Selasa, 01 Januari 2008

Ketika Jalan Raya Jadi Pasar Warga Distrik Ikrar ?

Sudah belasan tahun masyarakat distrik Ikrar berjualan di Sepanjang Poros Trans Papua KM. 207. Kondisi sangat rawan akan kecelakaan lalu lintas kendaraan yang melintasi sebab warga berjualan sepanjang kiri-kanan jalan .
Sekitar pukul 7.30 hari selasa juni lalu Ibu Bonata Dumupa warga Kampung Godide distrik Kamuu utara baru saja sudah keluar dari rumahnya sambil menenteng beberapa ikat daun bawang dan seledri menelusuri payau sekitar berjarak 4 KM menuju pasar beratapkan langit yang terletak di sepanjang jalan poros KM 207 trans Papua . Ibu Bonata menebarkan sebuah koba-koba( Payung asli) lalu mengeluarkan beberapa ikat sayur bayam, seledri juga bawang daun di sebelah badan jalan raya Trans Papua . Hari mulai menanjak siang , warga kian banyak untuk melakukan transaksi maupun yang sekedar datang menyaksikan pasar yang berjualan di jalan raya trans Papua KM 207 . Tidak sebuah mobil L-200 alias estrada muncul dari kejauahan maka warga melakukan jual-beli juga sekedar bercemgkrama dengan harus menyingkir . Hal ini bukan kali ini saja , namun terjadi berulang kali . Aneh tapi itulah realitas yang harus dialami oleh masyarakat distrik Kamuu Utara setiap hari pasar (selasa, sabtu) . Hal itu terjadi karena hingga kini belum adanya pasar yang permanent untuk masyarakat melakukan berjualan . Kondisi aktivitas transaksi ( pasar) di distrik Ikrar sangat rawan akan lakalantas ( kecelakaan lalu lintas ) sebab warga berjualan di sepanjang jalan raya . Ketika kendaraan roda dua maupun roda empat melintasi, pengunjung pasar harus menyinggir . Hari itu pengunjung pasar memadati badan jalan raya sepanjang 2 KM . Para pejual menjajahkan barang dagangannya diatas tanah tanpa adanya alas, ada yang beralaskan daun ala kadarnya, ada pula membentangkan diatas sebuah nokennya, ada juga diatas koba-koba ( payung dari daun Pandang ) . Sudah belasan tahun sejak Distrik ini dimekarkan dari distrik Induk warga ikrar berjualan disepanjang jalan . Awalnya berjualan dilapangan upacara ( sepak bola) namun karena dibangun kantor distrik maka pindah berjualan disepanjang jalan raya . Hal tersebut berjalan hingga hari ini . Mereka berjualan beratapkan langit , berlantai tanah . Tak peduli terik matahari mengenyat kulit pun mereka berjualan . Rata-rata kaum perempuanlah yang lebih baanyak melakukan aktivitas transaksi di pasar ini . Sementara kaum laki-laki mengunjungi pasar hanya sebatas bercerita di pasar atau mengurus perkara .
Menurut Sekretaris Distrik Germanus Goo yang diitemui media ini di ruang kerjanya belum lama ini ( 14/ 06) mengatakan pihak distrik turut prihatin dengan keadaan pasar yang sebab sudah bertahun-tahun lamanya masyarakat berjualan di bawah terik matahari seperti menjemur pakaian . Selama itu pula sudah berulang kali pihak distrik telah mengajukan program pembangunan gedung pasar namun tidak pernah terealisir .Baru tahun anggaran 2006 proyek pembangunan pasar tetapi itupun hanya 2 los tanpa meja jualan . Dua gedung ini tidak bisa menampung seluruh penjual, 10 hingga 20 warga sementara pensuplai lainnya tidak tahu akan menjual dimana lagi . Los pasar yang telah dibangun dengan menelan miliaran rupiah itu hanya dibangun 2 los tanpa perlengkapan pasar baik meja jualan , dan lainnya. Kontraktor tidak mengerjakan dengan baik padahal dana yang dikantongi cukup besar .Apalagi kualitas dari bangunan saja sangat diragukan . Sementara belum digunakan saja kayu sudah mulai lapuk juga lantainya saja sudah mulai berlubang-lubang. Ini belum lama dibangun , kalau saja satu tahun lewat mesti dibangun kembali sebab los pasar sudah rusak tanpa bentuk .
Kapasitas los sangat tidak mampu menampung seluruh penjual yang ada di distrik, sebab tempat satu-satunya mereka pasarkan hasil produksi . Selama mereka berjualan di sepanjang jalan raya saja bertumpah ruah hingga mencapai 4 KM dengan jualannya . Mereka hendak jualan ke Enarotali atau ke Nabire harus keluarkan ongkos tranportasi yang cukup besar maka jalan satu-satunya adalah pasar Idakebo . maka bila ada program untuk dibangun pasar tak perlu setengah-tengah namun mesti dikerjakan secara menyeluruh . “ 2 los pasar yang dibangun dengan anggaran tahun 2006 ini sangat tidak memenuhi standar bangunan sebab tidak dilengkapi dengan fasilitas pendukungnya, apalagi jumlah penduduk yang cukup besar . Ditambah lagi annimo masyarakat local cukup besar. Nammanya kalau hari pasar , penjual itu berjubel hingga memakan 4-6 kilometer . Maka 2 los tersebut sangat tidak seimbang dengan jumlah penduduk yang ada di distrik ini teristimewa penjual “ urai Germanus.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda