Senin, 14 Januari 2008

Menapaki Jejak Mama Dou Redempta Clara Tatogo


Kendatipun suami memangku jabatan sebagai Bupati sejak 1998 sampai 2006 lalu namun karya sang isterinya bak air tenang menghangutkan .Dimana sebagai orang harus mendampinginya namun Ia berkarya sesuai panggilan dan tugas yang diembannya abdi masyarakatnya. Selain sebagai ibu bagi keluarga juga sebagai pimpinan sebuah kantor Dinas . Tak semudah orang membayangkan peran ganda yang dipegang olehnya .Dan segala karya yang dilakukan itu patut diteladani,sebab ditengtah rutinitas keluarga kantornya juga Ia harus mengatur lagi urusan keluarga .SElain berbagai tugas dalam organisasi masyarakat sempat menjadi pucuk. Katakan Ketua Ikatan Bidan Indonesia Kabupaten Paniai,Ketua PKK Kabuapten Paniai, juga Ketua Gerakan Nasional Orang Tua Asuh dan berbagai organisasi masyarakat lainnya .
Mama Douw begitulah sebutan sapaan yang ditujukan sosok Perempuan Paniai ini . Tak lain Kalau bukan Redempta Clara Tatogo Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Paniai.Kapan saja selalu siap melayani siapapun Itulah sikap tak pernah lepas darinya .
Redempta Clara Tatogo yang ditemui media ini kediamannnya di Nabire belum lama ini( 26/06) sempat menukil perjalanan hidupnya .Perempuan kesembilan dari tiga anak ini menamatkan VVS di Epouto tahun 1962 kemudian melanjutkan pendidikannya penjenjangan kesehatan 1967 di RSUP di Holandia pada waktu itu .Karena pengetahuannya dirasa kurang mapan Ia mengambil pendidikanperawat di kota yang sama pada tahun 1972. Setelah menamatkan Program perawat ia diangkat menjadi PNS di Drepartemen Kesehatan pada 1 januari 1968.Tahun 1973 kembali bertugas daerah asalnya tepat di puskemas Enarotali, tak berapa lama lagi kembali melanjutkan pendidikan di Holandia mengambil program kebidanan karena tak tega melihat tingginya angka kematian Ibu dan anak di Paniai pada waktu . Maka dengan satu tekat untuk menyelamatkan kaumnya dan anak baru lahir, Ia berhasil menyelesaikan pendidikan program kebidanan di RSUP Jayapura pada tahun 1976. dengan berbekal pengetahuan kebidanannya perempuan kesembilan dari Almarhum Micael Tatogo dan Yosepina Tekege ini kembali bertugas di Enarotali pada tahun 1978. Pada penghujung tahun 1978 31 desember mantan Penasehat Dharma Wanita Paniai ini menikah dengan sang Kekasihnya Januarius Douw ( mantan Bupati Paniai) . Kemudian tahunn 1979 ia pindah ke Jayapura ikut suami yang waktu itu kerja di kantor Gubernur Jayapura hingga tahun 1987. Selama itu pula ia memegang berbagai Jabatan kariernya, mulai dari kepala Puskesmas Abepura . Kepala Puskemas Abepura sejak 1982-1984 . Tahun 1980 sampai 1982 penanggung jawab poliklinik KB Di KIA Abepura .
Karena suaminya dipindahkan ke Wamena pada tahun 1987 maka mantan Ketua PAI( Persatuan Anggrek Indonesia) Kabupaten Paniai ini ikut berpindah tugas di Puskemas Wamena . Di Wamena pun Ia dipercayakan sebagai penanggung Jawab KIA Wamena Kota . Sampai tahun 1993 -1994 pindah ke kantor Dinas Kesehatan sebagai Kasubsi Ibu .Karena semua pekerjaannya dinilai mengerjakan dengan baik maka Ia dipercayakan memegang jabatan Kasubdin Kesga Kabupaten Jayawijaya selama 1994 -1996 .Kendatipun dirinya merasa belum rampung segala tugas dan tanggung jawabnya , tahun 1997 harus tinggalkan kota Wamena Karena suaminya mendapat SKCarateker di Kabupaten Paniai pada medio 1998 lalu . Maka Ia bekerja dinas yang ( Dinas Kesehatan) Kabupaten Paniai . Pada tahun 1997-hingga 2004 masih dipercayakan sebagai Kasubdin Kesehatan Keluarga . Lalu karena didukung pengalaman kerja dan prestasi kerja yang baik maka tahun 2004- 2007 Ia dipercayakan sebagai Kepala Dinas Kesehatan Paniai. Dalam masa jabatan itulah Ia berhasil mendaratkan program pembangunan Rumah Sakit ter termegah dan terbesar di Daerah Pedalaman Papua . “ Saya tak tega melihat kematian Ibu dan Anak berjalan terus juga taka mau pasien di bawa keluar dari daerah Paniai sebab memakan biaya cukup besar baik transportasi, akomodasi, serta biaya pengobatan . Maka ada baiknya kita bangun rumah sendiri . “urai perempuan tiga anak ini ( Alfred G Dou, Diana Maria Trix Dou,Almarhumah, Rafaael Kobida Dou, alm)
“ Dulu tidak terpikir akan kawin dengan Bapak juga akan mendapat jabatan seperti itu tetapi itulah keajaiban Tuhan yang terjadi atas diri saya . Itu pun atas dukungan suami, orangtua juga anak- anak saya dimana dalam mememberikan pelayanan kepada masyarakat selalu siap entah kapan , dimanapun dan dalam keadaan apapun selalu utamakan pekerjaan untuk melayani pasien . Pernah beberapa kali saya sedang mengikuti Ibadah di gereja namun karena ada seorang Ibu datang meminta untuk saudaranya sedang dalam kesulitan melahirkan maka saya tinggalkan ibadah lalu pergi memberikan bantuan klinis walaupun dalam keadaan tak siap apapun karena itu Panggilan Tuhan dan diberikan kepada saya dalam keadaan apapun saya siap melayani siapun dia , entah miskin atau kaya, petani atau pegawai , atau agamna apapun. Panggilan terima saya wujudkan dalam karya dan pelayanan kepada sesama maka Keajaiban Tuhan yang kini saya alami . Maka saya mengucap syukur kepada Tuhan juga kepada suami serta orang tua saya yang selalu memberikan petuah –pertuah yang sederhana namun penuh makna yang hingga kini saya masih pegang .Hasilnya petuah-petuah yang saya pegang kini diwujudkan dalam karya pelayanan . Saya sangat berbangga juga berterimakasih mendapat suami yang yang mengerti dan mengangkat mendorong dalam mengembang tugas dan karya perempuan terutama isterinya “ urai mantan Ketua Dekranasda Paniai ini.
Mantan Ketua WKRI Jayawijaya ini masih berpegang pada petuah orantuanya yang diapresiasikan dalanm kehidupannya maupun dalam memberikan pelayanan kepada sesama . Dari sekian petuah itu , satu diantaranya yang masih dalam ingatannya tak lupa bahwa “ kiyaimanatita bagemato kiyaimanatiyakaa”( Bergaul dengan dengan orang yang sudah dikenal baik sebab lebih dari itu akan membawa ke pada dunia yang hancur “ . Petuah ini disisipkan ayahnya ketika perempuan Uwebutu ini hendak meninggalkan Kampung halamannya untuk melanjutkan studynya di kota Holandia . Petuah tersembur lepas begitu saja dari orangtuanya yang sederhana namun baginya masih terngiang dalam benak hingga kini , dan dianggap melakukan pembatasan pada dirinya namun bagi perempuan tiga anak ini menilai punya makna tak ternilai sewgala harta benda. Memang dianggap membatasi diri pergaulan dengan orang lain namun kalau keluar dari kampung halaman harus jaga diri. Bisa bergaul tapi dengan siapa saya bergaul . Bebas bergaul tetapi harus dengan siapa . Dasar inilah yang menjadi poegangan untuk menata masa depannya dan bermodalkan petuah itulah kini Clara memangku jabatan Kepala Dinas Kesehatan Kabupten Paniai. Dalam memberikan pelayanan pun tak beda jauh dengan segala petuah patra orangtua yang masih digenggam seirama jabatan yang hingga kini dipeganggnya. Dalam melayanipun tidak ada pembedaan antara satui dengan lain baik agama, suku, jenis kelamin, juga status sosial .
Sejumlah ide dari mantan Wakil Ketua PKK Kabupaten Jayawijaya ini pun sempat mendapat tanggapan dari masyarakat , seperti ibadah Oikumene dari satu kantor ke kantor, atau kumpulan ibu-ibu dalam sulam menyulam, juga kerajinan tangan lain bagi perempuan juga laki-laki sempat diusung semasa menjabat sebagai Ketua PKK Kabupaten Paniai. Cikal bakal munculnya ibadah oikumene sebulan sekali adalah mama dou dimana dirinya ikut turun langsung mengikuti ibadah oukumene,
Lebih jauh mama Dou sempat menyenang kembali lika-liku kehidupannya dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Suka-Duka pun sempat diteguk ditengah perjalanan hidupnya sebgai pelajaran bagi masa depan. Sejak jadi perawat sampai bidan tak ada pengalaman yang unik bagi dirinya, namun dua kasus dalam penanganan Ibu lahir yang sempat ditanganinya masih teringat hingga kini yang tak pernah dilupakannya dan masih tersimpan dalam benaknya . “ Sejak jadi perawat sampai bidan tidak mengalami tantangan dalam pelayanan baik selama perawat maupun waktu bidandalam menolong ibu bersalin .Hanya sewaktu tugas di Jayawijaya ,Ketika itu saya bersama keluarga hendak pergi ibadah namun karena seorang pria separuh baya bertandang ke rumah untuk meminta bantuan pertolongan darinya akan isterinya yang kesulitan dalam melahirkan anak yang ke 11. Dimana isterinya kesulitan melahirkan anak yang ke 11 di mana mengalami kesulitan melahirkan . Karena meminta bantuan darinya maka tidak jadi pergi ke gereja dan langsung ke rumah pria itu . Lalu ditemui seorang perempuan tengah berbaring di atas sebuah tikar koba-koba( tikar daun pandang ) tiada daya . Ternyata didapati seorang perempuan terbaring tak berdaya yang mengalami kesulitan melahirkan karena anak yang dikandungnya kembar . Segera perempuan ini membantu melahirkan perempuan terbaring tak berdaya ini . Dengan sentuhannya Ibu sudah melahirkan anak pertama , lalu hendak membantu anak kedua ari-ari duluanlah yang keluar, maka otomatis anak kedua yang keluar tak terselamatkan. Sementara anak yang keluar pertama dan ibunya selamat . Setelah anak pertama keluar lalu diserahkan kepada ayahnya, tidak sampai satu menit ari –ari keluar duluan sebelum anak kedua lahir maka anak tersebut tidak dapat terselamatkan .Menurut cacatabn yang ada uibu ini ada Riwayat reziko sebab selama melahirkan mengalami kematian anaknya sewaktu lahir .Namun itulah salah satu kegagalan saya dalam tugas di Wamena dalam membantu dalam melahirkan anak yang ke 11 , anak 1 lahir, ke 2 disuruh ngidam bukannya anak yang keluar tetapi ari-arilah yang keluar, sehingga nyawa anak itu tak dapat tertolong . Anak itu hembuskan napas terakhir setelah lahir dan berada ditangan saya. Anak yang pertama diselamatkan bdan anak kedua tak terselamatkan .Peristiwa kegagalan itu tidak akan lupa hingga ajal nanti . Selain kasus itu , suatu sore saya dengan keluarga duduk-duduk sembari bercengkerama di serambi rumah , tiba-tiba muncul seorang bocah sembari memberitahu bahwa ibunya telah melahirkan bayi namun ari-arinya belum keluar. Begitu mendengar itu, tanpa membawa apa-apa pergi menemui ibu tersebut dan benar adanya . Tak tunggu lama , dirinya memasukan tangannya tanpa menggunakan alat medis demi menyelamatkan nyawa ibu itu sebab dia terbaring muka pucat . Dengan uluran tangannya ,anak dan ibunya terselamatakan dari maut , Mama Dou memasukan tangannya tanpa menggunakkan alat medis apapun lalu keluarkan semua ari-ari yang terputus masuk dalam ibu tersebut . Akhirnya ibu dan anak tersebut terselamatkan . Inilah pengalaman pertama yang dialami dikampungnya sendiri Enarotali . Ada banyak kasus sempat ditangani namun kasus ini menjadi kegagalan saya dalam mennangani” kenang ketua Ikatan Bidan Indonesia Kabupaten Paniai ini.
Sebagai pelayan bagi sesama juga demi menyelamatkan nyawa manusia, kapan, dimana, dan dalam situasi apapun selalu siap melayani . Melayani bukan karena dikasih imbalan melainkan melihat itu sebagai panggilan dan talenta yang dititipkan kepada kita untuk diapresiasikan kepada sesama . Maka itu dalam memberikan pelayanan harus tanpa membeda-bedakan agama suku, status sosial, dan adat istiadat. Tugas dan pekerjaan apa pun yang lakukan titipan Allah yang mesti diteruskan kepada orang lain sebagai wujud pelayanan kasih kepada sesama . Sebagai petugas kesehatan bertugas seorang bidan , maka siap dipanggil kapan, dimanapun, dan dalam keadaan apapun untuk menjawab keluhan permohonan bantuan dalam persalinan. Saya dipanggil maka kapan saja selalu siap melayani dan menolong siapa pun. Tugas pelayanan tidak tebatas pada siang hari, malam ataupun dalam keadaaan sibuk apapun . Tidak memilih siapapun dia entah besar-kecil, kaya miskin, pegawai atau petani . Selalu siap enatah kapanpun. Itulah yang saya jalani , tak kjetinggalan topangan,dukungan,dorongan dari suami, anak-anak, juga orangtua dalam melakukan pelayannan kepada sesama . Maka terimakasih pula tak terhingga kepada semua yag mendukung dalam meneladeni semua pekerjaan pelayanan “ kenang perempuan pentolan Golkar ini .
Dari satu pengalaman ke pengalaman ditimba dari pelayanan dan pertolongan kepada sesama via tugas yang diembannya , “ Saya banyak melayani banyak orang dan lupa akan mereka , namun akan dingatkan ketika saya disapa bila ketemu , disinilah kebahagian bathin terurai di sana . Hikmah kita disitu, dimana kita ditegur” urai isteri mantan Bupati Paniai. Ketika disinggung bagaimana system pendidikan dulu dengan sekarang , Ibu tiga anak ini mengurai dengan lancar akan perbandingannya . Sekarang kita hanya kejar kecerdasannya sementara disiplin dan kualitasnya terabaikan . dimana kepintaran menjadi incaran utama sementara IQ yang sedang-sedang dilakukan pembiaran . Padahal waktu dahulu Orang yang IQ rendah alis kepintarannya sedang menjadi incaran bahkan gemblengan utama dari para guru. Kepintaran bukan incaran tetapi disiplin, jujur . Nilai ujian bukan jadi incaran dan ukuran bagi siswa “ Kalau dulu anak yang dianggap bodoh itulah yang jadi prioritas pembinaan., Pendidikan dasar tempo dulu mengejar kualitas, bina dan didik betul-betul, bukan kepintaran yang di kejar. Sementara displin kerjapun sama dimana semua displin baik waktu, maupun kerja . Walaupun fasilitas terbatas namun bekerja sepenuh hati ketimbang sekarang banyak kemudahan apalagi kini banyak pejabatnya orang Papua . Namun kini kita lihat apa kata realita. Dalam menjalani semua tugas dan tanggung jawab ini, atas semua bantuan , dukungan dan dorongan dari semua orang terutama suami dimana dalam menjalankan tugas tidak pernah mengekang, mencemburui, seperti yang terjadi pada kelurga lain . Maka pada 31 desember 2003 merupakan pesta perak perkawinan dengan sang suaminya. emanuel goo

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda