Selasa, 16 September 2008

Sedang Terjadi Proses Pembiaran Penanganan

Wabah penyakit muntaber yang menimpah rakyat Papua di Lembah Kamuu sejak tanggal 6 April 2008 telah menyebabkan 76 orang meninggal dunia. Selain itu puluhan lainnya mengalami sakit parah hingga hampir meninggal dunia. Penyakit itu cukup menggegerkan karena dalam sehari saja lebih dari dua orang meninggal dunia.
Ironisnya lagi tidak ada kepedulian dari Pemerintah Indonesia di berbagai tingkatan pemerintahan. Karenanya tindakan ini dinilai sebagai sebuah tindakan pembiaran rakyat Papua secara sistematis .
Untuk menjelaskan merebaknya penyakit itu, penyebab dan motif, serta harapan dari mereka yang menjadi korban, Koresponden Suara Perempuan di Moanemani sempat mewawancarai Ketua Klasis Kamuu Timur sekaligus tokoh masyarakat Kamuu, Pdt. Yehezkiel Gamopode Dumupa di kediamannya pada tanggal 12 Juni 2008.
Berikut petikan wawancaranya:

Apakah benar telah terjadi wabah muntaber di Lembah Kamuu?
Iya. Wabah muntaber telah dimulai sejak tanggal 6 April di desa Idakotu, distrik Kamuu. Sementara di wilayah Kamuu Utara dimulai sejak tanggal 2 Mei yang menjangkiti masyarakat di desa Ekimani. Setelah itu dalam bulan Juni wabah yang sama juga menjangkiti masyarakat Godide (Komoubutu), Duneugi-Tekekogo, Idakebo, Mogou, dan Dogimani. Jadi, benar-benar terjadi wabah tersebut. Ini benar-benar nyata.

Menurut Anda, apakah ini sebuah wabah biasa?
Tidak. Ini sebuah wabah penyakit yang sangat luar biasa dan aneh bagi rakyat Lembah Kamuu.

Alasannya?
Penyakit ini belum kami lihat sejak nenek moyang kami. Hanya tiba-tiba muncul tahun 2008 ini.

Jadi, kira-kira apa dan siapa yang menyebabkan penyakit ini terjadi?
Menurut penilaian rakyat, sesuai dengan pengalamannya penyakit ini disebabkan oleh barang-barang jualan para pedagang yang didatangkan dari luar Papua.

Apakah barang-barang itu berpenyakit?
Barang-barang itu jelas berpenyakit. Misalnya, ayam potong (sering disebut “ayam kulkas” – red.) dan barang-barang lainnya yang yang didatangkan dari luar Papua. Barang-barang itu ada yang telah lewat masa berlakunya, sementara yang lainnya disuntik formalin dalam dosis yang tinggi dan membahayakan nyawa manusia. Kami bias merasakan itu lewat bau yang muncul dari barang-barang dagangan itu.

Apa indikator Anda mengatakan barang-barang dagangan itu berpenyakit?
Sebelum tahun 1960 seluruh rakyat Papua bebas makan dan minum apa saja tanpa masak dengan cara modern. Nenek moyang kami hanya cukup masak dengan cara bakar atau barapen, tetapi mereka tidak mendapatkan penyakit yang mematikan seperti sekarang. Mereka juga tidak mandi bertahun-tahun dan tidur di dalam abu tetapi tidak pernah dapat penyakit. Masak dan makan tanpa mencuci tangan, tetapi tidak pernah sakit. Semua ini menjadi indicator bahwa rakyat Papua di masa lalu tidak pernah dimusnahkan oleh penyakit. Penyakit yang ada sekarang ini didatangkan dari luar Papua, termasuk oleh pemerintah negara Indonesia.

Apakah ini boleh dikatakan sebuah upaya yang disengaja ?
Ya, kami menilai ini sebuah tindakan yang disengaja untuk menghambiskan atau membasmi rakyat Papua. Ini jelas sebuah tindakan genosida. Pemerintah Indonesia pura-pura mencintai orang Papua, padahal mereka selalu berpikir lain, bicara lain, dan praktek lain. Praktek mereka adalah membunuh rakyat Papua. Kami dengan tegas menghimbau kepada pemerintah Indonesia, para pedagang non-Papua, dan semua pihak yang bermaksud jahat terhadap rakyat Papua agar segera sadar dari tindakan biadabnya.

Jadi, siapa yang melakukan semua itu?.
Karena mereka ingin mengambil kekayaan alam yang ada di atas tanah Papua. Mereka tidak pernah dan tidak akan mencintai orang Papua, karena mereka hanya mencintai kekayaan alam Papua. Buktinya, orang Papua dibunuh dari hari ke hari, para transmigran dan imigran gelap didatangkan dalam jumlah yang besar tanpa meminta persetujuan dari para pemilik tanah Papua. Jadi jelas, pemerintah Indonesia sedang menjajah orang Papua.

Di satu sisi adanya pedagang yang jual barang kadarluarsa dituduh sebagai penyebab dari wabah ini, tetapi di sisi lain paling tidak ada niat baik dari para kepala distrik untuk menghentikan wabah ini. Komentar Anda?

Kami lihat pemerintahan Distrik dan kepala Puskesmas belum memberikan perhatian serius kepada masyarakat yang sedang mengalami wabah penyakit itu. Para kepala distrik dan stafnya jelas tidak duduk di kursi atau tempat kerja, para petugas medis tidak bekerja tiap hari dan hanya mengurus keperluan pribadinya saja. Mereka semua tidak melayani masyarakat dengan baik. Mereka tidak mengurus manusia, tetapi hanya mengurus keperluannya saja. Pemerintah Kabupaten Nabire omong kosong dengan pilar pembangunan yang selalu dikampanyekannya, terutama pilar kesehatan. Pemerintah Nabire tidak memberikan perhatian terhadap wabah ini dan penyakit-penyakit lain yang menimpah rakyat. Artinya, pemerintah sama sekali tidak membutuhkan orang-orang yang menjadi korban akibat penyakit ini. Kami ingin bertanya apakah bapa-bapa ada perhatian atau tidak? Apakah pemerintah melihat atau tidak? Harus diingat, Anda harus bertanggungjawab di hadapan manusia dan di depan Allah Pencipta.

Melihat kejadian ini, apa tindakan Anda?
Saya jelas bertindak tegas dan menghimbau dengan sangat agar bapa-bapa dan anak-anak putra Papua agar tolong melihat dan memantau dari dekat dan mengangkat rakyat yang sedang ditenggelamkan dan dibasmikan oleh wabah penyakit ini. Anda harus memikul amanat yang diberikan oleh Allah Maha Pengcipta ini. Kepada siapa saja agar semua keluh-kesah dari rakyat Papua ini agar disampaikan kepada siapa saja yang berkehendak baik bagi manusia. Ini masalah kemanusiaan, maka ini bukan urusan pemerintah Indonesia di tingkat kampung, distrik, kabupaten, propinsi atau pusat tetapi ini tanggungjawab manusia semesta. Karena itu, campur tangan semua pihak sangat diperlukan tanpa dibatasi oleh batas negara dan batas-batas omong kosong lainnya.

Kira-kira sudah berapa korban akibat penyakit ini?
Distrik Kamuu Utara, yaitu desa Duneugi 3 orang, desa Idakebo 3 orang, desa Ekimani 9 orang, desa Mogou 2 orang, desa Godide 1 orang, desa Ekemanida dan Idakotu 42 orang, desa Dogimani 2 orang, dan desa Bukapa 1 orang.

Ini jumlah yang sangat banyak, apakah sudah ada penanganan terhadap masalah ini?
Masalah ini kini sedang ditangani oleh Tim Kesehatan OXFAM. Para tenaga medis ini didatangkan oleh pemerintah kabupaten Paniai dan para petugas kesehatan Kabupaten Paniai. Kedatangan mereka diawali dengan keberangkatan saya ke Enarotali setelah kematian tiga orang anggota keluarga saya pada tanggal 3 Juni dengan biaya Rp. 700.000,-. Ketika itu saya langsung naik ojek ke Enarotali untuk mencari bantuan kesehatan agar rakyat Lembah Kamuu dapat diselamatkan. Karena mereka adalah para tenaga medis internasional, maka Tim OXFAM bersama petugas kesehatan di kabupaten Paniai bersedia menangani penyakit ini. Kini para tenaga medis ini sedang mengelilingi desa-desa di Lembah Kamuu untuk mengadakan pengobatan.

Apa harapan Anda ke depan?
Saya harap ada perhatian dari luar negeri dan dari dalam negeri berdasarkan nilai-nilai kemanusiaa yang luhur. Jika tidak, rakyat Papua akan habis dalam waktu sekejap saja.

Anda sempat mengatakan ini tindakan genosida. Lantas apa tindakan yang harus diambil oleh rakyat Papua ?
Karena Pemerintah Indonesia sedang menghabiskan rakyat Papua, maka kami tokoh gereja dan tokoh masyarakat dengan hati nurani meminta kepada siapa saja agar dapat mendukung perjuangan kemerdekaan Papua untuk menyelamatkan orang Papua. Rakyat dengan sungguh-sungguh tidak mendukung pemerintah Indonesia poro (suka makan – red.) uang dan suka mementingkan diri sendiri.



Pak Pendeta, karena wabah ini keluarga Anda habis, bagaimana perasaan Anda?
Ya. Selain keluarga saya, puluhan orang mati karena penyakit ini, puluhan lainnya sakit. Juga ribuan rakyat Papua telah dibantai oleh militer Indonesia. Ini kenyataan. Ya, negara punya uang, negara punya kekayaan, tetapi darah keluarga saya dan rakyat Papua harus dibayar dengan kemerdekaan Papua. Saya sangat puas dengan bayaran itu.. emanuel goo

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda