Selasa, 01 Januari 2008

Theresia Dogomo ,S.Sos“Membedah Beban Ganda Perempuan Pada Etnis Mee “



Perempuan sebagai komunitas yang lebih dari separuh jumlah penduduk merupakan unsur potensi yang mutlak diikutsertakan dalam proses pembangunan Papua sebab perempuan Papua memberikan sumbangsih yang cukup dalam berbagai aspek kehidupan baik kepada Negara, Bangsa, Masyarakat dan keluarga sesuai peran dan fungsi kaum perempuannya. Dengan demikian peran serta perempuan dalam memperjuangkan kesetaraan gender di bidang pendidikan pun telah dibuktikan oleh Raden Ajeng Kartini yang bangkit dengan mottonya yang terkenal “Habis Gelap Terbitlah Terang“ yang mana selalu memperingatinya setiap tanggal 21 April sebagai Hari Kartini. Kelahiran Kartini di bulan April dijadikan momentum bahwa wanita mempunyai posisi dan kekuatan untuk membuat perubahan baik untuk dirinya, keluarganya, lingkungannya ataupun bangsanya. Zaman telah berubah, namun Kartini tetap memberikan insprasi bagi kaumnya dan juga bangsa ini untuk tetap maju. Wanita Indonesia saat ini lebih berani untuk bersuara dan juga bersikap untuk menunjukkan kemampuan terbaiknya demi tercapainya keadaan yang lebih baik.
Sejarah memberikan bukti dan mencacat bahwa peran, fungsi ganda dan sumbangsih dari kaum perempuan sesuai peran yang diemban cukup berat di mana peran ganda perempuan bermain di dalam mempertahankan kehidupan ekonomi keluarga. Beban kerja perempuan cukup berat dipikul kaum perempuan sehingga terjadi ketimpangan relasi gender. Peran ganda perempuan dalam keluarga untuk meningkatkan ekonomi keluarga ini selain melakukan pekerjaan domestik (seperti, memasak, mengasuh anak, berkebun, mencari kayu bakar, memikul air dan lainnya) dan pekerjan publik alias pekerjaan di luar rumah seperti berjualan di pasar, mengikuti kegiatan posyandu, aktif dalam kegiatan keagamaan, organisasi masyrakat, dan lainnya, yang sangat menyita waktu dan tenaga yang banyak.
Untuk mengetahui dan menganalisis pola relasi gender masyarakat dalam meningkatkan ekonomi maka diperlukan kegiatan analisis gender. Analisa gender membantu mensistematiskan pengalaman penindasan perempuan dan memberi ruang berpikir untuk merubah ketidakadilan gender. Analisa gender meletakkan masalah pada pola hubungan perempuan dan laki-laki sehingga masyarakat dapat memperbaiki pola hubungan laki-laki dan perempuan untuk membangun pola yang lebih adil termasuk dalam peningkatan ekonomi keluarga. Salah satu analisa paling sering dilakukan para peneliti, aktivis, dan para ilmuan adalah analisa profil aktivitas (pembagian tugas gender) dan profil akses serta kontrol perempuan, selain Analisis profil aktivitas (pembagian kerja gender) di mana dikaji apa tugas/ peranan perempuan dan laki-laki, peran rangkap perempuan, berapa banyak waktu yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan, kapan pekerjaan-pekerjaan itu dilakukan (setiap hari atau waktu tertentu), di mana pekerjaan-pekerjaan itu berlangsung, entah di rumah, di kebun, di pasar, kegiatan keagamaan). Sedangkan dikaji dari akses dan kontrol, siapa yang memiliki akses terhadap sumber daya produktif (tanah, hutan, perlengkapan-perlengkapan, pendidikan dan latihan), lalu siapa yang mengontrol hasil produksi, dan siapa yang memperoleh manfaat dari penggunaan sumber daya yang ada . Berdasarkan hal inilah saya tertarik untuk menkaji masalah perempuan, apalagi saya agen tabloid suara perempuan Papua di nabire telah memberikan inspirasi untuk menulis maka saya menulusuri bagaimana kehidupan perempuan Mee dalam pembagian kerja , demikian dikatakan ny. Theresia Dogomo usai mempertahankan skripsinya dihadapan para penyuji di kampus Universitas Wiyata Mandala nabire pada rabu 24 september lalu .
Dalam realitas dan hasil study yang dilakukan belum lama ini bahwa , Perempuan Mee melakukan beban kerja yang cukup berat. Beban kerja perempuan lebih berat dibandingkan beban kerja laki-laki. Perempuan dapat melakukan pekerjaan, di kantor, di pasar, di kebun, di kali, di danau, di hutan, dan lainnya, selain pekerjaan domestik (pekerjaaan dalam rumah tangga). Kesempatan untuk istirahat dan waktu luang bagi pria lebih banyak (seperti jalan-jalan di pasar, kios, di terminal sekedar menyaksikan kendaraan yang lalu lalang maupun penumpang hendak melakukan bepergian ke Nabire serta ke Enarotali, urus perkara main judi, duduk cerita-cerita dan lainnya). Adanya anggapan bahwa kaum laki-laki merasa tabu dan akan menurunkan derajatnya apabila laki-laki melakukan pekerjaan tertentu yang adalah pekerjaan perempuan.
Dengan demikian pada saat ini telah terjadi ketimpangan atau ketidakadilan dalam pembagian peran antara perempuan dan laki-laki Mee sebab beban kerja perempuan Mee lebih banyak dan bervariasi dibandingkan dengan beban kerja laki-laki. Dengan demikian dari analisis gender dengan topik pembagian kerja “selama 24 jam sehari“ dikatakan bahwa: “perempuan dan laki-laki Suku Mee melakukan pekerjaan yang berbeda selama 24 jam, biasanya perempuan lebih lama bekerja, perempuan melakukan pekerjaan yang banyak dan bervariasi dalam waktu yang bersamaan, beban kerja perempuan lebih berat dibanding laki-laki waktu istirahat untuk laki-laki lebih banyak dengan demikian perempuan Mee terlibat dalam tiga tipe pekerjaan yaitu; pekerjaan produktif, pekerjaan reproduksi dan pekerjaan sosial kemasyarakatan serta keagamaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dewasa ini kaum laki-laki Mee sedang memasuki tahap kehilangan identitas diri, di mana seluruh pekerjaan yang dulunya dilakukan oleh laki-laki Mee, sudah lebih banyak diambil alih oleh Kaum perempuan “ urai dogomo yang skripsinya direkomendasikan masuk di meja MRP ini .
Etnik Mee yang mendiami di Distrik Kamuu Kabupaten Nabire telah menetapkan karakteristik perempuan dan laki-laki (gender) berdasarkan nilai-nilai budaya yang mereka anut, termasuk di dalamnya adalah peran-peran apa yang dilakukan oleh kaum laki-laki dan peran apa yang dilakukan perempuan, bagaimana kedudukan laki-laki dan perempuan serta sumber-sumber daya apa saja yang dapat dijangkau dan dikontrol oleh laki-laki maupun perempuan dalam memenuhi kebutuhan hidup kelurga, namun di jaman ini penulis melihat bahwa dengan adanya akulturasi budaya secara terus-menerus telah berpengaruh besar pada nilai-nilai budaya yang dianut sebelum adanya akulturasi budaya tersebut, yang berdampak pada situasi ketimpangan gender yang banyak merugikan kaum Perempuan Mee´urai perempuan kelahiran kampung Mauwa ini .

Pada masyarakat Papua umumnya telah menetapkan laki-laki dan perempuan (gender) berdasarkan nilai budaya yang dianutnya, termasuk di dalamnya adalah peran apa yang harus dilakukan oleh kaum laki-laki dan peran apa yang dilakukan oleh kaum perempuan, bagaimana kedudukan laki-laki dan perempuan serta sumber daya apa-apa saja yang dapat dijangkau dan dikontrol oleh laki-laki dan perempuan.
Pada zaman sebelum ada akulturasi (kontak dengan dunia luar) peran tradisional laki-laki dan perempuan cukup seimbang. Laki-laki dan perempuan, memiliki tanggung jawab yang sama beratnya. Laki-laki bertanggung jawab terhadap urusan politik (perang, membuat negosiasi dengan musuh, menggelar pesta babi atau Yuwo) menjaga keamanan kampung termasuk harta benda keluarga, mengurus pesta-pesta adat, berburu, membuka lahan baru, berdagang. Sementara perempuan bertanggung jawab terhadap urusan pencarian makan di kebun, menyiapkan makan bagi keluarga, mengurus ternak babi dan pekerjaan dalam rumah tangga serta membantu laki-laki dalam menyiapkan upacara-upacara adat, mengasuh anak.
Namun kini dengan adanya akulturasi (kontak budaya) dengan budaya luar, peran-peran tersebut telah berubah. Sebagian besar peran laki-laki berkurang/hilang seperti urusan perang, menjaga keamanan kampung, mencari kayu bakar, mengurus upacara-upacara adat, tugas membuka lahan baru (kebun baru) juga semakin dipersingkat/ banyak kemudahan teknologi yang diperkenalkan untuk membantu kaum laki-laki ketimbang perempuan.
Lain halnya dengan perempuan. Dengan adanya perubahan ini peran tradisional perempuan masih tetap, bahkan ditambah dengan peran-peran baru sebagai akibat meningkatnya kebutuhan hidup seperti tanggung jawab untuk mencari uang, mengikuti kegiatan-kegiatan Posyandu, PKK, Kegiatan gereja dan kegiatan kemasyarakatan lainnya .
Dengan demikian dapat dikatakan, kaum perempuan memiliki beban kerja yang cukup berat, sementara pada sisi lain kaum laki-laki berkurang dalam peran sebab adanya perubahan budaya dengan memperkenalkan teknologi baru. Kondisi dewasa ini beban kerja perempuan Mee dalam menaikan tingkat ekonomi Keluarga cukup berat ketimbang laki-laki sebab dari pagi hinggga matahari condong matahari perempuan melakukan sejumlah pekerjaan mulai dari memasak makanan buat keluarga, menyusui anak, memberi makan ternak, mengurus ternak, mengolah kebun, berjualan di pasar, mengikuti sejumlah kegiatan sosial yang melibatkan mereka.
peran dan tugas yang dilakukan perempuan dan laki-laki Suku Mee dalam meningkatkan aspek ekonomi, seperti; berkebun, ternak babi, berdagang, berburu, menangkap ikan mengolah kebun, mengasuh anak .
Sistem Mata pencaharian pokok bagi orang Mee adalah bercocok tanam ubi jalar alias berkebun. Jenis tanaman yang ditanami ubi jalar, keladi, sayur, sayuran dan sayuran tumpang sari lainnya. Semua jenis tanaman yang ditanami sebagian besar dikonsumsi oleh keluarga (terutama ubi jalar), selebihnya dijual ke pasar untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga juga untuk membayar biaya sekolah. Kegiatan berkebun biasanya dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan. Sejak pagi pukul 7.00 sampai sore hari pukul 16.30.
Pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki. Jenis pekerjaanan ini awalnya dilakukan oleh laki-laki, terutama pembukaan lahan baru sekaligus membuat pagar sedangkan mulai dari penanaman, pembersihan atau menyiangi, memanen hingga distribusi hasil panenan lebih banyak dilakukan oleh perempuan . perempuan melakukan, berkebun ,membersihkan dan membakar lahan baru, Mencari bibit dan Menanam ,Membuat bedeng ,Menyiangi,,memanen,,menyangkut hasil panen,,distribusi dan pemasaran hasil produksi,, mencari Kayu Bakar dan memikul kayu,membantu dalam proses pembangunan rumah (memasak makanan, mengangkut material pembangunan rumah), sedangkan laki-laki Membuka Lahan Baru ,acapkkali Menebang Pohon ketika membuka,lahan baru, Membuat pagar , Membuat Dranaise,Membangun rumah (sekali-kali),sekali-kali Membuat anak Panah,Mencari Kayu Bakar .Pada sisi lain seperti beternak,Pekerjaan ternak babi ini lebih banyak dilakukan perempuan mulai mencari makan, memberi makan hingga memelihara.Walaupun ada laki-laki yang melakukan, itupun ketika ada pagar atau kandang babi rusak. Pembuatan kandang atau pagar dilakukan kaum laki-laki. Mengurusi babi kaum perempuan dan anak-anaklah yang melakukannya. Pekerjaan memelihara babi umumnya dilakukan oleh perempuan dan anak- anak remaja. Babi yang dipelihara sebagian besar digunakan untuk membayar mas kawin, membayar anak sekolah, dan disembelih pada saat-saat upacara keagamaan atau adat dan jarang sekali sekali daging babi dikonsumsi oleh keluarga setiap hari. Selain itu ada yang beternak ayam, kelinci, sapi dan anjing yang baru diperkenalkan dalam waktu dua dasawarsa yang lalu. Pekerjaan mengurus ternak lebih banyak dilakukan oleh kaum perempuan dan anak-anak. Sedangkan keputusan pengelolaan atas hasil usaha ternak babi lebih banyak dikelola oleh Kaum lelaki. Sedangkan kaum perempuan hanya menyimpan hasil ternak babi .
Pada segi kegiatan produktif lainnya seperti Perdagangan . system perdagangan tradisional yang dilakukan di kalangan Mee dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup keluarga, yang ditekuni kaum perempuan dan laki-laki terutama transaksi atas hasil produksi kebun ternak, juga hasil sumber daya alam lain yang ada sebab masyarakat belum berorientasi bisnis yang skala besar. Sebelum uang rupiah masuk di daerah mereka sudah mengenal dengan mege .Dalam catatan etnografi Papua Orang Mee melakukan perdagangan di daerahnya sendiri maupun keluar daerah rumpun mereka . Barang yang diperdagangkan seperti Babi, hasil karya, ayam, anjing rumah , hasil produksi pertanian juga hasil perburuan. Sebelum adanya akulturasi (kontak dengan dunia luar) perdagangan kebanyakan di lakukan oleh kaum laki-laki. Namun dengan adanya kontak dengan dunia luar terrutama seterlah mengenal mata uang rupiah dan pasar maka kini system perdagangan di pasar lebih banyak ditekuni oleh kaum perempuan juga laki-laki .Namun jumlah kini menurun sebab kebanyakan penjual di pasar dikuasai oleh kaum perempuan . Dalam memasarkan hasil ternak, produk pertanian juga perburuan, penangkapan lebih dilakukan kaum perempuan. Sedangkan pengelolaan hasil usaha yang diperoleh lebih banyak diatur oleh kaum laki-laki. Pasar lokal yang ada kini dipadati oleh kaum perempuan. Jenis hasil prosduksi yang dipasarkan lebih banyak hasil prosuksi bercocok tanam seperti ubi, sayur-sayuran, kacang-kacangan juga kadang daging segar di pasar lokal Moanemani. Dunia pasar lokal dikuasai kaum sedangkan kaum lebih condong sekedar datang mengunjuingi pasar atau mengurus masalah (perkara seperti pembayaran mas kawin, pembayaran denda, ataupun lalu lalang di terminal hanya sekedar menyaksikan orang naik atau turun ke Kota). “Itoko Yagamoudoka megeni awe na tani. Ini yameido ke daba yamotoyake ma perkara pama toteigekodo. Itoko yagaimoudo ka to ibomanako duwaigai. Okeiko edepede topimote tegai koyoka. Ini yameido keike daba yamotoyakema perkara yuwito-yuwito kei matoo“ “Sekarang perempuanlah yang punya uang sehingga berbagai persoalan mereka dapat selesaikan seperti membayar biaya anak sekolahnya, menyelesaikan masalah yang besar, sebab merekalah yang pintar mencari uang di Pasar. Sedangkan laki-laki hanya hidup dalam kesantaian, urus dan nonton perkara, atau datang ke pasar hanya sekedar mengunjungi pasar tanpa membawa jualan.Disini dapat terlihat jelas bahwa pekerjaan ekonomis lebih banyak dilakukan oleh kaum perempuan ketimbang kaum laki-laki-laki . Memanen hasil kebun,Mengangkut hasil produksi ke Pasar,Menjual hasil produksi ternak maupun kebun ,Memenuhi kebutuhan hidup keluarga,Menjual hasil hutan, Memanen hasil kebun ,Mengangkut hasil produksi ke Pasar,Menjual hasil produksi ternak maupun kebun ,Memenuhi kebutuhan hidup keluarga ,Menjual hasil hutan, sedangkan laki-laki Menjual hasil hutan (Kayu olahan, rotan, kayu bakar),embantu dalam membayar mas kawin sebagai modal masa depan itupun kadangkalaeminta dari hasil usaha istrinya . Atau pada sisi Perburuan dan Penangkapan Ikan. Perburuan merupakan salah satu jenis pekerjaan bagi suku Mee yang lebih banyak dilakukan oleh kaum laki-laki. Dikala senggang mereka berburu menggunakan anak panah, juga dengan anjing baik di siang hari maupun malam. Mereka menjerat tikus, menangkap burung dan lainya untuk dimakan dengan menggunakan ranjau dan lubang-lubang perangkap. Pekerjaan ini banyak dilakukan oleh kaum laki-laki. Walaupun dewasa ini perburuan kurang banyak dilakukan sebab keterbatasan areal perburuan. Di mana hutan-hutan yang dulunya menjadi tempat berburu oleh kaum laki-laki telah terjadi pergeseran, entah karena hutan-hutan dibakar atau dijadikan lahan baru juga karena akibat gencarnya pembangunan, di samping itu dengan adanya kepadatan penduduk membuat menyempinya areal yang ada, maka hutan sebagai tempat perburuan telah dirusak.Yang akhirnya perburuan yang dilakukan oleh laki-laki selama ini kian berkurang. Karena kepadatan penduduk dan areal perburuan yang terbatas binatang-binatang kecil menjadi penting untukperburuan. Kini di sini jarang ada binatang besar yang jadi sasaran perburuan, maka perburuan menjadi pekerjaan sambilan dikala senggang oleh kaum laki-laki. Menangkap Ikan .Danau Makamo dan sungai-sungai yang banyak terdapat di lembah Kamuu merupakan salah satu sumber pencaharian untuk memenuhi kebutuhan gizi. Perempuan dan anak-anak menangkap ikan, udang dengan menggunakan jala-jala bulat maupun jala lonjong. Namun kini lebih banyak menggunakan jala dan mata kail sebagai sarana penangkapan Ikan. Sedangkan bagi kaum laki-laki menggunakan mata kail untuk alat pancingannya. ataupun ada yang biasanya menyelam , ini sekelumit pekerjaan doi luar rumah tangga yang lebih banyak di gandrung oleh kaum peremppuan . lantas pekerajaan domestik yang diemban perempuan lebih banyak . Selain melakukan sejumlah jenis pekerjaan pokok yang dilakoni dalam rangka meningkatkan taraf ekonomi. Sejumlah pekerjaan yang dilakukan antara perempuan dan laki-laki dalam rumah tangga demi menunjang proses pemenuhan kebutuhan hidup keluarga, laki-laki biasanya Masak makanan sendiri ketika ia lapar,acapkali Mendidik dan melatih anak laki-lakinya ,Acapkali mengangkut hasil produksi kebun. Namun pekerjaan lebih banyak dirangkul oleh perempuan seperti, Memberi makan pada anak, Masak makanan buat keluarga, Memberi pakan ternak ,Mencuci alat Masak,Mengantar anak ke sekolah,Membersihkan halaman ,Mencuci pakaian keluarga ,Menimba air,mengajar dan mendidik anak-anak perempuan ,Menyusui anak,Memandikan anak,menyanyam noken juga tambal pakaian dikala senggang ,mencari dan membagi makanan buat ternak dan keluarga,Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagian besar pekerjaan domestik dilakukan oleh seorang kaum perempuan.
Ketika dilihat pola pengasuhan anak hampir seluruh beban dan tanggung jawab Pola pengasuhan anak berada ditangan perempuan mulai sejak dilahirkan hingga balita baik oleh ibunya maupun anak-anak remaja perempuannya. Pekerjaan Mengasuh anak, membesarkan, mengolah makanan, mencuci pakaian, memandikan, membawa ke Posyandu, sampai mengantar anak masuk TK atau SD adalah pekerjaan yang lebih dilakukan para ibu-ibu. Ketika ibu mengurus pekerjaan acapkali dititpkan pada remaja gadis atau adik perempuan. Jadi seluruh tugas dan Tanggung jawab mengasuh anak berada ditangan terkecuali ibunya sakit, atau melakukan pekerjaan lain dalam waktu yang bersamaan. Itupun bila tidak ada anak perempuan /adik perempuan yang mengasuhnya.

Dapat diakui bahwa tidak semua laki-laki menyerahkan seluruh tugas dan tanggung kepada perempuan namun dari sebagian besar laki-laki yang telah dikaji mengatakan “ Untuk mengurus bayi mulai dari menjaga sampai memberi makanan bukan tugas saya, tetapi urusan ibu. Maka jarang sekali mengambil alih pekerjaan pengasuhan anak ini“. Maka tersimpul seluruh beban, tugas dan tanggung jawab untuk mengasuh anak dilakukan oleh perempuan baik ibunya, anak perempuan, adik perempuan atau neneknya .
Hal yang sama juga dapat dijumpai dalam pekerjaan publik atau sosial kemasayarakatan . Ada pula jenis pekerjaan tambahan dalam sosial kemasyarakatan yang dianggap baru sebab kegiatan tersebut akibat adanya perubahan dan pembangunan yang sedang digalakan pemerintah, swasta maupun lembaga sosial masyarakat lainnya dalam upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat seperti mengikuti kerja bakti sosial, mengikuti Posyandu, Mengikuti Kursus PKK, mengikuti kegiatan gereja (ibadah, kerja bakti di gereja, latihan lagu), mengikuti pertemuan atau pelatihan, menghadiri perkara (masalah perceraian, membantu dalam pembayaran denda atau mas kawin) aktif dalam kelompok kategorial, mengantar anak ke sekolah atau gereja dan Membayar biaya anak sekolah lainnya. Disini perempuan dan laki-laki berperan aktif dalam berbagai kegiatan sosial masyarakat, kendatipun belum ada pembagian kerja yang jelas .
Dalam berperan aktif pada kegiatan sosial kemasyarakatan tidak ada pembagian kerja yang jelas sebab kegiatan sosial tersebut hadir karena adanya pembangunan yang digalakkan oleh berbagai pihak dalam berbagai aspek kehidupan sekalipun sebagian ditimbulkan akibat akses sosial yang terjadi. Namun yang lebih banyak terlibat dalam kegiatan kaum perempuan bila dilihat dari jumlah kegiatan yang dilakukan perempuan . Mengikuti Kegiatan Posyandu ,mengikuti kegiatan PKK,mengikuti kegiatan gereja (kerja bakti digereja, latihan persiapan ibadah ,mengikuti ibadah )menngantar anaknya ke sekolah,membayar biaya anak sekolah ,turut berkabung ketika kerabatnya meninggal lewat menyumbangkan hasil kebun atau ternak . sementara laki-laki Mengurus pembayaran denda suatu perkara,menonton proses pembayaran maskawin
,mengikuti pertemuan di Kantor Kampung atau di kantor distrik,Pengambilan keputusan ‘ urai anak ketiga dari martinus dogomo dan monica tebay ini .

Dari pembagian kerja yang tidak seimbang ini mempengaruhi peningkatan ekonomi keluarga yang tidak meningkat .Pola pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki belum adanya kerja sama yang tepat, jelas dan harmonis baik dilihat dari jenis-jenis pekerjaan, beban kerja maupun waktu yang digunakan perempuan dan laki-laki telah terjadi ketimpangan gender yang disebut juga dengan bias gender yaitu diskriminasi, marginasi, subordinasi, kekerasan dalam rumah tangga yang sangat berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari dalam kehidupan rumah tangga.

Pada umumnya masyarakat Mee yang mendiami petani dalam arti mata pencaharian mereka bersumber dari hasil usaha kebun, ternak babi, disamping berdagang secara tradisional sebagai usaha tambahan.
Oleh sebab itu dalam memenuhi kebutuhan pokok atau kebutuhan primer seperti makan, pakaian, dan perumahan menampakan adanya ketimpangan. Hal ini seperti dalam mengusahakan atau menyediakan makan, (nota) sebagai makanan pokok masyarakat Suku Mee. Biasanya yang sangat berperan adalah perempuan mulai dari membuat bedeng, mencari bibit, menanam bibit, membersihkan kebun maupun memanen sampai mengangkut dan mendistribusikan hasil panennya. Dan laki-laki pada umumnya tidak pernah aktif langsung dalam penyediaan makanan pokok ini kecuali pada saat pembukaan lahan baru. Seperti yang dikemukakan oleh Yuli; “ didi kiyake na, Edi ki yake na, dua-dua ewa kiyakena kawetai yaiyo bugi da bugi ekowai, nota ubagou kodo. Uwata nota ko kaiya uwi yaiyo. Yame keike nota naiga to wadouyo keyoka”.
“Walaupun sakit, hujan, lelah bagaimanapun juga sehari-harinya harus ke kebun. Sebab kalau ibu tidak ke kebun mau ambil makan dimana. Sedangkan laki-laki hanya tau makan saja. Dia (laki-laki) akan datang hanya minta makan apabila lapar .
Dalam memenuhi kebutuhan perumahan biasanya ada kerja sama antara perempuan dan laki-laki. Dalam hal ini biasanya laki-laki menyiapkan bahan-bahan bangunan dihutan, dan kemudian perempuan membantu mengangkat bahan-bahan bangunan tersebut. Dan tahap pembangunan rumah berlangsung biasanya perempuan bertugas mengurus makan yang dibantu oleh sanak saudara famili, maupun tetangga baik laki-laki maupun perempuan yang sifatnya gotong royong hingga tahap penyelesaian pembangunan rumahnya boleh ditempuhi oleh keluarga tersebut.
Dilihat dari kebutuhan perumahan pada umumnya masyarakat suku Mee di Distrik sudah mempunyai rumah walaupun rumah tersebut merupakan rumah sederhana layak huni.
Masyarakat Suku Mee yang ada di Distrik Kamuu pada umumnya sudah berpakaian tapi ada juga yang masih mengenakan pakaian tradisional (koteka bagi laki-laki, Moge bagi perempuan). Bagi masyarakat yang memakai pakaian tradisional dibagi dalam kategori yaitu; tidak mau memakai pakaian walaupun mampu membeli, dan tidak memakai pakaian karena memang tidak mampu membelinya. Dan kerja sama antara perempuan dan laki-laki dalam memenuhi kebutuhan pakaian ini belum menampakan adanya kerja sama.
Dalam pemenuhan kebutuhan sekunder sebagai kebutuhan tambahan pada masyarakat Suku Mee kurang memadai dalam arti masih ada masyarakat yang tidak mampu dalam memenuhi kebutuhan sekunder akibat ketidak mampuan atau tingkat kemiskinan yang sangat tinggi, serta jangkauan daerah yang masih terpencil tetapi walaupun demikian masih ada masyarakat yang dapat memenuhi kebutuhan sekunder seperti radio, sabun mandi, sabun cuci, pasta gigi, dan sebagainya.
Sudah jelas bahwa masyarakat Suku Mee di Distrik Kamuu kehidupan sehari-harinya yang Nota bene adalah petani tentunya penghasilan sehari-harinyapun cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga sehari-hari. Ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti tingkat pendidikan masyarakat masih rendah, dalam mendistribusikan hasil kebun maupun hasil hutan atau buruan masih ada masyarakat yang hidupnya terisolir.tingkat kerja sama atau pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki belum memuaskan sebab perempuan lebih banyak bekerja, memiliki beban ganda yang berat serta memiliki waktu kerja yang cukup lama dari pada laki-laki, belum adanya komunikasi yang harmonis antara perempuan dan laki-laki dalam mengelola keuangan keluarga dan mengontrol aset keluarga maupun pembagian kerjanya.Dan setiap usaha yang dilakukan dalam keluarga oleh perempuan maupun laki-laki untuk meningkatkan penghasilan keluarga baik itu usaha kebun, ternak babi, kelinci, sapi, perikanan maupun kios kecil-kecilan kurang mendapat dukungan dari masyarakat baik dari saudara, kerabat maupun dari masyarakat umum.
Akhirnya dengan berbagai faktor tersebut diatas dapat dikatakan bahwa belum ada kesadaran untuk membentuk pola kerja sama yang tepat, jelas dan harmonis antara perempuan dan laki-laki dalam peningkatan ekonomi keluarga pada Distrik Kamuu Kabupaten Nabire.


Masyarakat Papua umumnya dan suku Mee khususnya telah menetapkan karasteritik laki-laki dan perempuan (gender) berdasarkan nilai-nilai budaya yang dianut termasuk pembagian kerja seksual, peran apa yang harus dilakukan oleh perempuan dan peran apa yang dilakukan oleh laki-laki, bagaimana kedudukan perempuan dan laki-laki.

Pola pembagian secara seksual yang telah ditetapkan dalam karakteristik (gender) antara perempuan dan laki-laki dalam Suku Mee system patriarkhi sangat mendominasi, mensuborsdinasikan dan mendiskriminasikan kaum perempuan maka berimbas pada segala aspek kehidupan sehingga terjadi ketimpangan gender. ditambah lagi dengan adanya akulturasi.
Dalam keseharian perempuan memegang peran ganda Selain melakukan pekerjaan reproduktif, produktif, juga kegiatan sosial kemasyarakatan (publik). Perempuan menanggung beban kerja yang berat, sementara itu kaum laki-laki memiliki beban kerja yang kurang bahkan dapat dikatakan bertangan kosong (hilang) karena adanya perrgeseran budaya masyarakat Mee.
Dalam melakukan pekerjaan dalam rangka meningkatkan ekonomi keluarga perempuan menanggung beban ganda, baik dalam mengurus kebun, ternak, menangkap ikan, pola pengasuhan anak, dan sejumlah kegiatan sosial kemasyarakatan. Kendatipun demikian masyarakat bahkan perempuan sendiri cenderung beranggapan bahwa perbedaan atau pembagian ala seksual adalah sesuatu yang alamaiah . Padahal terjadi ketimpangan gender. Dari uraian Tabel yang terurai pada bagian terdahulu pola pembagian kerja seksual antara laki- dan perempuan jelas bahwa jumlah pekerjaan yang dilakukan seorang perempuan lebih banyak ketimbang kaum Laki-laki. Kontribusi ekonomi yang diberikan seorang perempuan cukup banyak sehingga waktu yang lebih banyak dimanfaatkan untuk bekerja adalah kaum perempuan maka relatif kecil waktu istirahatnya. Sebagai misal, perempuan dengan dalam berkebun, sejak pagi dia ke kebun menyelesaikan sejumlah pekerjaan, mulai menyiangi, menamam, memanen, menyangkut hasil produksi, distribusi, menjual ke pasar, memasak, membagi makanan. Atau pada dapat dilihat lagi pada pembagian dalam usaha ternak, yang mengurus ternak apa saja, mulai dari memberi makan, mencari makan dan lainnya adalah seorang diri perempuan . Hal yang sama juga dalam melakukan pekerjaan domestik, mulai dari memasak, mencuci, mengasuh anak, membersihkan rumah hingga menimba air umumnya dilakukan kaum perempuan. Atau pada peran aktif perempuan dalam dunia publik pun berperan di samping mereka menanggung beban kerja dalam ekonomi, maupun ranah domestik. Hal itu nampak mereka lebih banyak berperan aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan ( publik) seperti mengikuti sejumlah kegiatan di gereja, ikut aktif dalam PKK. Kendati dari pembagian kerja secara seksual tersebut perempuan menanggung beban kerja yang berat namun sebagian besar perempuan beranggapan bahwa pola pembagian secara seksual adalah sesuatu yang alamiah maka merasa semua beban ganda yang lakukan merupakan tugas dan kewajiban yang harus dilakukan perempuan demi menunjukan bahwa jati diri keperempuanannya. Perempuan merasa dirinya tidak menanggung beban kerja berat. Perasaan beban berat ketika muncul ketika ia sedang mengalami krisis (sakit, melahirkan) maka dia tidak melakukan berbagai pekerjaan.
Dan bila ditinjau kaum laki- laki lebih banyak waktu luang namun jarang mengambil alih sejumlah pekerjaan produktif, reproduktif dan pekerjaan sosial (publik) yang dilakukan perempuan. Sejumlah pekerjaan yang dilakukan kaum laki-laki pun tidak melakukan setiap hari melainkan seringkali.
Misalnya membuat pagar ketika membuka lahan baru, atau mencari kayu bakar, menjaga anak ketika isterinya mengerjakan pekerjaan lain, berburu, memancing ikan. Waktu selebihnya biasanya digunakan untuk mengunjungi pasar, mengurus masalah pembayaran maskawin atau pembayaran denda, main judi dan lainnya. bahwa beban kerja antara perempuan dan laki- laki dapat dilihat dengan jelas bahwa beban kerja dengan jumlah pekerjaan yang dilakukan dalam dunia publik, domestik maupun pekejaan produktif, perempuan memikul beban kerja yang cukup berat maka terjadi ketimpangan gender .
Ketimpangan gender dalam masyarakat Mee sangat dipengaruhi oleh budaya patriarkhi . Patriakhi yang merupakan kekuasaan ada pada laki-laki yang mendominasi, mensubordinasikan dan mendiskriminasikan kaum Perempuan. Segala bidang terpusat pada pada laki-laki . Perempuan memiliki peran untuk mengurus pangan, ternak, anak, pekerjaan rumah tangga (domestik) juga dalam kegiatan sosial. Sedangkan urusan publik yang berpautan dengan pengambilan keputusan berada ditangan kaum laki-laki. Perempuan tidak dilibatkan dalam proses pngambilan keputusan baik dalam keluarga maupun masyarakat. Perempuan menghasilkan hampir 80% kegiatan produktif (pertanahan dan peternakan), namun kontrol terhadap hasil tersebut ada ditangan lelaki . Kondisi ini sama baik sebelum ada kontak dengan dunia luar maupun saat ini. Bahkan dapat dikatakan bahwa kini dominasi /tekanan laki-laki terhadap perempuan lebih sebagai kompensasi dari keadaan lelaki yang sedang kehilangan jati diri. sebagian pekerjaan yang dulunya dilakukan oleh kaum laki-laki, seperti perayaan pesta babi (Yuwo), penjagaan keamanan kampung, upacara-upacara adat dan lainnya. Maka disini terjadi ketimpangan gender dalam pola pembagian kerja seksual.
Beberapa faktor yang turut mendukung terjadi ketimpangan gender( pola relasi yang kurang seimbang) dalam melakukan pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan selain Budaya Patriarkhi
Di mana budaya patriarkhi mendominasi dalam segala aspek kehidupan . Segala bidang kehidupan berpusat pada kekuasaan laki-laki, kuasa atas semua kerabatnya, harta milik, dan sumber-sumber ekonomi, dan mengambil keputrusan penting maka peremp-uan berada pada posisi lemah. Hal inilah yang lebih nampak pada pola pembagian kerja seksiual suku Mee. Sekalipun dalam pengelolaan. Kebisaan pembayaran denda
Segala persoalan (perkara) yang terjadi dalam masyarakat harus diselesaikan dengan pembayaran denda, kaum perempuan dituntut untuk dapat mendatang (menghasilkan babi, uang) untuk keluarga . Maka disini perempuan menjadi pekerja atau korban kertimpangan gender dalam pembagian kerja seksual. Juga Sistem Pembayaran Mas kawin Karena laki-laki berpandangan bahwa pihaknya telah membayar mas kawin dengan harga yang mahal maka segala beban pekerjaan dibebankan kepada perempuan . Mulai pekerjaan domestik, publik, baik pekerjaan produktif, reproduktif, juga pekerjaan sosial, sehingga perempuan menanggung beban yang berat yang akhirnya terjadi ketimpangan gender. Tabu Melakukan Sejumlah Pekerjaan. Laki-laki dianggap tidak pantas mengerjakan tugas, tanggung jawab dan beban kerja yang selama ini dilakukan dan dianggap tugas perempuan . Pandangan Kaum Laki-laki yang dianggap membenarkan kaum lakui-laki Ada pandangan bahwa perempuan adalah lambang kesuburan, lambang keperkasaan dalam menanggung beban hidup, maka sering dimanfaatkan kaum laki-laki untuk memperoleh harta (ternak) lebih banyak dan kebun yang luas dan melimpah .serta Pendekatan pengenalan religi baru dan Pergeseran dalam gencarnya pembangunan .
Dengan adanya kontak budaya juga terjadi perubahan dan pergeseran dengan gencarnya pembangunan dewasa ini telah menggeser sejumlah pekerjaan yang selama ini dilakukan oleh laki-laki.
Pendekatan dalam pengenalan religi baru yang membuang atau mengganti unsure-unsur religi asli maka terjadi kehilangan sejumlah pekerjaann yang selama ini dilakukan oleh kaum laki-laki maka terjadi kehilangan sejumlah pekerjaan yang dilakukan seperti, pesta Yuwo, pesta pembukaan lahan juga pengenalan agama baru melarang sejumlah pekerjaan itu maka terjadi kehilangan sejumlah pekerjaan .Perubahan sistem Ekonomi dari Tribal ke Ekonomi Pasar , dimana Perubahan sistem ekonomi tribal ke ekonomi pasar dewasa ini banyak produk ditawarkan, kebutuhan keluarga menjadi semakin meningkat dan kaum perempuan harus bekerja lebih keras lagi untuk bersaing dalam sistem ekonomi ini untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya .
Sejumlah Teknologi Baru Yang lebih Condong menolong Laki-laki .
Dan dengan adanya teknologi baru yang diperkenalkan lebih banyak menolong laki-laki sehingga beban kerja dari semakin berkurang . Kapak misalnya, untuk menebang kayu mereka menggunakan kapak, namun kini banyak menggunakan sensor atau gergaji., urai tedo yang juga ketua WKRI Cabang Paroki kristus raja malompo ini .

‘Pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki suku Mee sebenarnya sudah tertata dengan baik secara turun temurun dari nenek moyang dalam arti bahwa pola kerja sama antara perempuan dan laki-laki suku Mee sudah membudaya bahkan sudah hidup menyatu dengan masyarakat suku Mee tergantung jenis pekerjaannya yang dapat dilakukan oleh perempuan dan laki-laki maupun pekerjaan yang dapat dilakukan bersama antara perempuan dan laki-laki suku Mee tergantung jenis pekerjaan yang dapat dikatakan pekerjaan berat maupun pekerjaan ringan tergantung kepada situasi dan kondisinya.
Jadi pola hidup bekerja sama antara perempuan dan laki-laki suku Mee ini merupakan suatu budaya alamiah yang secara sadar dan turun temurun dilakukan tanpa adanya suatu tekanan ataupun paksaan entah dari perempuan maupun laki-laki sebab pengaturan keuanganpun dilakukan bersama antara perempuan dan laki-laki begitu juga diberbagai segi kehidupan keluarga maupun dalam bermasyarakat yang perlu dicontohi jaman ini sebab dimasyarakat Suku Mee dizaman dulu itu pola pembagian kerja sudah nampak dengan jelas pekerjaan apa yang pantas dilakukan perempuan maupun laki-laki tergantung pelaksanaannya saja.
Namun dengan adanya perubahan zaman, adanya akulturasi budaya, perkembangan tekhnologi dan informasi serta sarana lainnya yang sedang merambah secara terus-menerus telah membuat nilai-nilai budaya terlebih nilai budaya kerjasama yang ada pada diri orang Mee yang sebenarnya sangat baik telah tergeser jauh. Hal ini terlihat jelas ketika penulis berada di daerah penelitian terjadi ketimpangan gender di mana perempuan lebih banyak bekerja baik di dunia domestik maupun di dunia publik dari pada laki-laki suku Mee. Perempuan suku Mee lebih banyak aktif dalam setiap aktifitas yang nota benenya adalah pekerjaan dalam rangka pemenuhan kebutuhan keluarga sehari-hari. Pasar sebagai tempat jual beli banyak didominasi oleh kaum perempuan bahkan di kebun sebagai tempat atau pusat nafas kehidupan di mana mereka dapat menanam dan mengambil hasil usaha mereka dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-harinya lebih banyak dilakukan perempuan selain itu perempuan telah lebih banyak terlibat dalam kegiatan sosial kemasyarakatan maupun kegiatan keagamaan lainnya sehingga berpengaruh dalam meningkatkan ekonomi keluarga sebab sebagian besar pekerjaan dilakukan oleh perempuan dalam waktu yang bersamaan pun perempuan mampu mengerjakan lebih dari satu jenis pekerjaan.
Laki-laki suku Mee sebagai kepala rumah tangga yang seharusnya beraktifitas lebih banyak dalam rangka mencari dan memenuhi kebutuhan hidup keluarga kini tanggung jawab tersebut dengan sendirinya semakin hari semakin punah apalagi ketika laki-laki merasa tabu untuk melakukan pekerjaan yang boleh dikatakan adalah pekerjaan perempuan.
Aneh tapi nyata ketika kaum perempuan zaman ini mengambil alih pekerjaan laki-laki seperti harus mencari nafkah sehingga penghasilannya pun melebihi laki-laki sebab perempuan Mee ternyata selalu bekerja keras mencari nafkah walaupun harus mengorbankan waktu dan tenaga pergi menjual hasil kebunnya dipasar enarotali kabupaten paniai tanpa memikirkan resikonya. Karena perempuan sekarang harus bertanggung jawab terhadap berbagai kebutuhan dalam rumah tangga maupun berbagai persoalan masyarakat. Ini diakibatkan oleh adanya kebutuhan biaya sekolah yang semakin hari semakin tinggi, biaya kebutuhan keluarga semakin meningkat, biaya mas kawin yang besar, dan juga budaya denda yang membutuhkan uang yang banyak maupun babi yang banyak pula. Di sinilah perempuan suku Mee sangat berperan dan terlihat sangat jelas sejauh mana kehadiran perempuan Mee dengan peran gandanya didalam keluarga maupun didalam kehidupan bermasyarakat.
Dengan demikian bahwa Laki-laki Suku Mee sedang berada pada tahap kehilangan identitas diri. Dimana laki-laki Suku Mee di Distrik Kamuu terlebih para pemuda dan generasi muda sebagai penerus budaya orang mee sudah tidak tahu lagi budaya orang tuanya sendiri dimana para pemuda semakin hari semakin lupa akan jati dirinya sebagai seorang lelaki Mee bagi keluarganya, saudara dan kerabatnya maupun bagi masyarakat luas tentunya.
Perlu diakui bahwa kehidupan rumah tangga di Distrik Kamuu saat ini sangat rentan terhadap ketidakharmonisan dalam keluarga ini terjadi sebagai dampak dari ketidak prihatinan para lelaki dalam memenuhi tanggung jawabnya sebagai suami dan bapak bagi keluarganya dan juga dipicu oleh berbagai Faktor-faktor yang mendorong terjadi ketimpangan gender dalam pola pembagian kerja seksual yakni selain factor budaya sendiri seperti budaya patriarkhi, budaya pembayaran denda, system pembayaran mas kawin, system tabu terhadap sejumlah pekerjaan, pandangan hidup yang menempatkan perempuan pada posisi tidak menguntungkan juga dengan adanya kontak budaya luar (akulturasi) seperti pendekatan pengenalan agama baru yang cenderung membuang/ menggeser unsur-unsur agama Sali, perubahan sistem politik tradisional, perubahan system ekonomi dari ekonomi tribal ke ekonomi pasar, teknologi baru yang diperkenalkan yang cenderung menolong laki-laki. Maka perempuan lebih banyak beraktifitas untuk mencari nafkah dengan berbagai alasan maka tidak dapat dipungkiri bahwa percekcokan ; pemisahan ranjang bahkan perceraian pun kian marak terjadi. Bila perceraian terjadi siapakah yang dirugikan? adalah anak yang menjadi harapan penerus keturunan, harapan daerah dan bangsa adalah satu-satunya korban. Dengan demikian anak hidup semaunya tanpa adanya pengawasan dari orang tua sebagai dampak dari ketidak harmonisan keluarga tersebut. Kalau demikian jadinya akan ke manakah dan bagaimanakah kehidupan masyarakat suku Mee di lembah Kamuu ke depan ? untuk menjawab pertanyaan tersebut dibutuhkan perenungan masing-masing keluarga terlebih dalam pola pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki suku Mee yang lebih baik yaitu di mana dibutuhkan komunikasi yang harmonis sehingga dalam memenuhi kebutuhan kehidupan keluarga tidak ada yang dirugikan baik dari pihak laki-laki sebagai suami dan bapak maupun istri sebagai ibu rumah tangga, urai theres agen tabloid suara perempuan nabire ini .

Agar terwujud kesetaraan gender dalam kalangan etnik mee ,Pola pembagian kerja seksual ternyata erat kaitannya dalam berbagai dimensi kehidupan baik ekonomi, kesehatan, pendidikan, kepada kaum perempuan dan anak-anak, maka kebijakan pembagunan lebih diarahkan berbias gender agar perempuan dan laki-laki ikut serta dalam pemgambilan kebijakan dan proses pembangunan. Kemudian Komunikasi antara suami istri perlu dibangun didalam berbagai segi kehidupan agar tidak ada pihak manapun yang dirugikan baik dari pihak laki-laki maupun dari perempuan didalam pola pembagian kerja itu sendiri maupun dalam sistem pengolahan keuangan keluarga sehingga tercipta suatu sistem kemitraan yang harmonis antara perempuan dan laki-laki suku Mee sehingga setiap kebutuhan keluarga terpenuhi dan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat suku Mee pada umumnya serta memiliki harapan besar bahwa MRP Papua untuk dapat mengangkat dan melindungi budaya dasar/asli yang ada pada diri orang papua khususnya masyarkat Mee. Dalam hal ini nilai budaya kerja sama antara perempuan dan laki-laki yang sebenarnya sudah terbentuk sejak nenek moyang, kini telah tergeser dengan adanya Akulturasi budaya yang terjadi seiring dengan perubahan zaman serta perkembangan tehnologi dan informasi. Hal ini telah mengakibatkan adanya ketidak adilan Gender dimana perempuan dan anak-anaknya menjadi korban dari perubahan-perubahan yang terjadi karena setiap perubahan yang terjadi, itupun lebih condong menolong para lelaki. Maka diharapkan adanya suatu kepedulian dalam bentuk apapun dari MRP (Pokja Perempuan) agar melindungi perempuan papua seperti sosialisasi terhadap pentingnya pemeliharaan dan pewarisan nilai-nilai budaya kerjasama yang baik antara perempuan dan laki-laki agar budaya kerja sama yang merupakan bentuk jati diri orang papua khususnya Suku Mee ini tidak pernah begitu saja ditelan waktu.
Nilai Budaya Kerja Sama yang telah ada sejak dahulu kala agar dapat dipahami dengan benar, dan dipiara serta diwariskan kepada genarasi muda agar kerja sama antara Perempuan dan Laki-laki benar-benar terwujud didalam keluarga sehingga tercipta keluarga yang sejahtera, aman dan bahagia tanpa adanya tekanan, paksaan dan lain-lain dari pihak laki-laki maupun perempuan ataupun sebaliknya, tandas Theresia alumni institut bisnis nusantara manado ini .
Emanuel goo .

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda