Yabimu dan Masyarakat Nabire Kritisi UU OTSUS Di Tanah Papua
“Implementasi UU 21 Tahun 2001 sudah berjalan 6 tahun namun dinilai belum ada perlindungan , keberpihakan dan pemberdayaan orang Asli Papua dalam pembangunan di Tanah Papua . Maka Dana Otsus dihentikan sebelum adanya Perdasi dan Perdasus”
Demikian kesimpulan yang sempat direkam media ini ketika Yabimu dan masyarakat Nabire menggelar dialog terbatas di hotel Mahavira Nabire . Kegiatan dialog dilakukan atas kerjasama Yabimu dan Foker LSM Jaypura sempat mewacana akan ketidak berhasilan otsus di tanah Papua. Dalam prakata Ambrosius Degey,SH selaku Direktur Yabimu mengatakan dalam UU ada 4 point penting yakni pembentukan perdasi dan perdasus ,namun hingga akhitr tahun 2007 hanya 3 buah raperdasi dan yang ditetapkan dan 1 buah raperdasi yang disetujui serta 1 buah raperdasus yang ditetapkan . Selain itu pembentukan pengadilan HAM serata kebenaran dan rekonsiliasi belum terbentuk. Lantas disinyalir 90% dana otsus ditilep oleh birokrat serta peningkatan kesejahteraan,kemajuan masyarakat Papua yang hingga kini masih berjalan ditempat, dan masalah pemekaran yang kian membludak serta tak lupa kesepakatan akan penyelenggaraan pemerintahan bersih dan berwibawa yang tidak nampak . Maka semuanya ini menimbulkan pertanyaan dikalangan amasyarakat, activist,akademisi dan lainnya .
Untuk mengevaluasi otsus 6 tahun berjalan ini, maka Foker melalui Yabimu gelar dialog terbatas hari ini ( 02/02) yang hasil rekomendasinya akan dibawa dalam dialog interaktif via RRI pada hari minggu tanggal 03/02 demi menguji apakah rekomendasi hari akan sama dengan public atau tidak . Dengan maksud mendorong rekonsiliasi social untuk mengidentifikasi subtansi hak-hak dasar orang asli Papua dalam penyelengaraan pembangunan di tanah ini. taak ketinggalan pula demi membangun pemahaman dan persepsi public untuk mengkritisi fungsi dan peran mrp sebagai lembaga representasi kultur tanah Papua ,serta melakukan pemetaan besar yang dihadapi setiap kabupaten dalam penyeyelnggraan pembagunanan .Hasil diskusi hafri ini akan diuji lagi dakam dialog inetraktif kepada masyarakat Nabire . Sementara itu, kegiatan ini digelar pada 10 kabupaten kota se Papua ,papua dan kegiatan ini hendak menjajagi bagaimana implemnentasi otsus selama 6 tahun berjalan . Dari empat point penting isi otsus ini akan didiskuikan bbersama yang nantinya akan dibawa dalam dialog dengan RRI juga akan digiring hingga ke provinsi bagaimana masyarajkat Papua menilai implementasi Otsus ini . Maka lewat diskusi terbatas ini peserta didorong agar ikut dalam pembahasan per- item dan dikembangkan diskusi. Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi ( Perdasi dan Peraturan Daerah Khusus Perdasus . Sampai dengan tahun 2007 hanya baru 3 perdasi yang ditetapkan dan 1 buah Raperdasi yang disetujui serta 1 buah Raperdasus yang ditetapkan . Bagaimana pendapata pendapat peserta dialog ?
Menurut Yones Dou Sekretariat Keadilan dan Prerdamaian GKIP Nabire mengatakan MRP berada dibawah tekanan Politik Pemerintah Pusat .Kewenangan Terbatas pada memberikan Pertimbangan bukan posisi pengambilan Keputusan sehingga berimbas pada pembuatan perdasus dan perdasi .Ketika menyinggung belum adanya Pembentukan Pengadilan HAM yang belum terbentuk ini menurutnya agar tidak terungkap pelaku-pelaku pelanggaran kemanusian yang dilakukan oleh Negara ini terutatama aparat Negara . Teraktung-katung terbentuknya Pengadilan HAM di Papua ada tekanan dari pemerintah sebab mereka tahu kalau terbentuk akan terkuak semua kejahatan kemanusian yang terjadi di Papua dimasa silam hingga sekarang . Maka tidak akan terbentuk namun Komnas yang ada di Negara ini saja tidak bekerja jujur dan adil keadilan demikian segera dibentuk Pengadilan HAM dan kemanusian . Belum ada pemberdayaan Belum tersentuh.Semua isi otsus jatuh pada tangan pejabat dan kroninya .
Sementara itu menurut Edyy Calvin Wabes SH menmgatakan Belum adanya perdasi dan perdasus sebab MRP tidak memiliki Gigi sebab lembaga cultural ini diberikan sebatas memberikan pertimbangan produk hukum dari legislative dan eksekutif .Pemerintah Daerah Papua dibawah tekanan politik pemerintah pusat. Tekanan politik lebih mendominasi dalam semua lapisan masyarakat. Menyoal tersendatnya pembentukan Pengadilan Ham , Wabes menyebut Ada Pertimbangan bahwa pembentukan Pengadilan HAM serta Kebenaran dan Rekonsiliasi bertentangan UU yang lebih tinggi dan akan mengganggu stabilitas Negara . UU Otsus lebih lemah . Maka hingga kini belum terbentuk semestinya harus dibentuk bersama penerapan otsus tahun 2001 termasuk alokasi dana . DAU ,DAK dan Dana Otsus yang dibahas dalam APBD satu paket maka sulit dikontrol public.Belanja public lebih kecil ketimbang biaya aparatur .
Sedangkan menurut peserta lainnya memppersoalkan Otsus adalah embrio dari merdeka , maka ada kecurigaan terhadap pembuatan perdasi dan perdasus maka terjadi pembiaran , seakan tidak mampu membuat perdasi dan perdasus . Ada unsure pembiaran terhadap pembuatan perdasi dan perdasus . Otsus diibaratkan manusia maka kini usianya telah memasuki usia 7 tahun tingkatan SD Kelas 1 maka Otsus perlu diarahkan ke jalan yang benar, sebab hingga kini belum ada perangkat perdasi dan perdasus . Implementasi otsus itu ada pada perangkat hokum perdasi dan perdasi . Maka segera dibuat sejumlah perdasi dan perdasus . Di Negara ini ada pengadilan Tinggi dan HAM, juga ada Komnas sempat mengadvodkasi pelanggaran HAM di Papua tetapi tidak pernah astu kasuspun yang diselesaikan secara adil malahan data-data menjadi dokumen basih sampai sekarang m . Maka perangkat pendukung otsus tentang pembentuk Pengadilan HAM ,kebenaran dan Rekonsiliasi segera dibentuk . Perlu ada penegakan hokum terhadap koruptol.Pengawasan Publik dari Stakeholder mesti dilakukan . Keberpihakan dalam semua segi tidak ada maka segera dibuat perdasi dan perdasus
Yeremias Degey ,Otsus hadir dan jawaban atas 3 persoalan mendasar , selain persoalan sejarah, pelanggaran dan Persoalan . Hak Asasi Manusia serta ketidakadilan yang terjadi Di Papua. MRP tidak punya kekuasaan dan kehadiran serta kedudukan MRP tidak diakui Pemerintah pusat dan terjadi ketidakpercayaan kepada MRP akibat keterbatasan kekuasaan . Papua memiliki sejarah politik yang berbeda dengan daerah lain lalu diberikan otsus . Pengadilan HAM tidak perlu sebab akan meninabobokan masyarakat Papua dari pengalaman pelanggaran HAM yang ada di Papua . penyaluran dana bos disalurakan lewat lembaga yang terkait seperti psw, sebab sejak bos disalurkan ke sekolah langsung .sd-sd yang ada hancur gara bantuan dana –dana yang disalurkan langsung pengawasan terhadap pelaksanaan program peningkatan kesejahteraan , kemajuan sangat kurang .Yayasan tidak memiliki kewenangan mengatur dana bos dan lainnya sebab sesuai juklak dan juknis langsung turun ke sekolah. Sistem pendidikan bernuansa Papua di bangun . Pendidikan berpola asrama harus ada diseluruh Papua
untuk kejar Kualitas bukan kejar kuantitas .
Sementara itu Syukur , Aktivist LSM Sosialisasi otsus saaja belum sampai ke masyakarat bahkan hasil implementasi otsus sendiri belum tersentuh hingga ke daerah-daerah terpencil.Proses Pembuatan produk perdasi dan perdasus sekaligus sosialisasi perlu adanya keterlibatan masyarakat ( stake holder) .Masalah pelanggaran HAM akan menjadi luka barthin bagi warga sipil di Papua . Satu kasus di Enarotali beberapa waktu lalu lalu Seusai saya berbincang-bincang dengan seorang pemuda di Pasar Enarotali , pemuda itu dihajar dengan popor senjata juga sepatu laras . Kisah-kisah Kasus pelanggaran warga sipil papua hingga kini kian membekas luka bathin . Tidak ada penyelesaian yang jelas maka diperlukan pengadilan HAM serta kebenaran dan rekonsiliasi . Segera dibentuk pengadilan tersebut demi menyelesaikan pelanggaran HAM yang masih membekas di kalangan warga sipil . Hampir semua puskemas fasilitas tidak memadai.Vaksin hamper tidak terpenuhi semua puskesmas .Program Imunisasi tidak berjalan .Fasilitas kesehatan banyak digunakan demi kepentingan komersil.Distribusi fasiliatas,obat-obatan tidak sampai dimasyarakat yang benar-benar membutuhkan
Yohakim Magay , Otsus diberikan karena masyarakat Papua minta merdeka . Sekarang otsus tidak berjalan buktinya hingga saat ini belum ada perangkat hukum yang di dalamnya Perdasi dan perdasus . Kurang adanya keterlibatan seluruh komponen masyarakat dalam pengawasan implementasi masyarakat. Undang –undang diatas Undang telah nampak jelas maka walaupun akan dibentuk pengadilan HAM, kebenaran dan Rekonsiliasi tetapi tetap akan ada terus menerus ada pelanggaran HAM di Papua terkait terjadi perluasan jaringan BIN, Kodam , dan Korem juga penambahan aparat setiap tahun . Untuk itu kami minta dialog menntukan nasib sendiri .
Lalu Ibu Natallia Kobogau tokoh perempuan papua di nabire Saya tidak tau barang apa itu otonomi khusus . lalu mengapa sampai kini belum ada produk perdasi dan perdasus sebagai kelengkapan otonomi khusus. Masalah ini belum selesai muncul lagi sana-sini isu pemekaran provinsi .Ini membingungkan kami rakyat Papua . Disana kebijakan politis lebih banyak . Kebijakan Politis lebih banyak serhingga tidak ada pemberdayaan, perlindungan serta keberpihakan pada masyarakat Papua.
Namun Menurut Yefri Kalau otsus menjadi tujuan akhir maka mesti dipikirkan kembali tetapi ketika otsus ini hendak dijadikan alat sebagai mencapai tujuan maka dibuat dalam kerangka yang baik dan dikomunikasikan kepada rakyat . Kalau Otsus dilihat sebagai tujuan akhir rakyat Papua terjebak . buat apa otsus sendiri dan akan kemanakah rakyat Papua . Lebih khus lagi bila hendak membuat sebuah perdasi maupun perdasus mesti dibuka ruang untuk masyarakat mengaspirasikan . Mesti disiapkan kerangka berpikir. Kalau itu tidak dilakukan ,akan kemanakah masyarakat. Tidak keberpihakan, pemberdayaan dan peningkatan , serta kemajuan bagi rakyat Papua . Sebab banyak kasus keterpurukan dapat ditilik di Nabire . Dipasar Karang , mama berjualan di badan terminal sementara los pasar dihuni oleh para pendatang . Dibidang kesehatan, malahan jauh terpuruk sebab banyak masyarakat di daerah pedalaman belum menikmati pelayanan kesehatan ,tidak petugas kesehatan, pustu tidak ada, stok obat-obatan kosong . Dibidang pendidikan hal yang sama dialami sepeti distrik Dumadama ,walalpun sudah ada distrik tapi tidak ada SD sehingga anak-anak usia sekolah tidak dapat menyenyam pendidikan sepanjang masa . Generasi papua seperti apa yang diharapkan. Tidak ada perubahan dalam berbagai dimensi kehidupan orang tua .
Pada sisi lain Frans Tekege menilai Berbicara otsus berarti uang dan kekuasaan , sebab pelaksanaan dilapangan belum menyentuh masyarakat kecil, infrastruktur belum memadai dan lainnya . Menyimggumg pembentukan Pengadilan HAM, serta Kebenaran dan Rekonsiliasi , kata Tekege Peran Lembaga tersebut penting dan dapat dibentuk untuk menyelesaikan masalah pelanggaran HAM tetapi siapa yang akan menyelesaikan dan tingkat penyelesaiannya dimana .
Kemudian menurut Maurus Wakey Implementasi otsus gagal sebab belum perangkat aturan .yang adapun hanya baru 3 perdasi dan 1 perdasus selama 6 tahun . Ada Pertimbangan bahwa pembentukan Pengadilan HAM serta Kebenaran dan Rekonsiliasi bertentangan UU yang lebih tinggi dan akan mengganggu stabilitas Negara . UU Otsus lebih lemah . Maka hingga kini belum terbentuk semestinya harus dibentuk bersama penerapan otsus tahun 2001 termasuk alokasi dana . Eksistensi UU Otsus melemah ketika UU otsus dilahirkan kemudian pemekaran 2 provinsi muncul sebelum disusun perangkat otsus termasuk pembentukan pengadilan HAM serta kebenaran dan Rekonsiliasi .UU otsus lahir , Kepres maupun undang-undang lain muncul maka undang-undang berada pada posisi yang lemah .Dalam pembuatan sebuah produk hukum di Nabire ,perda misalnya bukan dibuka ruang untuk didiskusikan melainkan mperda yang dibuat itu dipaksa untuk orang lain menyetujui atau menyiakan lewat meminta tandatangan .Ini sesuai Pengalaman yang ada dalam pembuatan sebuah perda di daerah ini( Nabire ) . Sisi moneter dipegang oleh Pemerintah Pusat Sistem Pengontrolan Lemah sehingga wajar terjadi korupsi besar-besaran di Papua Pengawasan dari Stakeholder Kedepan Pembahasan siding APBD mengangkut DAK,DAU dan OTSUS dibahas secara terpisah
Ada Ploting dana bagi LSM yang bekerja bagi Masyarakat untuk mengontrol penggunaan Dana APBD. - Kebijakan pemerintah daerah yang tidak memihak
Tidak ada pemberdayaan atas SDA yang dimiliki masyarakat local . Kebijakan yang menciptakan sikap ketergantungan
Lalu Anton Mabel menilai Otsus dijadikan sarana Politik dan proyek raksasa buat pemerintah pusat dan daerah sebab masyarakat belum tahu apa itu otsus sendiri . Sementara mereka yang terutama para birokrat tahu tapi melalaikan tugas untuk membuat perdasi dan pperdasus Belum ada sistemm pendidikan yang siap untuk mencetak manusia Papua yang berkualitas
Apa Kata Yusak Tebay, S.Pd Akibat tarik ulur dengan pemerintah pusat maka sejumlah tugas belum diselesaikan termasuk perangkat hukum . 13 mata anggaran yang dikelola pemerinatah tetapi baru 3 mata anggaran yang terkuak seleibihnya tidak diketahui .emanuel goo( nabire)
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda