Jumat, 22 Agustus 2008

Pengungkap Kebenaran Sejarah Nabire, Terbentur Dana Penerbitan

Yoasap Awandoi, .Pria kelahiran di kampung Yaur 16 oktober 1972 lalu ini , sudah dua tahun belakangan ini masuk keluar dari kampung yang satu ke kampung lain . Terakhir tahun 2008 ihi hasil kerja keluar masuk kampung , pulau, sempat disajikan di meja aliansi masyarakat Pesisir dan Kepulaun pada 07 juni 2008 Kalibobo namun ditilik sebelah . Hari itu dari meja Masyarakat aliansi masyarakat pesisir dan kepulauan tersaji sebuah buku Sejarah Kabupaten Nabire Dalam perspektif Suku Yerrisam, Yaur, dan Umari setebal 487 halaman . Namun semua pihak terutama pemerintah Nabire diam dalam seribu bahasa untuk menanggapinya dalam dukungan dana untuk penerbitan lanjutnanya . Pria alumni Stie Otow Geisler Jayapura berusaha meyakinkan untuk mendapat dukungan dana pemerintah namun dianggap melangkahi pemerintah . Bahkan dalam mencari data di pemerintahan sempat mendapat halangan namun akhir terampung dalam buku sejarah Kabupaten Nabire Persepektif masyarakat Yerisam, Yaur dan Umari .

Yoasap yang terlibat dalam sejumlah penentian, baik potensi kampung dan masalah sosial lainnya yang membawa dampak perubahan pada masyarakat pesisir di Kabupaten Nabire ini tak habis berpikir bila terkenadala masalah penerbitan . “ Saya berusaha menyakinkan pemerintah daerah untuk mendukung biaya penerbitan baik secara person maupun lewat lembaga , terakhir lewat peluncuran buku 1 eskamplar saja namun itupun tak dapat digubris , maka sekarang mencari sang penolong di jayapaura tetapi nampaknya sulit juga . Tahun 2008 ini target hendak cetak 1000 buku namun tidak ada biaya sehingga ini tidak terlaksana “ kata Yoasap kepada media ini belum lama ini ( 15/08) .

Jangankan sulit dalam penerbitan buku dalam jumlah banyak , peluncuran perdana dalam upaya mencari dukungan pada 7 juni lalu di KALIBOBO saja atas sumbangan sukarela dari Aliansi masyarakat Pesisir . ketika peluncuran secara antuasias masyarakat Nabire menerima hasil penelitian sebagai sebuah kebenaran tetapi dalam bekingan dana terutama dari pemerintah tak mendapat.

Awandoi menilai bahwa perubahan paradigma pembamngunan masyarakat di Tanah Papua dari sentralistik berubah menjadi otonom . Pembangunan sentarlistik yang didentikan kekauasaan mutlak yang telah mempengaruhi struktur kehidupan masyarakat secara paksa . Kekuasaan mengatur semu7a hak rakyat, baik adapt, gereja maupun kelembagaan masyarakat lainya menurut keinginan penguasa secara terpusat . “ Sejarahpun mudah direkayasa dengan alasan klasik pembaungan . Wilayah adapt dapat diatur dan pengalihan hak kesulungan kepada pihak yang tidak berhak menerimanya se3suai keinginan penguasa dan dianggap legal . hak masyarakat mayoritas dapat menjadi minoritas dan sebaliknya . Pembungkaman terhadap sejarah lokal terus dilakukan dengan memnciptakan sejarah baru oleh penguasa . Dengan menciptakan serjarah-sejarah baru oleh penguasa . Dengan demikian akibat sentralistik , masyarakat asli pemilik hak atas tanah, dan sumber daya alammnya , mengalami kerugian termasuk mengalami ketermarginalan” urai putra almarhum Keliopas Awandoi dan Dorsila Homba ini .

Dengan bergesernya paradigma lama dan masuk dalam paradigma baru p0embangunan dei Tanah Papua otonomi khusus merupakan puncak titik balik pengembalian suatu harga diri , semua rekayasa serta kekeliruan yang terjadi akibat kekuasaan harus kembali ke dasar berpijal diluruskan dengan cara pengakuan penerimaan terhadap hak-hak adat oleh semua pihak maupun suku.
Menurutnya hadirnya buku ini merupakan sebuah uji-telah dari gugu8san cerita masyarakat , tokoh adapt, gereja serta bukti-bukti secara histrotis tentang keberadaan tanah yang menjadi ibukota kabuipateN Nabire . Keberadaan tersebut dilukiskan melalui data-data dasar yang dirajut dari pemerintah daerah serta sudut pandang etnis Yerisam, Yaur, dan Umari dan refrensi ilmiah lainnya . Maka buku ini didedikasikan kepada para pemimpin pemerintah, perencana pembangunan, cendekiawan , pengusaha maupun semua komponen masyarakat asli Papua serta non Papua daan siapa saja yang berada dan hidup di wilayah ibukota Nabire dan bagi activist yang berkarya bagi Hak-hak Asasi Manusia khusunya kepemilikan hak-hak adat . Walaupun dealam upaya menaikan buku ini terkendala dengan biaya sampai saat ini“ katanya .

Yoasap tidak berkendak menyudutkan pada kelompok tertentu namun hasil karya spektakuler ini memberikan sumber ilmu pengetahuan guna menjawab kebutuhan masyarakat di papua lebih khusus bagi masyarakat Yerisam, Umari, dan Yaur agar mengenal sejarahnya , kemudian belajar untuk menghargai sejarahnya sendiri tanpa mempelajari sejarah orang lain . Sebab sejarah mencatat tentang masa lalu, masa kini dan mempertemukan masa depan . Serta “saya kira dapat dijadikan sebagai muatan lokal bagi kurikulum pendidikan di Kabupaten Nabire juga sebagai bahan pijakan dasar permbangunan masyarakat di Kampung. Keyataan bahwa tidak ada refrensi bagi mahasiswa , pemerintah baih sejarah lokal, pemerintahan maka mesti ada refrensi salah satu buku ini . Sumbangan buku ini sebagai ilmu pengetahuan . Orang bilang ada sejarah suatu kampung, atau daerah, ataupun kabupaten tetapi mana refrensinya . Siapapun yang bertugas patut nmnegetahui sejarah lokal, Zending , pemrintah Nabire . Ketika saya meminta bantuan dana penerbitan , namun Pemerintah sempat meminta untuk bergabung menulis sejarah Nabire “ kata pria tamatan SD Negeri Inpres Yotefa Abepura ini .

Kebenaran sejarah lokal tidak boleh direkayasa, karena sejarah Nabire direkayasa maka hendak dikembalikan sejarah masyarakat Nabire terutama tiga suku ini namun karena selama ini orang yang bekerja , berjuang akan kebenaran banyak pihak yang tidak dihargai, ditangtang bahkan kambing hitamkan . Namun bagi Awandoi , walaupun tak punya bekingan untuk menrbitkan buku ini , numun dengan semanngat yang menggebu-gebu dalam dalam dirinya minggu ini masuk percetakan , dengan jumlah yang terbatas . “ sekalipun jalan merayap dalam penerbitan ini hari senin ini ( 18/ 08) akan masuk di percetakan dengan jumlah yang terbatas . Sebab biaya penerbitan terbatas” kata Yoasap .
Sebuah pembohongan publik yang selama ini dilakukan kepada rakyat bahwa Peringatan lahirnya Kabupaten Nabire didasarkan pada SK Pemekaran Kabupaten Paniai, Puncak Jaya , Nabire , tahun 1996 sehingga menjadi masalah . Lalu apakah sebelum SK itu pemekaran 1996 itu belum ada pemerintahan . ”Kabupaten Nabire ini dianggap baru lahir . HUT Nabire berdasarkan SK 1996 , padahal ada sejarah perjuangan yang belum terkaver , dilihat. Buku ini hadir4 bukan untuk dipertentangkan melainkan melengkapi sejarah Nabire . Bukan bangun konflik melainkan sebuah bahan refrensi . Hanya dukungan dana pemerintah untuk menrbitkan tidak ada ” tegas pria keempat dari 6 bersaudara ini.


Orang Nabire dan Papua umumnya hidup dari budaya lisan , baru beberapa tahun belakangan ini budaya menulis buku baru mulai bangkit. Nilai budaya, sejarah lokal mestinya diabadikan , didokumentasikan . ” Nabire tidak sejarah yang jelas karena tidak ada yang menulis . Selain itu banyak cendekiawan yang turun penelitian tetapi jarang tinggalkan refrensinya . Karena tidak ada refrensi orang luarpun yang datang di Nabire mengaku orang asli Nabire . Lalu lebih ironis lagi bahwa ketidakjelasan sejarahpun dimanfaatjkan oleh orang luar untuk menulis sejarah masyarakat lokal . ” sejak 2006-2007 , saya melakukan penelitian tentang sejarah Kbaupaten Nabire dalam perspektif Etnis Yerisam,yaur , dan Umari . Saya menyadari sejarah itu penting, sehingga berinisiatif untuk menulis buku. penelusuran dan penjaringan data dalam menerbitkan buku sejarah ini dilakukan selama 2 tahun 2006-2007 . Satu tahun untuk menjaring data, kemudian tahun berikutnya mengolah dengan target 2008 terbit, namun terbentur dana .Saya tidak nemiliki biaya dan pekerjaan untuk mendukung penelitian dan penulisan tetapi akan dicetak puluhan buku dalam bulan agustus ini sambil mencari sokongan dana .Hasil kerja ini atas kerjasama dari saudara-saudara di Yayasan Emereu, masyarakat Nabire . Buku setebal 487 halaman ini saya persembahkan ilmu pengetahuan yang saya kepada masayarakat masyarakat yang punya sejarah dan membutuhkan buku ini . Berusaha berkarya dari sudut yang penuh keterbatasan dan kekurangan namun sebuah harapan terbersit bahwa akan diterbitkan buku ini dalam bulan ini walaupun jumlahnya terbatas . Kesemuanya ini akan dinilai oleh Yang Maha Kuasa ” kata pria tamatan SMA Negeri I Abepura ini .


Selama ini pemerintah mewacanakan pembangunan dalam sebuah wadah tiga tungku , pemerintah, adat dan agama namu dalam reliatas tak seperti itu . Buktinya buku ini dikaji dari tiga sudut ini tak ada dukungan dari pemerintah . Karena selama ini tidak ada refrensi sejarah Nabire maka siapa saja dapat memutarbalikkan fakta demi kepentingan . Lalu yang sadis adalah sejarah suatu masyarakat lokal ditulis oleh orang luar Papua. Patut kita berbangga tetapi orang luar mernulis menurut pemahamannya sehingga kadang kali menyimpang dari makna yang sebenarnya . ” Sejarah yang benar harus ditulis oleh anak-anak Negeri sebab orang lain menulis menurut pemahamannya . Kemudian pola pembangunan ala 3 tungku namun kalau tidak refrensi mendukung maka akan kacau . Tiga tungku harus sejajar dalam membangun negeri ini .Buku ini dibidik dari tiga sudut bidik yang selama ini membangun masyarakat . Kalau tidak ada refrensi kebenaran sejarah maka generasi dapat memutarbalikan sejarah dan fakta demi kepentingan. Dalam proses penerbitan buku ini pemerintah mestinya mendukung ,namun dalam realitanya tak ada perealisasian dana . Jangankan bantuan dana , minta-foto-foto Bupati yang pernah menjabat saja sulit didapat . Apalagi dibilang rahasia negara . Kalau tidak didukung maka akan ada generasi tanpa refrensi ” urai pria alumni S-2 Uncen Jayapura ini .

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda