang agak mahal mereka memakai pakaian mereka sendiri. Lalu dengan sewa tour yang paling mahal mereka berjalan telanjang, hanya dengan Koteka. Inilah citra yang memiliki nilai jual paling tinggi." Pendeta Reiner Scheunemann menghabiskan sebagian besar hidupnya di Papua . Menurut pengakuannya ia lebih fasih berbahasa Indonesia daripada berbahasa Jerman. Ia juga yang telah mengarang lagu hymne sebuah klub sepak bola Papua dan denganya ia menjadi seorang bintang di Papua, saat klub sepak bola tersebut dengan hymne tersebut mengalahkan klub sepak bola se Indonesia .Denganya pula stadion utama terkenal dengan sebutan pendeta Rainer,sebagaimana ia dipanggil. Ia sendiri mengajar di sekolah tinggi theologi di Jayapura: "Makna dan tujuan dari misi saat ini di Papua adalah berperan sebagai tanda harapan dari situasi saat ini, situasi yang sebenarnya tanpa harapan, secara ekonomi juga budaya dan dalam perpekstif ekologi, Papua dekat dengan situasi kehancuran, karena sangat kuat dieksploitasi dari berbagai sisi. Dan juga tanpa harapan dari sisi pendidikan dan juga tentu saja menjadi korban kekuasaan Indonesia dan dari luar juga terutama oleh perusahaan multinasional besar dari barat.Oleh karena itu tugas misi terutama adalah menjadii pertanda dari harapan,memperjelas orang Papua, bahwa masih ada orang-orang yang ingin menolong mereka."

Doa Bapa Kami..jadilah kehendakmu di atas bumi seperti di atas surga....Kerajaan surga datang dalam sosok Carl Wilhelm Ottow dari Luckenwalde dekat Berlin. Sang Sultan dari Ternate, sebuah pulau kecil penghasil rempah-rempah jauh di tenggara mendeklarasikan, bahwa wilayah di timur adalah wilayah upetinya dan memberikan ijin kepada para misionaris jerman untuk menginjilinya.
Pada tanggal 5 Februari 1855 mendaratlah Ottow di pulau Mansinam, yang berjarak dekat dengan pulau besar. Setelah 7 tahun misi, dan meninggal karena sebuahdemam, ia berhasil membangun jembatan, yang sebelumnya 300 tahun lamanya para penakluk Portugis, Perancis, Inggris dan Belanda gagal dalam lumpur dan hujan panah. Di sekitar makam Ottow berdiri kota pertama di New Guinea: Manokwari.Kuburan Ottow sekarang terletak di sebuah replika rumah panjang semen ,kemungkinan satu-satunya peninggalan arsitektur tradisional yang ada." Atas nama Tuhan, kami menginjak tanah ini" terukir di atas nisannya.
Berita keberhasilan Ottow tersebar cepat. Salah satu pengunjung pertama adalah Alfred Russel Wallace.Jejak seorang ilmuwan alam terkenal selain Darwin pada abad 19 diikuti oleh ahlI burung Kris Tindige:"Di dalam bukunya yang berjudul 'The Malay Archipelago' dapat kamu baca, bahwa ia pernah menginjak Mansinam, pulau yang penting dalam sejarah keagamaan di Papua. Wallace melukiskan pasir yang putih, terumbu karang indah tanpa cela. Dan sekarang lihatlah, apa yang telah diperbuat penebang hutan, penangkap ikan, dan pengusaha perkebunan hingga kini, orang-orang yang berasal dari luar tersebut.Di sini ada seekor burung, yang kami namakan "burung pintar", karena ia mendekorasi sarangnya dengan bunga-bunga. Sekarang ia menghias sarangnya dengan kantong plasik dan bateri bekas.
Industri perikanan telah meledakan banyak terumbu karang. Surga pantai Ottow Sekarang dipenuhi oleh terumbu yang mati dan sampah. Di atasnya terdapat sebuah salib putih. Salib ini memandang tepat ke pelabuhan Manokwari. Di sana terdapat kapal putih, yang setiap minggu datang membawa para pendatang baru: mereka telah memenuhi setengah dari populasi penduduk. Thaha Al Hamid mewakili minoritas kecil dari suku asli muslim. Sebagaimana sebagian besar orang Papua ia menuntut juga kemerdekaan dari Indonesia. Kata Al Hamid,"Tidak pernah terjadi interaksi yang sederajat antara pendatang dan orang asli. Para pendatang bersikap seolah-olah seperti mereka datang dari sebuah kebudayaan super, seperti seolah-olah kami harus belajar dari mereka.Tetapi kami berasal dari latar belakang yang berbeda, yang memiliki pandangan berbeda terhadap alam, lingkungan hidup, atau untuk menjawab pertanyaan, bagaimana bentuk masa depan kami seharusnya. Tidak akan mungkin, dari kami dibentuk menjadi petani-petani seperti mereka, atau buruh pabrik. Migrasi ini hanya dibuat, untuk menjadikan kami orang yang kalah."
Setelah kematian Ottow, pendatang pertama, diikuti oleh gelombang kedatangan banyak misionaris.Lalu setelah mereka diikuti dengan kedatangan gelombang kedua yaitu para penjajah. Sebuah sumber dari Inggris mengatakan Siapa yang tidak mati dalam tiga minggu pertama karena demam, akan dimakan oleh para kanibal pada minggu ke-4nya"
Orang Belanda menduduki wilayah barat, orang Inggris bagian selatan dan orang Jerman di bagian tenggara. Dengan berakhirnya perang dunia pertama kekaisaran 6 Prusia kehilangan koloninya. Dari episode ini hanya tertinggal nama Kepulauan Bismarck di Papua Nuigini, bagian timur pulau.
Tersisa juga pengaruh gereja.
Pendeta Rainer Scheunemann mengatakan "apapun yang dilakukan oleh negara, tetap saja gereja yang memiliki kata finalnya.Hal ini disebabkan karena kepercayaan masyarakat semakin lama semakin buruk terhadap pemerintah. Jadi saat ini kepercayaan masyarakat hanyalah kepada gereja. Orang Papua berharap, bahwa kami sebagai pekerja dari barat dapat menolong mereka. Dalam hal Pendidikan, Kesehatan dan HAM, tetapi juga jika dalam hal memberikan mereka rasa percaya diri, karena mereka merasa sangat rendah diri, merasa buruk, merasa lemah, dan hal ini juga disebabkan bahwa mereka orang kulit hitam, dan tentu saja disebabkan oleh rasisme di Indonesia yang juga sangat kuat."
Setelah perang dunia kedua berakhir, mengikuti keinginan Amerika maka batas wilayah jajahan tetap: sebuah garis membagi pulau, seperti dibelah oleh belati.Tetapi orang Belanda harus pergi. Wilayah timur New Guinea menjadi milik Australia, sebelah barat milik Indonesia. Orang Papua sama sekali tidak terlebih dahulu ditanyakan, tetapi PBB bersikeras pada bentuk refrendum. Lalu pemerintah Indonesia membunuh, memeras dan merekayasa beberapa kepala suku dan mengumumkan sebuah keberhasilan dari proses "Act of free choice", yang disebut oleh PBB sebagai kebebasan dalam memutuskan pilihan. Benni Giai, pendeta, antroplog dan anak kepala suku , yang juga merupakan seorang budayawan terkemuka di Papua, mengingat dengan baik tentang kerja keras pemerintah Indonesia. "Ada seorang guru bernama Robi Jodi, yang juga seorang sekretaris gereja di wilayah Papua . Setelah penangkapannya, militer memasukan kaos kaki hitam ke dalam mulutnya. Kemudia mulutnya dijahit dengan sebuah perkakas. Ia meninggal 18 jam kemudian. Pihak militer lalu mengundang penduduk, untuk melihatnya, dijadikan sebagai pelajaran untuk mereka. Genoicide di mata saya bukan saja menyangkut fisik, sebagaimana kasus ini menunjukan: hanya dengan menyaksikan, orang-orang mati.Diperkirakan kasar pihak keamanan Indonesia telah membunuh 100.000 orang di West -Papua, dengan populasi suku asli seluruhnya yang mencapai 1,5 juta jiwa.
Setelah "Pembebasan", sebagaimana integrasi pada indonesia secara resmi dinamakan, lalu setelahnya harus dirayakan: Benni Giai "Presiden menghadiahkan anak babi kepada masyarakat. Tetapi hewan-hewan tersebut sudah terinfeksi dengan bakteri Anthrax atau sejenisnya. Banyak orang mati. Ayah kandung saya juga. Ia dapat menaruh kakinya ke api tanpa merasakan sakit. Ia kemudian meninggal pada bulan Agustus tahun 1992.
Latar Suku bangsa Korowai .Di Antara langit dan bumi hidup suku Korowai: di ketinggian 5 hingga 50 meter mereka mendirikan rumah-rumah pohon dengan beberapa kamar. Pada suku Korowai, ayah, ibu dan anak-anak memiliki tungku apinya sendiri-sendiri. Rumah-rumah yang rendah mereka huni dalam masa damai. Mereka tinggal di atas batang-batang pohon yang ditebang. Rumah-rumah tinggi mereka dihuni dalam situasi bahaya: dibangun di pedalaman hutan lebat, dengan tangga-tangga di antaranya, menyerupai tangga ayam yang dapat ditarik. Sebuah pencapaian arsitektonis luar biasa dari manusia-manusia jaman batu. Suku ini pertama kali ditemukan pada akhir tahun 70-an. Orang Korowai pertama saya kenal di sebuah kota perdagangan. Anton, kira-kira berumur 20 tahun. Anton salah seorang dari masyarakat korowai "Saya tidak mau tidak pindah lagi.Tidak ada rumah yang dibakar, tidak ada wanita yang diculik.Tidak akan memakan orang lagi. Tidak juga jika daging babi terbatas sekali pun."
Seminggu sebelumnya saya bertemu seorang Itali, yang setiap tahun melakukan erjalanan eksklusif. Kali ini ke Papua. Harganya 4000 Euro (sekitar 50 juta rupiah),ia temukan di Jayapura untuk perjalanan sendiri dengan charter pesawat ke tempat tinggal para kanibal. Apakah rasa kwatir mengalir pada dirinya waktu itu, ya, dan luar biasa. Begitulah ujarnya sungguh-sungguh, tetapi tidak sepenuhnya meyakinkan:Tak lagi menculik wanita? Suku Korowai menyukai poligami, tetapi harga sang mempelai sangatlah tinggi. Merampok wanita dan kemudian membakar rumahnya,sebelumnya membunuh pemilliknya, tampak untuk mereka sering menjadi solusi.Itulah sebabnya terdapat rumah-rumah tinggi.Anton pergi ke sekolah. Sudah sejak setahun. Ia telah belajar, menulis cuki. Hal tersebut untuk Anton sebagai bukti, investasi pada ilmu tulis berguna. Untuk uang sekolah ia harus bekerja pada orang Indonesia. Jika cukup bensin. maka malam dinyalakannya generator. Dan Anton boleh menonton film "Oh yes". Film tersebut dinamakan, karena pemain wanitanya tidak mengatakan yang lainnya sepanjang film. Anton menyewakan saya sebuah rumah pohon setelah satu minggu negoisasi alot dengan harga yang dapat diterima.
Tiga hari berjalan maju di sungai. Pertama Siret, kemudian Dairam. Lewat wilayah Suku Citak Mitak. "Dulu kita tidak bisa melalui jalan ini. Mereka memakan kami. Demikian juga kami terhadap mereka."Kemudian melalui wilayah suku Kapayap. "Beberapa tahun silam mereka menculik 3 wanita kami. Seorang meninggal, dan seorang lainnya berhasil kabur. Dan satunya lagi masih dimiliki mereka.Akhirnya kami tiba di desa Anton.Dibangun oleh pemerintah, agar suku ini dapat lebih diatur. Kios-kios dengan atap seng berbaris rapi di sekitar sungai. Konskwensi tanpa ampun. Gagal seperti semuanya apa saja yang dibuat oleh pemerintah: desa itu hampir kosong dari penghuninya, banyak dari pondok sudah rusak. Selain itu suku Korowai tidak pernah tinggal di dekat sungai: terlalu banyak wilayah sasaran tembak untuk panah-panah musuh. Sebuah keluarga, dua, tiga rumah tinggi di atas sebuah rerumputan dekat mata air. Beberap jam jauh perjalanan ke keluarga berikutnya. Begitulah hidup suku Korowai. Lalu kami memutuskan untuk berhenti.Jika di pegunungan turun hujan, air naik 1 meter di dataran yang rendah, dalam waktu beberapa jam kemudian. Sepanjang jalan menjadi begitu berlumpur, sehingga orang tidak dapat berjalan di atasnya. Suku Korowai menaruh pilah-pilah batang kayu di atasnya. Di atas batang-batang yang licin mereka pandai menyeimbangkan tubuh. Oleh karenanya juga mereka sangat pandai membangun rumah-rumah tinggi. Untuk orang lain, berjalan kaki melalui wilayah Korowai sangatlah buruk. Jarak pandang di tengah-tengah lebatnya hutan jarang lebih dari 10 meter.Tanahnya lembek dan licin, juga menghisap. Banyak tanaman rambat tajam, yang hampir- hampir tidak terkoyak. dan menempel pada sepatu, ransel-ransel, dan kulit. Selalu basah, dan panas. Siapa yang berhenti, akan melihat lintah-lintah datang mendekat.Di tempat-tempat tertentu tidak dapat didiami oleh manusia, karena dalam kumpulan nyamuk seperti awan, manusia tidak dapat lagi bernafas.Berbincang dengan masyarakat Korowai Apakah ada daerah-daerah, dimana kalian tidak berani datangi?Tergantung. Jika kami telanjang dan membuat suara keras,kami dapat ke mana saja. Tetapi ada wilayah, jika orang di sana menemukan jejak kaki, mereka akan mengikutinya atau bertemu dalam perjalanan kembali. Ada juga kediaman, di mana orang-orangnya belum terbiasa berpakaian. Dengan pakaian orang tidak dapat pergike sana. Mereka akan lari atau memanah. Salah satunya. Di sana seorang perempuan mati, karena ia bertemu dengan orang asing. Ia begitu kagetnya, dan ketika lari jantungnya berhenti berdetak.
Secara tradisional laki-laki Korowai hanya memakai sebuah lembaran kayu. Mereka meletakan penisnya ke dalam buah zakar dan mengikat lembaran tersebut padakepala penis. Terlihat seperti hernia dengan sebuah benih di atasnya."Agar para wanita tidak melihat barang kami. Tetapi akan sakit jika ia sedang mengeras."Laki-laki yang lebih tua masih memakai daun tersebut. Lubang hidungnya juga di-piercing dan menembus kedua dinding pemisahnya. Melalui lubang tersebut dahulu mereka memasukan caling babi dan bulu kasuari. Sekarang mereka masih melakukannya untuk para turis."Di daerah tersebut hanya ada satu orang Indonesia. Jon memiliki radio. Para pemandu wisata menghubunginya lewat radio sebelum datang. Lalu ia memberikan kami uang. Kami membuat perayaan adat untuk para turis. Kami berjalan, merias diri. Menyanyi dan menari. Tapi tidak, seperti kami melakukannya pada upacara adat. Tak boleh seorang turis ke sana. Tidak juga demi uang.Seminggu sebelumnya saya bertemu seorang Itali, yang setiap tahun melakukan perjalanan eksklusif. Kali ini ke Papua. 4000 Euro (sekitar 50 juta Rupiah), di Jayapura ia temukan, untuk perjalanan sendiri dengan charter pesawat ke tempat tinggal para kanibal. Rasa kwatir mengalir waktu itu, ya, dan luar biasa." Jon ekstra membayar, agar turis tersebut sedikit dikejutkan. Melihat pemakan manusia. Pemandu menawarkan tiap tahun banyak uang agar kami orang asing dibawa ke pemukiman, di mana seorang pun belum injak dan orang-orangnya masih memakan manusia. Tetapi itu sangat berbahaya. Seorang anak muda dari suku kami pernah memanah seorang kulit putih. Hanya untuk menakut-nakuti. Sang turis Langsung jatuh dan harus segera diterbangkan. Seorang lainnya pernah terjatuh dari rumah pohon. Ia langsung mati. Dan orang-orang semacam ini harus kita bawa ke sebuah tempat, di mana kami sendiri tidak yakin? Sebagai gantinya kami membangun pemukiman hanya untuk para turis. Dengan anak tangga yang lebih stabil dan sebuah rumah tinggi khusus untuk difoto. Saya pernah juga di sebuah pemukiman seperti itu. Di bawah rumah pohon berserakan bungkus-bungkus kosong kopi jerman, dan buah fig australia.
Matteus menunjukan saya sebuah mata panah runcing yang indah. "Anak panah ini diwariskan oleh ayah saya. Hanya untuk upacara pengorbanan manusia. Mungkin suatu hari, saya akan jual. Siapa tahu....Anton tidak memiliki lagi anak panah semacam itu. Juga lubang hidung tambahan. Sekarang pada anak-anak muda suku Korowai hanya terdapat lubang-lubang luka bakar rokok. Di kulit, di lengan atasnya, dada dan pundak. Jika mereka tidak mampu lepas dari orang Indonesia, setidaknya mereka ingin tunjukan, bahwa mereka tidak takut dengan rasa sakit.
Pada tahun 1936 orang-orang Belanda menemukan di pedalaman New Guinea tambang tembaga di atas ketinggian 4000 meter lebih. Dengan teknologi saat itu tidak memungkinkan dilakukan pengeboran. 40 tahun kemudian Amerika Serikat ikut dalam aksi kekerasan menumbangkan presiden Sukarno. Salah satu perjanjian pertamanya adalah hak pengelolaan pada perusahaan Freepoert milik Amerika Serikat. Tambang Grasberg di West Papua adalah tambang emas di dunia dan tambang tembaga ketiga terbesar di dunia. Pengerukan perharinya 220.000 ton tembaga, dengan keuntungan pertahun hampir 1 miliar Dollar Amerika. Dengan jumlah yang hampir sama, Freeport adalah pembayar terbesar pajak di Indonesia. Untuk memasuki kawasan 10.000 Hektar wilayah pertambangan tembaga hanya mungkin dengan undangan dari pimpinan perusahaan.Dari pesawat kelihatan sebuah gunung, yang kelihatan seperti gigi yang dilubangi. Dari dalamnya seperti mengalir lumpur ke mata sungai. Bijih tembaganya dipompa ke dalam saluran pipa menuju dermaga dan dikirim dengan kapal laut ke peleburan internasional. Ampasnya ditinggal di Papua. Sejarah dari sebuah perusahaan minyak Texas McMoRan digegerkan oleh skandal. Dalam sebuah penelitian pada tahun 1988 ia dijuluki sebagai perusak alam terbesar amerika.
Di Papua mereka dijuluki sebagai penarik pelatuk dari pengusiran dan pembunuhan atas suku-suku asli pemilik tambang. Gunung emas untuk mereka ada tempat para dewa-dewa. Dari sebuah penelitian yang sedang berlangsung di Amerika Serikat, Freeport telah membayar 20 juta Dolar untuk "usaha pengamanan" privat pada komando militer di Papua. Untuk menangkis tuduhan tersebut, pimpinan perusahaan di New Orleans mengangkat penguasa setempat, juga disetujui oleh pemerintah, sebagai komisaris: Tom Beanal. Kata Thom Beanal "Freeport memberikan kepada kami tidak lain selain penindasan lebih lanjut. Dari hari ke hari. Hal tersebut adalah yang saya alami, yang terjadi. Freeport hidup dari kami, tetapi kami tidak dapat apa-apa. Tak seorang pun mendengar kami. Saya seorang komisaris, tapi apa itu artinya, jika saya sekaligus dijajah?Itu tidak berarti apa-apa. Kami adalah manusia-manusia yang termaginalisasikan dan akan terus begitu.Saya mengharapkan sebuah Papua yang merdeka,dengan identitas sendiri, dengan hak sendiri, yang tidak dengan suara pluit Indonesia atau Amerika menari.Yang kami bangun dengan impian kami sendiri." Selain perusahaan multinasional seperti Freeport atau BP yang menguasai Papua juga mesin gergaji. Merek jerman Stihl lebih terkenal daripada Mercedes, Hitler atau ckenbauer. Suara mengiris gergaji tersebut telah menggantikan suara burung Cendrawasih. Yang pertama ditebang habis adalah hutan-hutan di sepanjang pantai, ribuan kilometer. Kemudian berikutnya adalah hutan-hutan di sepanjang sungai yang mampu dilalui kapal laut. Di mana sebuah kapal bisa berlayar, tersisa sekarang hanya pohon-pohon yang tidak bisa dijual. Berpuluh-puluh tahun terdapat pulaupulau yang terdiri dari batang-batang pohon, yang kapal bisa muat ke arah barat melalui laut. Jenis variasi ala Papua "Perdagangan laut".
Desa Dekai dimerkarkan menjadi kota kabupaten pada tahun 2005. Sebuah kontraktor bangunan datang dan memperoleh kontrak. Ia men-charter helikopter rusia, terbang bersamanya truk jepang , mesin gergaji jerman, dan pekerja indonesia, dan membangun sebuah jaringan jalan -di tengah pedalaman. Tanpa penghubung ke dunia luar, tanpa memandang lapangan terbang yang tidak rata di sana. Sungai terdekat hanya dapat diraih dalam waktu satu hari perjalanan dengan perahu. Di sepanjang jalan berdiri kios-kios kayu, jumlahnya ratusan. Kantor-kantor dan rumah tinggal para pegawai negeri, memenuhi kota kabupaten ini, yang mengolah hutan-hutan di sekelilingnya.Kemudian datang pegawai-pegawai yang pertama,menatap tempat kerja barunya. Panas membara, tanpa saluran air, tanpa aliran listrik, tanpa telepon, atau sejenisnya dibangun-kembali terbang pulang: mereka tidak kerasan tinggal di sana. epala suku setempat sudah memperoleh kesepakatan, bahwa tidak ada lagi kayu merah yang ditebang. Kayu jenis ini dianggap sakral untuk mereka. " Orang bodoh macam apakah?", kata pimpinan penebang kayu, bersamanya saya seharian di perjalanan. " Itu kayu terbaik di sini". "Sangat disayangkan hanya dibiarkan begitu saja."
Sehari perjalanan ke selatan terdapat pos dagang Binam. Dari tempat ini Dekai memperoleh pengiriman. Sebuah sistem yang tidak transparan dari para agen bahan bakar menyebabkan harga bensin yang menjerat, misalnya saja untuk charter sebuah perahu motor harus membayar 80 Euro, atau sekitar 1,2 juta rupiah per jam, sampai pada kota kabupaten maka senilai 600 Euro atau sekitar 8 juta rupiah.Di sana harga satu kaleng ikan sarden tiga kali lebih mahal daripada di pulau tujuan turis seperti Bali, pintu turisme Indonesia. Dan walaupun demikian akan terjual: sungainya tidak lagi memiliki ikan, hutannya kosong ditembaki.Binam didirikan di tengah rawa-rawa, keseluruhannya dari kayu, semuanya penyangga. Erosi kuat yang disebabkan oleh penebangan hutan, menyebabkan seluruh tempat ini setelah beberapa tahun tenggelam. ekarang beberapa kilometer darinya dibangun pemukiman baru sekaligus sebuah mesjid dan gereja. Dengan cara yang sama kembali tenggelam. Organisasi nirlaba dari luar negeri hampir tidak dikenal di West-Papua. Pemerintah pusat mengawasi orang asing dengan kecurigaan yang besar, karena mereka dianggap sebagai benih gagasan kemerdekaan papua. Para wartawan dilarang masuk, dan bahkan para turis membutuhkan sebuah surat keterangan ijin dari kepolisian atau militer untuk setiap desa yang mereka akan masuki. Di berbagai tempat bahkan tidak ada, atau tidak boleh sama sekali. Tentang kegiatan organisasi nirlaba lokal ujar Benni Giai" Pada tahun 2004 Majelis Kristen memulai sebuah usaha koperasi di sekitar sungai Mamberamo. Mereka mendirikan sebuah lapangan udara kecil dan mengirimkan seorang pastor, yang mengajarkan penduduk setempat memasarkan hasil ikan tangkapan mereka. Hingga saat itu orang-orang Indonesia yang mengendalikan perdagangan. Proyek tersebut memetik buahnya pada permulaan tahun 2005, di bulan April orang Indonesia harus menghentikan usahanya. Lalu mereka mengundang 10 anggota militer dan menuduh sang pastor sebagai teroris. Militer lalu merusak bangunan koperasi tersebut, gereja, rumah sang pastor, kemudian mengancam dia dan istrinya. Koperasi tersebut akhirnya dihentikan, perdagangan kembali dikendalikan oleh orang Indonesia. Beberapa tahun lalu Papua memiliki jalan trans pertamanya. Sebuah proyek mahal,dan ambisius. Jalan tersebut berhasil diselesaikan.Tetapi karena tidak dibangun satu-satunya jembatan besar penghubungnya, proyek ini menjadi terbengkalai. Hutan lebat kembali memenuhi aspal, jauh sebelum sebuah kendaraan pun melaluinya, tetapi tentu setelah perusahaan mengambil semua pohonnya yang bisa dijual.
Orang Australia relatif cepat memahami, bahwa jaman batu, abad pertengahan dan jaman plastik tidak dapat berhasil bertemu pada satu waktu dan tempat - tetapi seandainya terjadi, untuk mengintegrasikan bagian timur New Guinea dengan Australia.Pada tahun 1975 Australia melepaskan koloninya untuk merdeka. Papua Nuigini, atau disingkat PNG, lahir dengan Perundangan dan pemerintahan demokratis.Kedamaian di tahun-tahun berikutnya sangat menjanjikan: minimal papua bagian timur dapat mengatur dirinya dalam kerangka negara moderen. Seorang Anthropolog, Nafi Sangenafa adalah dekan dari fakultas ilmu sosial di sebuah universitas di Jayapura: "Secara politis, kami terbagi dua yaitu Papua dan Papua Nuigini. Secara bahasa kami juga terbagi: 252 bahasa hanya di barat, dan lebih banyak lagi di bagian timur, yaitu 840 bahasa. Dan walaupun suku-suku kami memperlihatkan kesamaan budaya, masing-masing tetap memiliki kekhasan yang sangat spesifik dan memiliki kecondongan untuk mempertahankannya. Oleh karena itu hampir tidak mungkin , semua suku ini dipersatukan dalam sebuah Papua.
Di Papua Nuigini pada awalnya konflik kepala suku hampir tidak terlalu mencolok terjadi di dalam aparat negara."Kami punya 18 penumpang di dalam Twin Otter. Pilotnya bertanya, apakah di antaranya ada yang bersenjata, dan meminta agar mereka menyingkirkan pelurunya. 16 orang mengeluarkan pistolnya, seorang darinya bahkan memiliki 2 pucuk. Waktu itu adalah pesawat yang isinya penuh dengan para politisi. Menurut sebuah studi yang dibiayai internasional pada tahun 2004 tentang enyalahgunaan senjata api di New Guinea. Anggota parlemen, polisi dan militer terbiasa dengan pemberian senjata api untuk memenangkan pengaruh dan suara. Konflik antar suku yang telah diredam oleh pemerintah Australia, kembali bergejolak. Mereka tidak lagi berperang dengan anak panah, melainkan dengan senapan-senapan mesin. Sampai-sampai korbannya tidak ada lagi, maka tidak ada lagi kemenangan yang diperoleh. Oleh sebab itu angka kematian tidak terbatas. Papua Nuigini memiliki angka kriminalitas tertinggi di dunia. 15 persen dari penduduk ibukota Port Moresby menjadikan pekerjaannya sebagai penjahat. Tidak sampai 10 persen dari pembunuhan masuk ke pengadilan atau ke dalam angka statistik yang berguna. Tak seorang pun yang sehat akalnya mau meninggalkan rumah domisilinya di tengah malam. Banyak kedutaan besar ditutup. Organisasi bantuan luar negri juga dihentikan. Pengamanan batas teritorial ditarik. Kerja pemerintahan di ambang kollaps. Melucuti para milisi suku di dalam hutan yang luas sampai di pinggir sangat sulit, seperti menekan balik pasta gigi yang keluar kembali ke dalam kemasannya atau ibarat melewati PNG dengan berjalan kaki. Antara sisi barat dan timur dari pulau hanya terdapat satu perbatasan, yang dapat diraih dengan perahu atau melewati lintasan lumpur. Jalur penerbangan sudah ditutup. Walau demikian lebih banyak orang dari barat lari ke timur daripada sebaliknya. Tampaknya dengan konflik antar suku yang dibuat sendiri,orang Papua lebih tidak bermasalah daripada dengan penindas dari luar.
"Nama saya Pineas Lokmere, umur saya 27 tahun dan baru saja menyelesaikan Universitas. Pada saat kejadian di Abepura berlangsung, saya ada penjaga asrama mahasiswa. Suatu malam datang para polisi. Waktu itu jam 2 pagi, kami sedang tidur. Mereka menendang pintu-pintu dan menembaki ke dalam asrama. Saya bertanya, ada apa,apakah ada surat pengeledahan? Mereka lalu menendangkan sepatu bot mereka ke wajah saya, setelahnya saya tidak bisa lagi berkata apa-apa. Mereka membawa kami semua, juga termasuk seorang anak berumur 7 tahun. Mereka berkata: kalian adalah orang gunung, para kanibal, kalian datang kemari untuk membuat keonaran, dan oleh sebab itu kami akan bunuh kalian sekarang. Terjadi pada bulan desember 2000. Seorang tak dikenal menyerang pos polisi pada malam hari. Aparat keamanan dalam aksi balas dendamnya menyiksa lebih dari 100 mahasiswa dan membunuh 3 mahasiswa. Yang bertanggung jawab atas peristiwa itu dinyatakan bebas di pengadilan. Benni Giai, yang juga seorang pendeta, menyalahkan para misi kristen juga sebagian turut bersalah pada kejadian kiamat tersebut.
Menurut Beni Giay " Istilah Cargoisme berasal dari ilmu sosial barat dan dari para misionaris, diturunkan dari impian orang Papua akan masa depan yang lebih baik. Orang-orang di sini membayangkan sejarah sebagai urutan dari zaman. Pada waktu para misionaris datang ke pedalaman dengan pesawat terbang, mereka membawa banyak barang bersamanya, dan orang-orang ini berpikir : Ah, sebuah jaman baru telah datang, ditandai dengan banyaknya barang pada angkutan udara: "Cargo." Lalu terciptalah istilah ini: Para misionaris selalu datang dengan Cargo. Agama memang tidak dapat dilihat dengan mata, hanya dalam refleksi atas apa yang orang lakukan atau apa yang mereka miliki. Dan orang-orang kami berpikir, Tuhan orang nasrani ini sepertinya terhubungkan dengan benda-benda materi. Jika kami mengikutinya , kami akan menjadi seperti para misionaris ini. Oleh karena itu banyak yang menjadi kristen. Kemudian mereka menjadi kecewa, karena tentu saja mereka tidak menjadi kaya seperti para misionaris kulit putih. Dari situ mereka memulai mengembangkan teori mereka sendiri. Atas dasar asumsi lama mereka, bahwa sebuah era baru akan datang, mereka lantas berpikir, bahwa para misionaris hanya membawa sebagian agama kepada mereka: sedangkan sebagian lainnya yang berhubungan dengan barang-barang seolah menjadi sebuah rahasia, yang tidak mau mereka bocorkan kepada kami. Para misionaris amerika hanya melihat kami dalam aspek ini saja. Ini tidaklah fair: kenyataannya padahal, bahwa gereja, misi, menolak memberikan aspek lain dari pengetahuan. Mereka memberikan kami alkitab lantas pergi meninggalkan kami, membiarkan kami dibunuh orang Indonesia.... Saya berpikir, dengan cara ini sebenarnya mereka mengirimkan kami ke neraka.
Seorang polandia bernama Bronislaw Malinowski menulis tentang kehidupan cinta dari suku Tobriander. Karya publikasi tahun 1915-nya kini menjadi dasar ilmu antropologi. Tak juga kurang artinya studi seorang amerika bernama Margaret Mead di tahun 1930-an, di antaranya tentang masturbasi pada anak-anak. Seorang antropolog bernama Gilber Herdt meneliti sebuah suku di Sambia, di mana dalam hubungan homosexual seorang anak laki-laki diberikan sperma kawannya yang lebih tua- sebagai bagian dari kedewasaan. Lebih dari 1000 suku kulit hitam di atas wilayah seluas hampir 1 juta kilometer persegi membangkitkan keingintahuan orang kulit putih, setelah ia menginjakan kakinya pertama kali di tanah New Guinea. Sebuah keingintahuan yang menyiksa, yang mungkin pertamakalinya akan hilang, jika pulau tersebut membuka rahasia terakhirnya termasuk jiwanya, dan suku terasing terakhirnya memakai baju olah raga yang paling modis.
Pdt. Rainer Scheunemann dalam bahasa Jerman mengatakan "HIV Aids, yang akan menjadi sebuah problem besar di Papua, sebagai wilayah HIV/AIDS terbesar di Indonesia, di mana angkanya sebenarnya sangat tinggi. Saat ini orang mengatakan penderitanya berjumlah antara 20-30.000 HIV terinfeksi, tetapi itu cuma angka resmi, jumlah yang sebenarnya menurut saya adalah 10 kali lipatnya. Dan hal tersebut untuk rakyat Papua, yang hanya terdiri dari 1,5 juta orang, sebuah angka yang sangat tinggi." Pendeta Scheunemann mengetahui angka tersebut, tetapi tidak tempatnya, di mana ia terjadi. Saya pernah di sana.
Pemukiman-pemukiman kecil di atas penyangga di dalam lumpur sebelah selatan Papua Niugunea yang tak berujung. Di mana tak satupun pilot terbang ke sana, begitu juga tak satu pun kapal laut yang berlabuh... Air pasang membajiri 10.000 kilometer persegi Mangrove setiap hari... Air minum datang bukan dari tanah, melainkan datang dari langit....Setiap kontak ke dunia luar hanya mungkin melalui perahu motor mahal menjerat... Di mana pada tahun 1961 seorang pewaris Rockefeller dari amerika hilang tanpa jejak, yang juga merupakan aksi pencarian terbesar dalam sejarah manusia, tetapi tak sekalipun sebuah petunjuk didapatkan mengenai nasibnya....Dari sana asal Kayu Gaharu. Sebuah kayu wangi, yang diolah menjadi pewangi dan di negeri arab memiliki harga yang sangat tinggi. Kayu Gaharu adalah akar dari keburukan,ujar Frans Mensei seorang anggota polisi."Ada banyak tempat di dalam hutan lebat, dimana para prostitusi dibawa ke dalam tenda atau kemah. Jika orang Papua membawa Gaharu, para mucikari menawarkan pertukaran dengan jasa sex. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa perempuan- perempuan tersebut dibawa dari suatu tempat dan sudah terinfeksi. Tetapi orang- orang dari pedalaman tidak mengenal penyakit kelamin. Selain itu mereka tidak dapat melawan godaan perempuan-perempuan putih cantik tersebut. Saat hal tersebut tercium, terdapat pemeriksaan resmi. Aparat keamanan dianggap sebagai penarik pelatuk dari perdagangan perempuan, tetapi tidak ditindak. Barter pewangi dengan sang kematian terus berlanjut. Jika suatu hari tidak lagi ditemukan Gaharu,artinya para pelacur sebagaimana orang negro sudah mati, dan para peraup keuntungan sudah lari ke negaranya.Saya juga akhirnya lari. Dehidrasi, dengan infeksi maag dan malaria para kanibal menaruh saya di atas perahu kayu dan membawa saya ke Sengo: Sebuah pos dagang terdekat bekas tempat misi yang berkembang pesat dalam 20 tahun. Landasan terbang lamanya tetap digunakan. Sebuah lintasan pasir bergelombang, yang di ujungnya diletakan beberapa penahan besi -agar pesawat pada saat berputar tidak tenggelam dalam lumpur. Satu minggu saya harus menunggu sang pilot. Setiap hari semakin pendek, di mana saya masih sadarkan diri. Ketika pesawat dari maskapai swasta Merpati akhirnya mendarat, saya mengira sedang bermimpi akibat demam. Semua warga desa berhamburan keluar menyambutnya, kedatangan pesawat di sini termasuk salah satu puncak acara sosial. Untuk para penumpang babak kekwatiran dengan kedatangannya belumlah berakhir. Sang agen akan berbisik-bisik, dan melelang tiket. Tiket tersebut harus dibayar kontan di muka. Tidak ada bukti pembayaran, juga daftar penumpang, dan karcis diterima pada saat naik.
iPapua saat ini banyak ditimpa keburukan, dan tampaknya tak satu pun pembebasan menjadi mungkin: Alkoholisme, minimnya Pendidikan sebagaimana Infrastruktur, Kehancuran Alam, Perang Suku, Wabah Penyakit, Perubahan Iklim, Kesektean, Penggunaan Senjata, Korupsi, Kriminalitas sindikat, dan Rasisme: yang pada akhirnya sejarah manusia yang tertutup ini, di sudut terjauh dihadiahi dosa-dosanya, yang bahkan tak sampai satu generasi habis terbantai. Menuju pada kehancuran oleh karena kegelapan dosa dan keserakahan: Para misionaris, yang berlomba-lomba dalam penyelamatan jiwa dan mewartakan surga di langit, tetapi tidak mampu melindungi domba-domba baru mereka di atas bumi. Para pengusaha, yang menjajikan kekayaan, tetapi hanya untuk dirinya sendiri. Politisi, yang bernafsu menggalang masa, tapi tidak mau bertanggung jawab untuk mereka. Semuanya dengan alasan, membebaskan New Guinea dari jaman batu.Tetapi apakah, ,atas nama Tuhan, untuk manusia berarti? Jika seandainya mereka membiarkan Papua dengan kanibalisme dan pulaunya dengan .New Guinea memiliki hutan yang merupakan paru-paru dunia terbesar setelah hutanamazon. Juga sebuah keanekaragaman budaya dan bahasa, yang dapat memberikan kita jawaban dalam ratusan tahun ke depan atas Sein (Being) dan Werden (Become) bentuk-bentuk kehidupan manusia. Sebagai salah satu laboratorium alam terkaya untuk variasi genetika tumbuhan. Dalam beberapa tahun kemudian semuanya akan berlalu. Banyak darinya, jauh sebelum ditemukan. Yang tersisa hanyalah lumpur dan penderitaan.
Diramu oleh Emanuel Goo

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda