Minggu, 30 Desember 2007

Potensi Kepemimpinan Tradisioanal Masyarakat Papua

Oleh
Emanuel Goubo Goo




Masyarakat papua terdiri dari berbagai etnis yang berjumlah + 253 kelompok etnis.Setiap kelompok etnis memiliki sistim kepemimpinan tradisional tertentu dan menampilkan sifat-sifat yang pada satu sisi memiliki persamaan dan pada sisi lain memiliki perbedaan-perbedaan. Dalam disertasi DR.J.R.Mansoben,MA secara gamlang membagi 4 tipe sistim pemimpinan tradisional alias local dipapua,diantaranya, sistim kepemimpinan kepala suku,sistim kepemimpinan kerajaan,sistim kepemimpinan pria berwibawa,dan sistim kepemimpinan campuran.
Bila ditinjau lebih jauh dari keempat tipe sistim kepemimpinan tradisional yang tersebar dipap[ua ini,banyak memiliki ciri-ciri spesifik yang memperjuangkan kesejatrahan umum,menegakkan keadilan dan kebenaran,serta menjaga keselamatan bagi warganya. Lantas sistim kepemimpinan formal masuk kedalam sistim kepemimpinan tradisional,maka terjadi dualisme kepemimpinan didalam masyarakat,timbul pertanyaan dampak apa yang diterima oleh masyarakat,atas berbaurnya sistim kepemimpinan tradisional alias local dengal kepemimpinan formal.
Awal kehadilan atau masuknya sistim kepemimpinan formal yang dibangun oleh pemerintah belanda dan Indonesia ini,telah terjadi kenangan dalam-dalam sistim kepemimpinan local, sehingga terjadi pula dualasmapemimpinan antara local dan formal yang dalam berimbasnya kebingugan dalam masyarakat tradisional. Disinilah awal pengujian legitimasi kepemimpinan tradisional dan sistim keterpimpinan local yang adalah telah ada legalitas atas cirri-ciri dan kenabilitasnya dalam alinea perpolitikan dimasyarakat.sememtara kepemimpinan fomal diterim dan akui begitu saja tampa adanya suatu pengunjian regetimasi,karena suatu hal baru yang berasal dari pemerintah.
Kepemimpinan tradisional yang telah lama hidup dan berkembang dalam masyarakat Papua mulai tergeser dengan kehadiran kepemimpinan formal yang diturunkan oleh pemerintah Belanda ataupun Indonesia yang diplementasikan melalui program pembangunan Desa,Kecamatan,Kabupaten,dan lainnya,sehingga otomatis pula pemimpin-pemimpin local tergeser dan mulai menyaksikan kepemimpinan I formal[Desa,Camat,Bupati,Gubernur,DPR dan lainnya dengan implementasi program,sementara kepemimpinan local implementasinya dengan kapabilitas yang dimilikinya lebih cenderung mengutamakan kesejahteraan warga,kesejahteraan warga,kesemuanya dilakukan dengan nurani yang polos tanpa ambisi radikal menjadi pemimpin local. Lain halnya dengan system kepemimpinan formal [Desa,Camat,Bupati,DPR,dan lainya].selai syarat dengan ambisi naik ke level yang lebih tinggi,juga mencari masa melaui korupsi,kolusi dan nepotisme.
Sistem kepemimpinan formal yang telah bercokol hingga kedaerah terpencil ini telah terjadi perubahan-perubahan radikal,yakni semakin menyempitnya ruang gerak peranasn took-toko tradisional,karena mereka tidak diperhitungkan lagi dalam implementasi program pembangunan didaerah kekuasaannya,sehingga tidak mengherankan bila terjadi penyimpangan-penyimpanggan yan merugikan rakyat kecil,disana sini saja kasus korupsi diatas program pembangunan yang diimplementasikan,yang pada ujung-ujungnya hilang mosi masyarat terhadap system kepemimpiana formal baik ditingkat desa,hingga pemerintah pusat sekalipun. Disini banyak kasus yang dapat kita lihaat,dana IDT,Bangdes,PPK,ditingkat desa,misalnya banyak warga desa tidak menikmati dana-dana bantuan tersebut,yang tragisnya dinyalir dana-dana tersebut jatuh ditangan kepala desa dn aparat Camat,dan lain-lainnya,sehingga apatisme pembangunan yang terjadi disana. Hanya sebuah kasus kecil dalam system kepemimpinan desa,belum kasus besar lag yan terjadi ditingkat kabupaten,propinsi,bahkan pusat.berkaitan dengan ini Drs.Mieke sehousen dalam sebuah hasil penelitian mengatakan “Tidak mengheraankan hal ini bukanlah gejala yan
Baru.Ia menyebut kesulitan dalam melaksanakan langkah-langkah pemerintah jika kepala desa tidak disenangi:kemudian penduduk desa ,dengan perlawanan pasif,sekalipun merugikan ini”. Disinilah legitimasi system kepemimpinan diuji dimata rakyat,baik itu kahadiran aparatur pemerintah sebagai pemimpin formal implementasi program.
Sistem kepemimpinan tradisional telah tergeser dengan adanya berbagai transformasi termasuk system kepemimpinan formal yang merakyat dimana-mana.lantas dengan adanya pembentukan majelis rakyat papua,kasak-kusuk membicarakan,tokt lokaal sebagai salah satu pilar dimeja tersebut,pada hal beberapa decade lamanya tokoh local diposisikan hanya sebagai penonton bahkan tak perna dilibatkan dalam implementasi program alis proyek pembangunan,yang semestinya dialah yang memiliki pengaruh dimasyarakat.apabila kalaupun nanti majelis rakyat papua mulai diisi,percaya atau tidak akan muncul tokoh-tokoh local gandungan alias aspal [Asli tapi palsu ]yang mengaku dirinya tokoh dari suku ini atau suku itu,sementara tokoh pemompin berkualitas masih jauh berada dibalik gunung,lembah ataupun dipinggiran pantai,karena telah digeserkan sebagai pemimpin local dengan adanya kepemimpinan formal.dan juga pemimpin local diadakan yang muncul sepperti itu telah terkontaminasi dengan kepemimpinan formal yang penuh dengan kebobrokan,sehingga perlu pengujian criteria-kriteria legitimasi dan kapabilitas perpolitikan tradisional dimasyarakat.bila seorang mengakui dirinya sebagai tokoh adapt atau sejenisnya guna memperoleh jabatan anggota majelis Rakyat papua atau untuk memperoleh sesuatu,maka perlu dipertanyakan legitimasi dan kapabilitas dia sebagai tokoh masyarakat alias pemimpin local dari suatu etnis,baik yang mengakui sebagai bobot,tonowi,ondofolo,kayepak,kain,nagawan ,sonowi,membri,dan lainnya,sehingga diakui ketokohannya. Untuk itu perlu legitimasi dari masyarakat sebagai seorang tokoh,sebab dengan berbagai perubahan sosial budaya yang berubah cepat itu secara otomatispula telah berubah ketokohan yang sebenarnya demi memperjuang dewasa ini keakuan toko local telah terkontaminasi dengan kepemimpinan formal yang penuh dengan politik kotor dengan berorientasi untuk mencari kepentingan pribadi mengorbankan rakyat kecil yang tarah tau apa-apa.sebab pemimpin local dari suku-suku bangsa yang ada dipapua telah diuji dan memenuhi criteria serta memiliki kapabilitas dimasyarakat,sehingga ketokohannya mendapat legitimasi dari pendukunnya,hanya saja mereka tersebar dikampung-kampung terpencil.
Dari uraian ini,ditarik simpulannya bahwa legitimasi kepemimpinan formal telah menggeserkan posisi tokoh masyarakat,sehingga berubah pada kegoncangan dan ancaman system kepemimpinan local,selain itu dengan adanya kepemimpinan formal meninggal preseden buruk bagi warga dengan mencermati penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pemimpin formal,juga terjadi dualisme kepemimpinan yang berimbas pada apatisme masyarat terhadap berbagai implementasi program pembangunan karena masyarakat mengakui kepemimpinan local.bersamaan itupula terjadi perpecahan solidaritas sosial yang ada sejak leluurnya,serta telah membatasi ruang pemimpin local,pula kepemimpinan formal telah mematikan kreatifitas masyarakat dalam usaha-usaha produktif ,yang ujung-ujungnya kini mereka mengharapkan bantuan [beras JPS,Beras Miskin alias raskin,bantuan kukesra,dan lainnya] dari pemimpin formal yang hanya membuka peluang kepada masyarakat mengharapkan bantuan lagi,yang tahu-tahunya pemerintah [pemimpin formal]pun meminjam bantuan luar negeri[padahal diapun trada apa-apa].
Disinilah imbas dan problematika dari system kepemimpinan formal, sementara kepemimpinan local telah sirna bersama waktu, yang kini tinggal hanya nama atau konsep” Tonowi,Ondofolo,Kain,Sonowi,Kayepak,Tesmaypit,Bobot, Nagawan,dan lainnya,sedangkan isi atau ciri dan kapabilitas tarah tau entah kemana perginya.
Akhirnya,bila kursi majelis rakyat papua mulai dibagikan,maka jangan lupa sisikan pemimpin local yang ada dikampung-kampung,baik itu dibalik gunung,lembah,pesisir,pantai,daerah aliraan sungai,daerah rawah dan lainnya.perhitungkan pemimpin local sebab dia mempunyai pengaruh yang sangat kuat dimasyarakat juga mengetahui keberadaan masyarakat serta memperjuangkan segala aspirasi dan kesejahteraan warganya.

Penulis Adalah Koresponden Suara Perempuan Papua Tinggal di Nabire

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda