Agustina Modow.” Harus Memiliki Kantor Pemberdayaan Perempuan Sendiri “
Kehadiran bidang Pemberdayaan Perempuan di Nabire sudah memasuki usia 5 Tahun bernaung dibawah Kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung sedang kekosongan Kepala Bidang PP kini telah dijabat oleh Ibu Agustina Modow, Amd.P pada Oktober lalu. Bagaimana keberadaan Kantor Pemberdayaan Perempuan itu sendiri ? apakah harus berada di kantor sendiri ?.
Keberadaan Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan yang masih dibawah naungan di Kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung (BPMK) Kabupaten Nabire ini berbagai nada desakan mampu protes adanya Kantor Pemberdayaan Perempuan sendiri bermunculan dari kaum perempuan. Bahlan Kepala Pemberdayaan Masyarakat Kampung pun tak ketinggalan bersuara demi memperjuangkan Kantor sendiri.
“Kita sudah bertahun-tahun lamanya ada dibawah kendali kaum pria. Di era reformasi dan demokrasi pun tak ada ubahnya. Tengok saja, pemberdayaan perempuan saja masih di kawal, dikontrol dan dipimpin oleh kaum pria. Harusnya pemberdayaan perempuan kantor sendiri. Kita berada dibawah kantor pemberdayaan masyarakat kampung yang notabenenya Kepala Kantornya seorang laki-laki, itu tandanya cara pandang pria terhadap perempuan dianggap rendah, belum mampu, padahal perempuan memiliki yang potensi luar biasa yang tidak dimiliki kaum pria. Karena itu berikanlah Kantor sendiri untuk mengurus masalah-masalah perempuan, tandas Ibu Damiana Tekege SH. M. Hum belum lama ini.
Menurut Ny. L.B. Samosir Ketua PKK Kabupaten Nabire” harus ada kantor pemberdayaan perempuan sendiri agar dapat merangkul semua orang perempuan guna memberdayakan dari dunia ketertinggalan, serta merta diisi dengan segala kegiatan yang bernuansa membangun perempuan. Sebab kalau berada di bawah naungan BPMK, seakan-akan tidak berbuat sesuatu/kegiatan sebab tidak memiliki alamat sendiri. Perempuan Papua ada dan siap memimpin daerah dengan potensinya. Kita lihat di daerah lain seperti Merauke, Jayapura sudah memiliki kantor sendiri, lantas kenapa di Nabire tidak, bukan zamannya lagi semua urusan yang mampu dilakukan perempuan dibawah kungkungan pria” tandas Ibu Samosir belum lama ini.
“Supaya harkat dan harga diri perempuan Papua diangkat via pemberdayaan-pemberdayaan maka sekiranya sudah mampu mempunyai kantor senidir. Sudah banyak perempuan, yang ikut perjenjangan Spama III. Kini tergantung dari pemerintah, bila itu dianggap sebagai partner pemerintah, maka kita harap kantor sendiri. Tapi sejuh ini belum ada malahan kini terjadi perampingan atau penggabungan instansi-instansi yang ada” kata Ibu Furimbe mantan Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Nabire.
Kami minta kantor sendiri kalau masih tadah dibawah kantor lain, sama saja perempuan tidak mampu mengurus rumag tangga sendiri alias organisasi. Ada apa dibalik itu. Kita sambil menunggu kantor sendiri harus diisi dengan berbgai kegiatan yang menyelesaikan persoalan diseputar perempuan dan mengakomodir kepentingan-kepentingan perempuan, kata Damiana Tekege, SH.M.Hum Kepala Bagian Hukum Setda Pemda nabire di ruang kerjanya.
Banyak sekali figur perempuan yang dapat diandalkan, untuk memimpin kantor pemberdayaan perempuan yang mampu menyelesaikan masalah perempuan. Figur yang nantinya memimpin benar-benar mampu dan berkinerja menyelesaikan dan mengangkat harkat perempuan, dengan jalan pengumpulan data untuk menemukan masalah perempuan yang ada di Nabire. Lantas prioritaskan masalah-masalah yang harus diselesaikan. Tanpa mendata masalah yang ada di daerah ini, tidak akan menyelesaikan masalah. Prioritaskan persoalan, penyelesaian dengan koordinasi dengan organisasi perempuan yang ada di daerah ini. Dengan demikian akan teratasi sebagian masalah. Sekalipun tidak semua masalah teratasi. Kita berharap kantor pemberdayaan perempuan dipisahkan dari kantor induk BPMK agar ruang gerak perempuan leluasa supaya masalah perempuan ditanggulangi. Urai Damiana belum lama ini.
Hal senada juga diutarakan Ketua Dharma Wanita Persatuan Kabupaten Nabire, Elsi Gobay, SE bahwa di Negara ini kita sudah memiliki menteri Pemberdayaan Perempuan kemudian sebagai perpanjangan tangan dari Kementrian telah hadir di Provinsi Kantor Pemberdayaan Perempuan Papua, lantas ditingkat Kabupaten sebagai pelaksana, di Manokwari, Merauke, Jayapura dan sebagian Kabupaten lainnya sudah memiliki Kantor Pemberdayaan Perempuan (PP) dan Kepalanya. Terus di Nabire hingga saat ini belum ada kantor PP sendiri yang mengurus persoalan perempuan. Ruang kerja Kepala Bidang pemberdayaan Perempuan saja sudah tidak layak sebab ruangan sempit, sehingga tidak bebas untuk kerja atau rapat dan lainnya. Belum lagi alokasi dana yang tidak jelas, sementara kegiatan harus dilakukan cukup banyak dari Pemberdayaan perempuan untuk melakukan kegiatan harus melalui BPMK, agar tidak lagi lewat Kantor naungan Pemberdayaan Perempuan juga bebas kerja maka Kepala Bidang (Kabid) Pemberdayaan Perempuan segera menjadi Kepala Kantor PP dan keluar dari lingkungan birokasi serta patriarchi guna melakukan terobosan-terobosan masalah perempuan yang cukup komplek ini, urai Elsi yang baru dilantik sebagai ketua DWP Nabire belum lama ini.
Karena itu lanjut Elsi diharapkan berikan ruang kerja (bekas kantor Perampingan yang masih kosong) tersendiri sebagai tempat kerja. Selama ini tempat kerja saja sempit, bila dapat diberi kantor tersendiri untuk bekerja dengan leluasa, sebab banyak perempuan yang mampu dan siap bekerja dengan berbagai kegiatan bagi perempuan dengan keuangan tersendiri.
Orang memandang keadaan organisasi perempuan dan kegiatan-kegiatannya begitu-begitu saja, sehingga tak perlu diperhatikan, seakan-akan dikuasai dan diatur oleh laki-laki. Bukti bahwa Kepala Bidang PP masih berada di bawah BPKM yang notabenenya dikepalai laki-laki, dengan demikian dominasi patriarchi dalam budaya Papua.
Untuk itulah kasih kans, kewenangan, keleluasaan, dan pengelolaan keuangan sendiri kepada perempuan, sebab banyak figur perempuan yang mampu dan berpotensi memimpin Pemberdayaan Perempuan, urainya.
Kita berharap lanjut Gobay, Kantor sendiri agar program yang ada digelari segera. Bila dapat kantor-kantor hasil perampingan yang sedang mengganggur/kosong diberikan kepada Pemberdayaan Perempuan untuk melakukan aktivitas.
Ny. Welmince Ketua Pelaksana Harian Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Nabire yang ditemui mingguan ini (18/12) mengatakan kantor PP segera berdiri sendiri, agar urusan perempuan, kita urus sendiri juga tak terlalu melalui birokrasi yang panjang. Segala sesuatu harus diambil oleh perempuan sendiri. Kelihatan Budaya Kebapaan masih menguasai maka ruang gerak perempuan dibatasi. Sudah 2 tahun lalu ada persiapan kantor sendiri tapi sampai sejauh ini ternyata masih belum jelas kepastiannya. Kita tak perlu diobyekan tapi berikan kebebasankepada kami ini untuk Berdayakan diri Perempuan yang memiliki martabat yang sama dengan laki-laki. Maka berikan kesempatan untuk menata, mengelola, memimpin sendiri.
Sedangkan menurut Agustina Modow, Amd.P Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan menyatakan dari waktu ke waktu Kaum Perempuan tidak ada perubahan, kendati muncul satu-satu perempuan di berbagai lini kehidupan. Hidup perempuan tertindas, terlindas, bahkan korban dari kebijakan. Untuk mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan, bila diberi kepercayaan memimpin, berikan sepenuhnya. Saya diberi jabatan kepala Bidang Pemberdayaan Peremuan, sekarang kita upayakan kantor sendiri sebab di daerah lain sudah memiliki kantor sendiri. Diberikan kepercayaan tak perlu ragu diberikan sepenuhnya kaum perempuan mampu dan berpotensi. Kami bernaung dibawah kantor BPMK. Kunkungan kuasa laki-laki masih menguasai perempuan. Buktinya Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan berada dibawah BPMK, kalau dapat lepaskan kami dan dirikan kantor Pemberdayaan Perempuan sendiri, agar mengangkat dan melihat ketertinggalan kaum perempuan yang msih jauh di daerah-daerah terpencil, demi kesetaraan dengan perempuan lain.
Drs. Thomas Tigi Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung (BPMK) Kabupaten Nabire tempat bernaung pemberdayaan perempuan menyatakan. Keinginan ibu-ibu harus adanya kantor sendiri merupakan satu kerinduan yang ada hingga kini, sebab pemberdayaan perempuan membawahi 30 organisasi perempuan di Kabupaten dan 13 Tim Penggerak PKK yang ada di Distrik. Dengan demikian harus ada kantor sendiri agar kepentingan perempuan terurus dengan baik. Sepatutnya membentuk kantor sendiri sebab sementara masih bergabung BPMK, menanggung pekerjaan banyak baik dari Kepala Bidang Perempuan maupun bidang pemberdayaan lainnya. Maka harus ada kantor agar alokasi dana jelas dan dapat mengatur organisasi perempuan yang ada. Kalau selama itu masih gabung dengan BPMK tidak ada dana yang jels dan tahunya dana pemberdayaan yang ada di keuangan. Kegiatan-kegiatan yang seharusnya ikut terlibat dan dilakukan tapi sementara kami tampung sebab tidak ada dana yang jelas. GOW (Gabungan Organisasi Wanita) dan PKK dapat menjurus sendiri tapi organisasi yang mengontrol (Pemberdayaan Perempuan) belum ada sehingga belum terakomodir kegiatan-kegiatannya.
Kedepan pemerintah daerah harus pikirkan bahwa perlu ada kantor sendiri agar mereka dapat mendiri. Itupun tergantung dana tapi kementrian perempuan sudah ada maka di Nabire pun perlu ada kantor tersebut sebab pemberdayaan perempuan membawahi berbagai organisasi perempuan yang cukup banyak, tandas Tigi.
Kedepan lanjutnya kita akan ajukan supaya ada kantor sendiri. Inikan kita melihat banyak organisasi dibawah PP maka harus mengurus dan mengatur sendiri, sambil mencari figur perempuan yang mampu, cocok, membina dan memberdayakan organisasi perempuan yang ada. Pemerintah daerah pikirkan dan upayakan memiliki kantor sendiri, sebab kita sudah susah mengurus organisasi ibu-ibu yang cukup banyak dan belum jelas alokasi dana agar mereka mengurus rumah tangga sendiri.
Sedangkan menurut Drs. Tonny P.H. Karubaba Wakil Bupati yang dikonfirmasikan Suara Perempuan ketika menghadiri acara HUT Dharma Wanita Persatuan Nabire, mengatakan sehubungan dengan prinsip penataan organisasi di Nabire hemat struktur kaya fungsi, maka tetap berada di BPMK. Pemberdayaan perempuan pun adalah bagian dari masyarakat. Kedepan tugas dan fungsi, volume kerja dari bidang pemberdayaan perempuan semakin meluas dan bertambah banyak maka kantor pemberdayaan perempuan akan berdiri menata organisasi sendiri. Untuk sementara dibawah BPM dulu.
Ketika disinggung bagaimana dengan daerah lain yang sudah ada kantor sendiri ? Tonny menyatakan hal itu tidak masalah sebagaimana diamanatkan dalam UU 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah bahwa Pemda dapat membentuk organisasi pemerintah baik Badan atau Dinas, kantor, distrik, sesuai kebutuhan dan kemampuan daerah.
Jadi mengarah desakan adanya kantor pemberdayaan perempuan, lebih tegas menyatakan bila volume kerja, tugas dan fungsi semakin meluas, maka kedepan akan berdiri kantor sendiri guna mengangkat harkat perempuan.
emanuel goo
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda