Selasa, 01 Januari 2008

Adakah Sekolah Khusus Bagi Perempuan ?

Paulina Goo" Harap ada sekolah Khusus perempuan "


Kendati berada dibawa kunkungan dominasi laki-laki .Perempuan yang satu ini mampu menembusi sekat-sekat budaya patriarkhi yang mengiikat ruang gerak. Karena tidak dihargai bahkan selalu diremehkan kaum laki-laki tetapi Ia jalan terus merangsek apa yang menjadi haknya . Bahkkan dirinya terlintas nekat merajut sekolah dasar yang yang tenaga pengajar semuanya perempuan mulai dari kepala Sekolah sampai muridnya bila perlu .” Karena tidak bisa tahan dengan perlakuan yang dilakukan atasan yang juga laki-laki maka saya sempat menawarkan ide itu pada PSD(Penilik Sekolah Dasar) . Sebab saya lihat mulai dari kepala sekolah sampai Kepala Dinas dikuasai oleh kaum laki-laki. Mereka anggap kami tidak mampu, lemah padahal kami mampu hanya tidak diberikan kesempatan untuk memimpin. Sekarang banyak perempuan yang sudah menunjukan kemampuan yang jauh lebih dari laki-laki. Gagasan sekolah bernuansa perempuan diusung bukan tanpa dalih ,dimana laki-laki jarang menghargai kami sebagai perempuan yang sederajat . Sepanjang sejarah perjalanan sekolah-sekolah dasar yang ada di daerah Pedalaman ,Kepala Sekolah selalu dijabat kaum laki-laki sekalipun ada perempuan yang kualitasnya lebih dari laki-laki serta memenuhi persyaratan kepangkatan ” kata Paulina Goo Kepala Sekolah SD Inpres Muniopa distrik Kamuu kepada media ini. Tirai Patriarkhi sedikitnya mulai terkoyak ,ketika Ibu Guru Paulina Goo salah satu Perempuan Mee yang menjabat sebagai Kepala Sekolah Dasar Inpres Pona di Muniopa distrik Kamuu. Semenjak itu pula perombakan dari bawa Ia merealisasikan. Katakanlah jabatan Ketua kelas diberikan kans seluas-luasnya kepada siswi sebagai kader masa depan keluarga, masyarakat,gereja,sebab perempuan lebih mampu memimpindab bertanggung jawab terhadap tugas yang diemban ketimbang laki-laki. Hanya alumni SPG Taruna Bakti Waena angkatan 1985 ini prihatin dengan jumlah siswi yang ada di sekolahnya lebih sedikit daripada dari siswa laki-laki. “ saya menyesal jumlah siswa perempuan sedikit dari laki-laki,sebab selain dikawinkan dibawah umurjuga dipaksa kawin oleh orangtua, memperalatkan dia jaga anak,kerja kebun,bantu di rumah, serta pengaruh lingkungan lebih besar menjerumuskan kepada kenakalan remaja” urai isteri anton Dogomo ini.
Nyaris setiap pertemuan yang digelar oleh kaum laki-laki entah di gereja,sekolah, di desa maupun di masyarakat dirinya selalu tampil berbicara mewakili kaumnya yang tak bicara banyak guna mengurangi asumsi perempuan itu lemah ,kecil,dantidak ada nilainya di hadapan pria . Lebih dari itu agar Yagamo (perempuan) dapat mengikuti jejaknya bahkan kelak kaumnya lebih sukses dirinya, dengan demikian dirinya sangat bangga ketika perempuan meraih kesuksesan yang gemilang. “ Sekarang kau tinggal disudut sana,kau mau bicara apa. Laki-laki tahu apa, urusan hanya perkara yang satu kepada perkara yang lain, perempuan menanggung semua beban laki-laki, baik beban pikiran, psikologis maupun beban kerja “ demikian kata-kata kadangkala diutarakan pada laki-laki ketika dirinya berbicara dalam berbagai pertemuan, bila suatu keputusan atau kebijakan yang diambil tidak searah dengan kami “ urainya Perempuan kelahiran Kampung Kogetuma Mauwa ini mengaku saatnya untuk semai benih-benih untuk dapat menggantikan dirinya jalan menunjuk dan memilih ketua kelas dari perempuan, juga merancang dan mengirimkan siswi Sekolah KPG (Kolese Pendidikan Guru) bahkan kalau dapat mereka harus lebih dari dirinya . Dasar-dasarnya sedang disemai agar nantinya mereka memiliki nilai bagi kaumnya, masyarakat, gereja dan bangsa ini. Walau sejuta kendala menhadang dalam mengemban tugasnya Goumau begitu nama panggilannya tegar menghadapinya demi memoles generasi harapan bangsa .Tiap hari anak-anak dikelas duduk satu bangku saja 10-14 orang, sampai acapkali mereka berkelahi, baku pukul, maka saya utarakan pada orangtua agar orang tua buat bangku.Mereka peka, dan secara kompak membuat bangku ala kadarnya swadaya dari masyarakat. Partisipasi dan swadaya masayarakat terhadap sekolah yang dipimpinnya cukup tinggi dan nampak, hanya kurang pengawasan dan perhatian pada anak-anak karena kurang control orantua dari pengaruh lingkungan akibat banyak siswi yang keluar saekolah. Dirinya prihatin akan hal itu, masa saya yang selesai SPG setingkat SMA saja dapat memimpin sekolah ini kok mereka keluar sekolah, sementara saya sedang siapkan bagaimana dasar-dasar jalan menuju perempuan-perempuan yang dapat memimpin kantor-kantor besar” kata nya. Di satu sisi memang pengaruh lingkungan, tetapi disisi lain dominasi laki-laki lebih menguasai dunia kami,maka wajar bila banyak siswi keluar sekolah . Entah dikawinkan, atau dipaksa kawin atau dikeluarkan dari sekolah oleh laki-laki. Karen mencermati keadaan itu dirinya bersikeras bentuk sekolah khusus perempuan mulai dari siswa,guru-guru hingga kepala sekolah untuk mengkaderkan perempuan-perempuan yang merobek tirai-tirai dominasi patriarkhi. Laki-laki jarang bahkan tidak pernah kaderkan perempuan untuk memimpin sekolah atau organisasi lain pria itu pihak yang diuntungkan tentu tidak berminat mengurangi atau menghilangkan atau melepaskan dominasinya yang terus didapatkan atau bahkan sedapat mungkin melipatgandakan.Akan hal inilah dirinya merajut suatu model sekolah perempuan dari siswa ,guru, kepala sekolahpun perempuan bila perlu agar dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan perempuan tiodak tergantung pada laki-laki semata. Tengok saja hidup dirinya dalam keluarga .Untuik mengenyam pendidikan dihalang-halangi oleh laki-laki uyang notabenenya ayah kandung Paulina. ”Keluarga kami besar. Ayah memiliki 4 isteri semasanya kecilnya ayah melarang untuk sekolah,menerima sakramen Baptis . Tetapi atas jaza baik seoranbg Ibu mengambil saya dan tinggal bersamanya maka saya dapat sekolah, itupun saya datang berupaya meyakinkan agar kami termasuk saudara-saudari saya disekolahkan . Akhirnya bapak mengizinkan kami sekolah. Karena itu saya masuk sekolah agak besar (usia sekolah lewat) sehiungga tidak tahu baca, tulis, dan menghitung, nmaka setiap hari hadiahi ubi, daging babi, kepada teman-teman agar mereka ajari membaca, menulis dan berhitung. Ketika sudah masuk SMP, saya hendak menerima sakramen Permandian dan Komuni pertama itupun ayah tidak mengizinkan bahkan datang meminta saya untuk dikawinkan dengan orang orang yang dikehendakinya. Saya lapor guru-guru agar meyakinkan kepada ayah bahwa perempuan pun dapat mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Saatitu saya mengomentari padanya “ mengapa bapak tidak bisa bayar saekolah sedangkan taruh maskawin setiap kali keluarkan uang untuk membayarnya .Menghilhami perjalanan hidup saya sebagai perempuan dikuasai dan diatur laki-laki, dirinya tak mau kaum perempuan terutama siswinya mengalami hal serupa. Maka saya berusaha meyakinkan kepada orantua agar berikan kesempatan dan kebebasan untuk menyenyam pendidikan setyinggi-tingginya sejauh itu dia mampu . Hanya masalahnya laki-laki memandang setinggiapapun pendidikan seorang perempuan tiada nilainya ,kami rendah,sekalipun belajar /selesai dari perguruan tinggi. Kami tidak ada nilai dihadapan kaum adam sekalipun perempuan berbuat sesuatu lebih dari kemampuannya .“Iniiko topita yagamo kituyona,daaba niyaikeigai” ( Kendatipun kami belajar hingga perguruan tinggipun laki-laki melihat kami rendah atau kecil bahkan dianggap penjaga dapur). Padalahal perempuan tahu akan tugas dan tanggung jawab sedangkan laki-laki tahu hanya urusan perkarayang satu ke perkara yang lain,tanpa memikirkan dan menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai suami,urai Ibu Paulina Goo,perempuan satu-satunya orang Mee yang jadi Kepala Sekolah Dasar Inpres Muniopa Distrik Kamuu Nabire . (Emanuel Goo )

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda