Ketika Perempuan Mee Mengadu NasibDi atas Trotoar Jayapura
HARI itu Rabu 13 maret 2007, kota Jayapura diGuyur hujan dari pagi sampai sore.sehingga masyarakat enggan keluar dari rumah. Kendatipun cuaca yang tidak bersahabat,bagi Anastasia Yobee, perempuan mee yang berdiami di perbukitan Bhayangkara kompleks Dok II jayapura baru saja keluar dari rumah sambil menenteng beberapa tentengan [kantong] hasil sulamannya ditangan kiri. Sebagian lainnya gantungkan saja dilehernya. Sementara anak Balitanya dinaikkan dipundaknya turun menulusuri perbukitan. Anastasia tak peduli amat dengan cuaca yang tak bersahabat itu. Terlintas dibenaknya nekat berjualan kantong hasil kreasinya. Sebab hari itu tak seteguk thepun belum masuk dimulutnya sehingga nekatpun bersanding dibenaknya untuk berjualan kantong. Beberapa karung plastic yang dibawahnya dikeluarkan dari tasnya,lalu perempuan itu membukanya sembari memajangkan hasil sulaman diatas trotoar jalan Ahmad yani,depan kantor Bank papua jayapura . Tak lama menjaga barang dagangannya,dua perempuan yang hendak menjual barang yang samapun muncul dn menebarkan dua lembar potongan kardus,lalu menyusun beberapa noken,kantong. Sambil menjual ibu satu anak ini berkutak dengan anyaman kantung lainnya. Beberapa orang berseliwerang,tapi tak ada lihat jualannya. “Orang-orang lewat disini tapi trada yang mau tanya,apa lagi mau beli. Belum lagi sekarang kitong banyak yang jual kantong ini ”Kata Anastasia pada hari itu. Hari itu memang hanya satu gelang bermotif rasta yang laku seharga Rp 15.000,namun hari itupun habis beli beras satu kilogram tambah seikat sayur kangkung sedangkan anaknya yang merengek dari tadi utuk dibelikan pentolan hanya dapat seribu rupiah. Beginilah sepenggal kisah kehidupan Anastasia yobee.perempuan mee ditengah kota jayapura mencari sesuap nasi dengan kreasi sulaman kantung dengan berbagai motif. Bagi Anastasia yobee,yang berasal dari desa Ikebi,Distrik Kamuu kabupaten Nabire,awal menekuni aktifitas sulaman ini hanya iseng saja. Keisengan ini akhirnya menjadi kebiasaan. Ketika itu ia belum kuliah di STISIPOL silas papare jayapura. Waktu luang dimanfaatkan menyulam kantung,gelang,Tas buku. Usai membuat dia menjualnya secara sporadic,mulai dari toko yang satu ke toko yang lain. Berputar memasuki kantong yang satu ke kantong yang lain melintasi kepelabuhan laut bahkan pelabuhan udara. Tak peduli keringat bersimbah di badannya.
Ketika menekuni dan menjual hasil sulamannya ,sempat dpandang moleh teman-teman kampusnya dengan sinis .Namun dengan usaha itu,dirinya merasa puas ketika hasil kreasi dibeli atau dikenakan orang lain. Dengan usaha ini pula mampu menopang biaya kuliah,biaya kost rumah,juga kini mampu menghidupi anak dan sang suami yang masih penganggur . Kini kreasi sulaman beraneka ragam itu menjadisumber penghidupan keluarga sebab sulitnya mendapat pekerjaan. “Hasil sulaman saya sempat sampai di Negara Austrilia yang terkaver dalam sebuah dalam sebuah buku yang ditulis oleh orang Australia. Saya berbangga sekali sebab walaupun tak mendapat penghargaan yang besar,tetapi dengan dimuat hasil sulaman dalam sebuah buku itu merupakan wujud penghargaan yang tak ada bandingnya . Saya selalu lega hati dikala melihat orang lain mengenakan, memakai hasil kreasi saya. Disinilah kebahagian dan kepuasan bathin saya temui” kata isteri Herman Anouw ini. Kuliah sambil kreasi sulaman menjadi rutinitasnya .Aktivitas itu berjalan seiring mengikuti irama kehidupannya, sehingga mampu membiayai kuliah,biaya kost rumah, maupun memenuhi kebutuhan hidup” aku perempuan kelahiran Kotopa ini. Kendati tempat pemasaran dan modal pengembangan usaha menjadi kendala utama, kreasi sulaman dalam berbagai motif tetap berjalan terus sesuai perkembangandan permintaan pasar. “ Selama ini tidak pernah ada bantuan dari siapapun.Banyak lembaga memberikan janji dan harapan-harapan tapi hingga kini tidak pernah ada uluran tangan. Sebenarnya kami mau kembangkan agak lebih baik tapi modal dan tempat pemasaran menjadi soal pertama. Acapkali orang menggunakan hasilkreasinya demi mendapatkan keuntungannya. Namun hingga kini belumpernah mendapat bantuan sepersenpun daripihak manapun .Saya melakukan kreasi dengan mandiri dalam keuangan, usaha maupun tempat memasatrkan ,walaupun diera otsus. Kitong pu orang papua banyak pejabat, tetapi selama ini trapernah fasilitasi untuk pasarkan kitong pu usaha ini “ . Usahan semacam ini sebetulnya memilki prospek yang cukup yang menjanjikan . Dinas Pendidikan danPengajjaran Prop.Bagian PLS, Dinas KOP dan UKM pernah mengunjungi usah ini tapi tra pernah ada dukungan satu pun. Hasil pemasaran terbukti banyak peminat tapi tra mampu memproduksi dalam jumlah banyalk sebab trada dana yang kontuinyu. Selama ini hasil jualan dijadikan modal usaha tapi hasil jualanpun habis hari itu untuik memmenuhi kebutuhan hidup, sehingga memupuk modal dasar agak susah ,sumber satu-satunya untuk memnuhi kebutuhan hidup dengan peluang kerja yang tak menentu ,” urai perempuan alumni SMP YPPK Moanemani ini . Ketrampilan menyulam ini tidak pernah ikut kursus atau pelatihan dari orang lain, tetapi dia belajar secara otodidak sejak duduk di bangku kelas III SD Moanemani . Ketika itu Ia belajar menyulam dengan tali yang diambil dari rerumputan denganjarum dari kayu . Jauh sebelum masuk SD pun biasanya Dia belajar dari tali Sak Semen, ketika ikut ayahnya Paulus Yobee yang kesehariaannya sebagai tukang sambil bermain dengan teman-teman sebaya Ia belajar menyulam kantong. Mulai dar inaluri menyulam sejak kecil itulah keahliannya semakin di[poles kreasi tersebut bersama perkembangan dirinya . Aktivitas menyulam anak ketujuah dari 10 saudara ini dinikmatinya sebagai profesinya yang dapat meno[pang hidup keluarga disamping suiami yang masih sulit mendapat pekerjaan . Maka disinilah anstasia beserta teman-temannya sulaman menjadi alternative pekerjaan yang dapat menopang kehiduipan kelauarga . Annastasia masih ingat kecintaan awal pada kreasi anyam menyanyam ini bahwa kantung pertama yang diproduknyaa sempat hadir di Negara Kangguru. Karya Perdana sempat diborong seorang peneliti dari Australia yang terakhirnya diabadikan dalam Buku yang nditerbitkan pada trahun 2001 lalu. Awal mula tercipta kantong bergambar bintang kejora adalah hasil sulamannya yang kini bantyak orang menjiplaknya. Dan anas pun kenang ketika pertama kali jual kantong berlambamg kejora, seorang paitua datang lihat lalu dia menangis lama sekali sembari memegangi kantong . Ketika ditanya” Kenapa paitua menangis?” . Kata paitua” ternyata orang Papua bisa gambar kantong berbintang kejora e…..”.
Anyaman noken ataukantong bergambar bintang kejora ini terinspirasi lewat mimpi . Awalnya memang sempat sulit menyulam, namun berkat keulu=etan belajar untuk mencari motif baru diatas sulaman benang maniula. Maka akhirnya mampu memproduk 10 Buah kantong sekali8gus. Hasil itulah yang sudah diabadikan dalam sebuah buku terbitan di Australia . Kini ide ini dicontohi oleh orang laoin dan marak diojiplak oleh public “ urai anas membuka kembali suka duka menekuni usaha ini. Sejak saat itu orang mulai datang belajar berbagai motif anyaman yang dihasilkan termasuk kantung berbintang kejora . Orang datang meniru motif-motif yang dihasilakan bernuansa ke-papua-an. Nampak tercipta tifa, burungf paradise, pulau papua dan lainnya . Kebanyakan orang terutama para pesulam yang telah belajar darinya menyeb8ut anastasia sebagai perintis sulaman berbagai motif di Jayapura, Sebab cikal bakal usaha danjualan ini adalah dirinya . Maka, wajar bila kini Ia memimpin kegiatan Belajar masyarakat Anyaman Koteka Moge Jayapura yang terletak di perbukitan Bhayangkara RSUD Dok II Jayapura . Bebrepa ibupun sempat mengakui bahwa mereka bersyukur karena dengan usaha sulaman ini sangat membantu kehidupan keluarga , sebab hanya berharap gaji dari suaminya memang tidak mencukupi. Anastasia yang memilih tidak mau menjadi PNS itu mengatakan dengan usaha ini saya bisa menjamin keluarga apalagi dengan kreasi ini saya dihargai lewat pembelian dan pemakaian hasil kreas , ketika saya melihat oirang lain pakai kreasi saya maka disanalah ketemu dengan rasa kebanggaan kepuasan bathin. Hanya saja, tidak ada topangan modal maupun fasilitas pemasaran. Patut diakui pula, kendatipun saya berjalan ala sporadis , alaumni SMA Adhiluhur Nabire ini,sempat membagi ketrampilan menyulamnya kepada peserta Pertukaran Pemuda Se Indonesia Di BPG Kotaraja Abepura Jayapura 2006 lalu . “ Berkeinginan besar hendak menaikan tiras usaha ini, tapi trada topangan bantuan dari maupun fasilitas pemasaran .” ujar nya penuh harapan ketika ditemui media ini di kediamanya yang sekaligus pusat kreasi sulaman Khas Papua di pinggiran Kota Jayapura . Emanuel Goo
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda