Perempuan sebagai komunitas yang lebih dari separuh jumlah penduduk merupakan unsur potensi yang mutlak diikutsertakan dalam proses pembangunan Papua sebab perempuan Papua memberikan sumbangsih yang cukup dalam berbagai aspek kehidupan baik kepada Negara, Bangsa, Masyarakat dan keluarga sesuai peran dan fungsi kaum perempuannya. Dengan demikian peran serta perempuan dalam memperjuangkan kesetaraan gender di bidang pendidikan pun telah dibuktikan oleh Raden Ajeng Kartini yang bangkit dengan mottonya yang terkenal “Habis Gelap Terbitlah Terang“ yang mana selalu memperingatinya setiap tanggal 21 April sebagai Hari Kartini. Kelahiran Kartini di bulan April dijadikan momentum bahwa wanita mempunyai posisi dan kekuatan untuk membuat perubahan baik untuk dirinya, keluarganya, lingkungannya ataupun bangsanya. Zaman telah berubah, namun Kartini tetap memberikan insprasi bagi kaumnya dan juga bangsa ini untuk tetap maju. Wanita Indonesia saat ini lebih berani untuk bersuara dan juga bersikap untuk menunjukkan kemampuan terbaiknya demi tercapainya keadaan yang lebih baik.
Sejarah memberikan bukti dan mencacat bahwa peran, fungsi ganda dan sumbangsih dari kaum perempuan sesuai peran yang diemban cukup berat di mana peran ganda perempuan bermain di dalam mempertahankan kehidupan ekonomi keluarga. Beban kerja perempuan cukup berat dipikul kaum perempuan sehingga terjadi ketimpangan relasi gender. Peran ganda perempuan dalam keluarga untuk meningkatkan ekonomi keluarga ini selain melakukan pekerjaan domestik (seperti, memasak, mengasuh anak, berkebun, mencari kayu bakar, memikul air dan lainnya) dan pekerjan publik alias pekerjaan di luar rumah seperti berjualan di pasar, mengikuti kegiatan posyandu, aktif dalam kegiatan keagamaan, organisasi masyrakat, dan lainnya, yang sangat menyita waktu dan tenaga yang banyak.
. Berdasarkan hal inilah saya tertarik untuk menkaji masalah perempuan, apalagi saya agen tabloid suara perempuan Papua di nabire telah memberikan inspirasi untuk menulis maka saya menulusuri bagaimana kehidupan perempuan Mee dalam pembagian kerja , demikian dikatakan Theresia Dogomo usai mempertahankan skripsinya dihadapan para penyuji di kampus Universitas Wiyata Mandala nabire pada rabu 24 september lalu .
Dalam realitas dan hasil study yang dilakukan belum lama ini bahwa , Perempuan Mee melakukan beban kerja yang cukup berat. Beban kerja perempuan lebih berat dibandingkan beban kerja laki-laki. Perempuan dapat melakukan pekerjaan, di kantor, di pasar, di kebun, di kali, di danau, di hutan, dan lainnya, selain pekerjaan domestik (pekerjaaan dalam rumah tangga). Kesempatan untuk istirahat dan waktu luang bagi pria lebih banyak (seperti jalan-jalan di pasar, kios, di terminal sekedar menyaksikan kendaraan yang lalu lalang maupun penumpang hendak melakukan bepergian ke Nabire serta ke Enarotali, urus perkara main judi, duduk cerita-cerita dan lainnya). Adanya anggapan bahwa kaum laki-laki merasa tabu dan akan menurunkan derajatnya apabila laki-laki melakukan pekerjaan tertentu yang adalah pekerjaan perempuan.
Dengan demikian pada saat ini telah terjadi ketimpangan atau ketidakadilan dalam pembagian peran antara perempuan dan laki-laki Mee sebab beban kerja perempuan Mee lebih banyak dan bervariasi dibandingkan dengan beban kerja laki-laki. Dengan demikian dari analisis gender dengan topik pembagian kerja “selama 24 jam sehari“ dikatakan bahwa: “perempuan dan laki-laki Suku Mee melakukan pekerjaan yang berbeda selama 24 jam, biasanya perempuan lebih lama bekerja, perempuan melakukan pekerjaan yang banyak dan bervariasi dalam waktu yang bersamaan, beban kerja perempuan lebih berat dibanding laki-laki waktu istirahat untuk laki-laki lebih banyak dengan demikian perempuan Mee terlibat dalam tiga tipe pekerjaan yaitu; pekerjaan produktif, pekerjaan reproduksi dan pekerjaan sosial kemasyarakatan serta keagamaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dewasa ini kaum laki-laki Mee sedang memasuki tahap kehilangan identitas diri, di mana seluruh pekerjaan yang dulunya dilakukan oleh laki-laki Mee, sudah lebih banyak diambil alih oleh Kaum perempuan “ urai dogomo yang skripsinya direkomendasikan masuk di meja MRP ini .
Etnik Mee yang mendiami di Distrik Kamuu Kabupaten Nabire telah menetapkan karakteristik perempuan dan laki-laki (gender) berdasarkan nilai-nilai budaya yang mereka anut, termasuk di dalamnya adalah peran-peran apa yang dilakukan oleh kaum laki-laki dan peran apa yang dilakukan perempuan, bagaimana kedudukan laki-laki dan perempuan serta sumber-sumber daya apa saja yang dapat dijangkau dan dikontrol oleh laki-laki maupun perempuan dalam memenuhi kebutuhan hidup kelurga, namun di jaman ini penulis melihat bahwa dengan adanya akulturasi budaya secara terus-menerus telah berpengaruh besar pada nilai-nilai budaya yang dianut sebelum adanya akulturasi budaya tersebut, yang berdampak pada situasi ketimpangan gender yang banyak merugikan kaum Perempuan Mee´urai perempuan kelahiran kampung Mauwa ini .
Pada masyarakat Papua umumnya telah menetapkan laki-laki dan perempuan (gender) berdasarkan nilai budaya yang dianutnya, termasuk di dalamnya adalah peran apa yang harus dilakukan oleh kaum laki-laki dan peran apa yang dilakukan oleh kaum perempuan, bagaimana kedudukan laki-laki dan perempuan serta sumber daya apa-apa saja yang dapat dijangkau dan dikontrol oleh laki-laki dan perempuan.
Pada zaman sebelum ada akulturasi (kontak dengan dunia luar) peran tradisional laki-laki dan perempuan cukup seimbang. Laki-laki dan perempuan, memiliki tanggung jawab yang sama beratnya. Laki-laki bertanggung jawab terhadap urusan politik (perang, membuat negosiasi dengan musuh, menggelar pesta babi atau Yuwo) menjaga keamanan kampung termasuk harta benda keluarga, mengurus pesta-pesta adat, berburu, membuka lahan baru, berdagang. Sementara perempuan bertanggung jawab terhadap urusan pencarian makan di kebun, menyiapkan makan bagi keluarga, mengurus ternak babi dan pekerjaan dalam rumah tangga serta membantu laki-laki dalam menyiapkan upacara-upacara adat, mengasuh anak.
Namun kini dengan adanya akulturasi (kontak budaya) dengan budaya luar, peran-peran tersebut telah berubah. Sebagian besar peran laki-laki berkurang/hilang seperti urusan perang, menjaga keamanan kampung, mencari kayu bakar, mengurus upacara-upacara adat, tugas membuka lahan baru (kebun baru) juga semakin dipersingkat/ banyak kemudahan teknologi yang diperkenalkan untuk membantu kaum laki-laki ketimbang perempuan.
Lain halnya dengan perempuan. Dengan adanya perubahan ini peran tradisional perempuan masih tetap, bahkan ditambah dengan peran-peran baru sebagai akibat meningkatnya kebutuhan hidup seperti tanggung jawab untuk mencari uang, mengikuti kegiatan-kegiatan Posyandu, PKK, Kegiatan gereja dan kegiatan kemasyarakatan lainnya .
Dengan demikian dapat dikatakan, kaum perempuan memiliki beban kerja yang cukup berat, sementara pada sisi lain kaum laki-laki berkurang dalam peran sebab adanya perubahan budaya dengan memperkenalkan teknologi baru. Kondisi dewasa ini beban kerja perempuan Mee dalam menaikan tingkat ekonomi Keluarga cukup berat ketimbang laki-laki sebab dari pagi hinggga matahari condong matahari perempuan melakukan sejumlah pekerjaan mulai dari memasak makanan buat keluarga, menyusui anak, memberi makan ternak, mengurus ternak, mengolah kebun, berjualan di pasar, mengikuti sejumlah kegiatan sosial yang melibatkan mereka.
peran dan tugas yang dilakukan perempuan dan laki-laki Suku Mee dalam meningkatkan aspek ekonomi, seperti; berkebun, ternak babi, berdagang, berburu, menangkap ikan mengolah kebun, mengasuh anak .
Sistem Mata pencaharian pokok bagi orang Mee adalah bercocok tanam ubi jalar alias berkebun. Jenis tanaman yang ditanami ubi jalar, keladi, sayur, sayuran dan sayuran tumpang sari lainnya. Semua jenis tanaman yang ditanami sebagian besar dikonsumsi oleh keluarga (terutama ubi jalar), selebihnya dijual ke pasar untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga juga untuk membayar biaya sekolah. Kegiatan berkebun biasanya dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan. Sejak pagi pukul 7.00 sampai sore hari pukul 16.30.
Pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki. Jenis pekerjaanan ini awalnya dilakukan oleh laki-laki, terutama pembukaan lahan baru sekaligus membuat pagar sedangkan mulai dari penanaman, pembersihan atau menyiangi, memanen hingga distribusi hasil panenan lebih banyak dilakukan oleh perempuan . perempuan melakukan, berkebun ,membersihkan dan membakar lahan baru, Mencari bibit dan Menanam ,Membuat bedeng ,Menyiangi,,memanen,,menyangkut hasil panen,,distribusi dan pemasaran hasil produksi,, mencari Kayu Bakar dan memikul kayu,membantu dalam proses pembangunan rumah (memasak makanan, mengangkut material pembangunan rumah), sedangkan laki-laki Membuka Lahan Baru ,acapkkali Menebang Pohon ketika membuka,lahan baru, Membuat pagar , Membuat Dranaise,Membangun rumah (sekali-kali),sekali-kali Membuat anak Panah,Mencari Kayu Bakar .Pada sisi lain seperti beternak,Pekerjaan ternak babi ini lebih banyak dilakukan perempuan mulai mencari makan, memberi makan hingga memelihara.Walaupun ada laki-laki yang melakukan, itupun ketika ada pagar atau kandang babi rusak. Pembuatan kandang atau pagar dilakukan kaum laki-laki. Mengurusi babi kaum perempuan dan anak-anaklah yang melakukannya. Pekerjaan memelihara babi umumnya dilakukan oleh perempuan dan anak- anak remaja. Babi yang dipelihara sebagian besar digunakan untuk membayar mas kawin, membayar anak sekolah, dan disembelih pada saat-saat upacara keagamaan atau adat dan jarang sekali sekali daging babi dikonsumsi oleh keluarga setiap hari. Selain itu ada yang beternak ayam, kelinci, sapi dan anjing yang baru diperkenalkan dalam waktu dua dasawarsa yang lalu. Pekerjaan mengurus ternak lebih banyak dilakukan oleh kaum perempuan dan anak-anak. Sedangkan keputusan pengelolaan atas hasil usaha ternak babi lebih banyak dikelola oleh Kaum lelaki. Sedangkan kaum perempuan hanya menyimpan hasil ternak babi .
Pada segi kegiatan produktif lainnya seperti Perdagangan . system perdagangan tradisional yang dilakukan di kalangan Mee dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup keluarga, yang ditekuni kaum perempuan dan laki-laki terutama transaksi atas hasil produksi kebun ternak, juga hasil sumber daya alam lain yang ada sebab masyarakat belum berorientasi bisnis yang skala besar. Sebelum uang rupiah masuk di daerah mereka sudah mengenal dengan mege .Dalam catatan etnografi Papua Orang Mee melakukan perdagangan di daerahnya sendiri maupun keluar daerah rumpun mereka . Barang yang diperdagangkan seperti Babi, hasil karya, ayam, anjing rumah , hasil produksi pertanian juga hasil perburuan. Sebelum adanya akulturasi (kontak dengan dunia luar) perdagangan kebanyakan di lakukan oleh kaum laki-laki. Namun dengan adanya kontak dengan dunia luar terrutama seterlah mengenal mata uang rupiah dan pasar maka kini system perdagangan di pasar lebih banyak ditekuni oleh kaum perempuan juga laki-laki .Namun jumlah kini menurun sebab kebanyakan penjual di pasar dikuasai oleh kaum perempuan . Dalam memasarkan hasil ternak, produk pertanian juga perburuan, penangkapan lebih dilakukan kaum perempuan. Sedangkan pengelolaan hasil usaha yang diperoleh lebih banyak diatur oleh kaum laki-laki. Pasar lokal yang ada kini dipadati oleh kaum perempuan. Jenis hasil prosduksi yang dipasarkan lebih banyak hasil prosuksi bercocok tanam seperti ubi, sayur-sayuran, kacang-kacangan juga kadang daging segar di pasar lokal Moanemani. Dunia pasar lokal dikuasai kaum sedangkan kaum lebih condong sekedar datang mengunjuingi pasar atau mengurus masalah (perkara seperti pembayaran mas kawin, pembayaran denda, ataupun lalu lalang di terminal hanya sekedar menyaksikan orang naik atau turun ke Kota). “Itoko Yagamoudoka megeni awe na tani. Ini yameido ke daba yamotoyake ma perkara pama toteigekodo. Itoko yagaimoudo ka to ibomanako duwaigai. Okeiko edepede topimote tegai koyoka. Ini yameido keike daba yamotoyakema perkara yuwito-yuwito kei matoo“ “Sekarang perempuanlah yang punya uang sehingga berbagai persoalan mereka dapat selesaikan seperti membayar biaya anak sekolahnya, menyelesaikan masalah yang besar, sebab merekalah yang pintar mencari uang di Pasar. Sedangkan laki-laki hanya hidup dalam kesantaian, urus dan nonton perkara, atau datang ke pasar hanya sekedar mengunjungi pasar tanpa membawa jualan.Disini dapat terlihat jelas bahwa pekerjaan ekonomis lebih banyak dilakukan oleh kaum perempuan ketimbang kaum laki-laki-laki . Memanen hasil kebun,Mengangkut hasil produksi ke Pasar,Menjual hasil produksi ternak maupun kebun ,Memenuhi kebutuhan hidup keluarga,Menjual hasil hutan, Memanen hasil kebun ,Mengangkut hasil produksi ke Pasar,Menjual hasil produksi ternak maupun kebun ,Memenuhi kebutuhan hidup keluarga ,Menjual hasil hutan, sedangkan laki-laki Menjual hasil hutan (Kayu olahan, rotan, kayu bakar),embantu dalam membayar mas kawin sebagai modal masa depan itupun kadangkalaeminta dari hasil usaha istrinya . Atau pada sisi Perburuan dan Penangkapan Ikan. Perburuan merupakan salah satu jenis pekerjaan bagi suku Mee yang lebih banyak dilakukan oleh kaum laki-laki. Dikala senggang mereka berburu menggunakan anak panah, juga dengan anjing baik di siang hari maupun malam. Mereka menjerat tikus, menangkap burung dan lainya untuk dimakan dengan menggunakan ranjau dan lubang-lubang perangkap. Pekerjaan ini banyak dilakukan oleh kaum laki-laki. Walaupun dewasa ini perburuan kurang banyak dilakukan sebab keterbatasan areal perburuan. Di mana hutan-hutan yang dulunya menjadi tempat berburu oleh kaum laki-laki telah terjadi pergeseran, entah karena hutan-hutan dibakar atau dijadikan lahan baru juga karena akibat gencarnya pembangunan, di samping itu dengan adanya kepadatan penduduk membuat menyempinya areal yang ada, maka hutan sebagai tempat perburuan telah dirusak.Yang akhirnya perburuan yang dilakukan oleh laki-laki selama ini kian berkurang. Karena kepadatan penduduk dan areal perburuan yang terbatas binatang-binatang kecil menjadi penting untuk perburuan. Kini di sini jarang ada binatang besar yang jadi sasaran perburuan, maka perburuan menjadi pekerjaan sambilan dikala senggang oleh kaum laki-laki. Menangkap Ikan .Danau Makamo dan sungai-sungai yang banyak terdapat di lembah Kamuu merupakan salah satu sumber pencaharian untuk memenuhi kebutuhan gizi. Perempuan dan anak-anak menangkap ikan, udang dengan menggunakan jala-jala bulat maupun jala lonjong. Namun kini lebih banyak menggunakan jala dan mata kail sebagai sarana penangkapan Ikan. Sedangkan bagi kaum laki-laki menggunakan mata kail untuk alat pancingannya. ataupun ada yang biasanya menyelam , ini sekelumit pekerjaan doi luar rumah tangga yang lebih banyak di gandrung oleh kaum peremppuan . lantas pekerajaan domestik yang diemban perempuan lebih banyak . Selain melakukan sejumlah jenis pekerjaan pokok yang dilakoni dalam rangka meningkatkan taraf ekonomi. Sejumlah pekerjaan yang dilakukan antara perempuan dan laki-laki dalam rumah tangga demi menunjang proses pemenuhan kebutuhan hidup keluarga, laki-laki biasanya Masak makanan sendiri ketika ia lapar,acapkali Mendidik dan melatih anak laki-lakinya ,Acapkali mengangkut hasil produksi kebun. Namun pekerjaan lebih banyak dirangkul oleh perempuan seperti, Memberi makan pada anak, Masak makanan buat keluarga, Memberi pakan ternak ,Mencuci alat Masak,Mengantar anak ke sekolah,Membersihkan halaman ,Mencuci pakaian keluarga ,Menimba air,mengajar dan mendidik anak-anak perempuan ,Menyusui anak,Memandikan anak,menyanyam noken juga tambal pakaian dikala senggang ,mencari dan membagi makanan buat ternak dan keluarga,Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagian besar pekerjaan domestik dilakukan oleh seorang kaum perempuan.
Ketika dilihat pola pengasuhan anak hampir seluruh beban dan tanggung jawab Pola pengasuhan anak berada ditangan perempuan mulai sejak dilahirkan hingga balita baik oleh ibunya maupun anak-anak remaja perempuannya. Pekerjaan Mengasuh anak, membesarkan, mengolah makanan, mencuci pakaian, memandikan, membawa ke Posyandu, sampai mengantar anak masuk TK atau SD adalah pekerjaan yang lebih dilakukan para ibu-ibu. Ketika ibu mengurus pekerjaan acapkali dititpkan pada remaja gadis atau adik perempuan. Jadi seluruh tugas dan Tanggung jawab mengasuh anak berada ditangan terkecuali ibunya sakit, atau melakukan pekerjaan lain dalam waktu yang bersamaan. Itupun bila tidak ada anak perempuan /adik perempuan yang mengasuhnya.
Dapat diakui bahwa tidak semua laki-laki menyerahkan seluruh tugas dan tanggung kepada perempuan namun dari sebagian besar laki-laki yang telah dikaji mengatakan “ Untuk mengurus bayi mulai dari menjaga sampai memberi makanan bukan tugas saya, tetapi urusan ibu. Maka jarang sekali mengambil alih pekerjaan pengasuhan anak ini“. Maka tersimpul seluruh beban, tugas dan tanggung jawab untuk mengasuh anak dilakukan oleh perempuan baik ibunya, anak perempuan, adik perempuan atau neneknya .
Hal yang sama juga dapat dijumpai dalam pekerjaan publik atau sosial kemasayarakatan . Ada pula jenis pekerjaan tambahan dalam sosial kemasyarakatan yang dianggap baru sebab kegiatan tersebut akibat adanya perubahan dan pembangunan yang sedang digalakan pemerintah, swasta maupun lembaga sosial masyarakat lainnya dalam upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat seperti mengikuti kerja bakti sosial, mengikuti Posyandu, Mengikuti Kursus PKK, mengikuti kegiatan gereja (ibadah, kerja bakti di gereja, latihan lagu), mengikuti pertemuan atau pelatihan, menghadiri perkara (masalah perceraian, membantu dalam pembayaran denda atau mas kawin) aktif dalam kelompok kategorial, mengantar anak ke sekolah atau gereja dan Membayar biaya anak sekolah lainnya. Disini perempuan dan laki-laki berperan aktif dalam berbagai kegiatan sosial masyarakat, kendatipun belum ada pembagian kerja yang jelas .
Dalam berperan aktif pada kegiatan sosial kemasyarakatan tidak ada pembagian kerja yang jelas sebab kegiatan sosial tersebut hadir karena adanya pembangunan yang digalakkan oleh berbagai pihak dalam berbagai aspek kehidupan sekalipun sebagian ditimbulkan akibat akses sosial yang terjadi. Namun yang lebih banyak terlibat dalam kegiatan kaum perempuan bila dilihat dari jumlah kegiatan yang dilakukan perempuan . Mengikuti Kegiatan Posyandu ,mengikuti kegiatan PKK,mengikuti kegiatan gereja (kerja bakti digereja, latihan persiapan ibadah ,mengikuti ibadah )menngantar anaknya ke sekolah,membayar biaya anak sekolah ,turut berkabung ketika kerabatnya meninggal lewat menyumbangkan hasil kebun atau ternak . sementara laki-laki Mengurus pembayaran denda suatu perkara,menonton proses pembayaran maskawin
,mengikuti pertemuan di Kantor Kampung atau di kantor distrik,Pengambilan keputusan ‘ urai anak ketiga dari martinus dogomo dan monica tebay ini .
Dari pembagian kerja yang tidak seimbang ini mempengaruhi peningkatan ekonomi keluarga yang tidak meningkat .Pola pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki belum adanya kerja sama yang tepat, jelas dan harmonis baik dilihat dari jenis-jenis pekerjaan, beban kerja maupun waktu yang digunakan perempuan dan laki-laki telah terjadi ketimpangan gender yang disebut juga dengan bias gender yaitu diskriminasi, marginasi, subordinasi, kekerasan dalam rumah tangga yang sangat berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari dalam kehidupan rumah tangga.
Pada umumnya masyarakat Mee yang mendiami petani dalam arti mata pencaharian mereka bersumber dari hasil usaha kebun, ternak babi, disamping berdagang secara tradisional sebagai usaha tambahan.
Oleh sebab itu dalam memenuhi kebutuhan pokok atau kebutuhan primer seperti makan, pakaian, dan perumahan menampakan adanya ketimpangan. Hal ini seperti dalam mengusahakan atau menyediakan makan, (nota) sebagai makanan pokok masyarakat Suku Mee. Biasanya yang sangat berperan adalah perempuan mulai dari membuat bedeng, mencari bibit, menanam bibit, membersihkan kebun maupun memanen sampai mengangkut dan mendistribusikan hasil panennya. Dan laki-laki pada umumnya tidak pernah aktif langsung dalam penyediaan makanan pokok ini kecuali pada saat pembukaan lahan baru. Seperti yang dikemukakan oleh Yuli; “ didi kiyake na, Edi ki yake na, dua-dua ewa kiyakena kawetai yaiyo bugi da bugi ekowai, nota ubagou kodo. Uwata nota ko kaiya uwi yaiyo. Yame keike nota naiga to wadouyo keyoka”.
“Walaupun sakit, hujan, lelah bagaimanapun juga sehari-harinya harus ke kebun. Sebab kalau ibu tidak ke kebun mau ambil makan dimana. Sedangkan laki-laki hanya tau makan saja. Dia (laki-laki) akan datang hanya minta makan apabila lapar .
Dalam memenuhi kebutuhan perumahan biasanya ada kerja sama antara perempuan dan laki-laki. Dalam hal ini biasanya laki-laki menyiapkan bahan-bahan bangunan dihutan, dan kemudian perempuan membantu mengangkat bahan-bahan bangunan tersebut. Dan tahap pembangunan rumah berlangsung biasanya perempuan bertugas mengurus makan yang dibantu oleh sanak saudara famili, maupun tetangga baik laki-laki maupun perempuan yang sifatnya gotong royong hingga tahap penyelesaian pembangunan rumahnya boleh ditempuhi oleh keluarga tersebut.
Dilihat dari kebutuhan perumahan pada umumnya masyarakat suku Mee di Distrik sudah mempunyai rumah walaupun rumah tersebut merupakan rumah sederhana layak huni.
Masyarakat Suku Mee yang ada di Distrik Kamuu pada umumnya sudah berpakaian tapi ada juga yang masih mengenakan pakaian tradisional (koteka bagi laki-laki, Moge bagi perempuan). Bagi masyarakat yang memakai pakaian tradisional dibagi dalam kategori yaitu; tidak mau memakai pakaian walaupun mampu membeli, dan tidak memakai pakaian karena memang tidak mampu membelinya. Dan kerja sama antara perempuan dan laki-laki dalam memenuhi kebutuhan pakaian ini belum menampakan adanya kerja sama.
Dalam pemenuhan kebutuhan sekunder sebagai kebutuhan tambahan pada masyarakat Suku Mee kurang memadai dalam arti masih ada masyarakat yang tidak mampu dalam memenuhi kebutuhan sekunder akibat ketidak mampuan atau tingkat kemiskinan yang sangat tinggi, serta jangkauan daerah yang masih terpencil tetapi walaupun demikian masih ada masyarakat yang dapat memenuhi kebutuhan sekunder seperti radio, sabun mandi, sabun cuci, pasta gigi, dan sebagainya.
Sudah jelas bahwa masyarakat Suku Mee di Distrik Kamuu kehidupan sehari-harinya yang Nota bene adalah petani tentunya penghasilan sehari-harinyapun cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga sehari-hari. Ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti tingkat pendidikan masyarakat masih rendah, dalam mendistribusikan hasil kebun maupun hasil hutan atau buruan masih ada masyarakat yang hidupnya terisolir.tingkat kerja sama atau pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki belum memuaskan sebab perempuan lebih banyak bekerja, memiliki beban ganda yang berat serta memiliki waktu kerja yang cukup lama dari pada laki-laki, belum adanya komunikasi yang harmonis antara perempuan dan laki-laki dalam mengelola keuangan keluarga dan mengontrol aset keluarga maupun pembagian kerjanya.Dan setiap usaha yang dilakukan dalam keluarga oleh perempuan maupun laki-laki untuk meningkatkan penghasilan keluarga baik itu usaha kebun, ternak babi, kelinci, sapi, perikanan maupun kios kecil-kecilan kurang mendapat dukungan dari masyarakat baik dari saudara, kerabat maupun dari masyarakat umum.
Akhirnya dengan berbagai faktor tersebut diatas dapat dikatakan bahwa belum ada kesadaran untuk membentuk pola kerja sama yang tepat, jelas dan harmonis antara perempuan dan laki-laki dalam peningkatan ekonomi keluarga pada Distrik Kamuu Kabupaten Nabire.
Masyarakat Papua umumnya dan suku Mee khususnya telah menetapkan karasteritik laki-laki dan perempuan (gender) berdasarkan nilai-nilai budaya yang dianut termasuk pembagian kerja seksual, peran apa yang harus dilakukan oleh perempuan dan peran apa yang dilakukan oleh laki-laki, bagaimana kedudukan perempuan dan laki-laki.
Pola pembagian secara seksual yang telah ditetapkan dalam karakteristik (gender) antara perempuan dan laki-laki dalam Suku Mee system patriarkhi sangat mendominasi, mensuborsdinasikan dan mendiskriminasikan kaum perempuan maka berimbas pada segala aspek kehidupan sehingga terjadi ketimpangan gender. ditambah lagi dengan adanya akulturasi.
Dalam keseharian perempuan memegang peran ganda Selain melakukan pekerjaan reproduktif, produktif, juga kegiatan sosial kemasyarakatan (publik). Perempuan menanggung beban kerja yang berat, sementara itu kaum laki-laki memiliki beban kerja yang kurang bahkan dapat dikatakan bertangan kosong (hilang) karena adanya perrgeseran budaya masyarakat Mee.
Dalam melakukan pekerjaan dalam rangka meningkatkan ekonomi keluarga perempuan menanggung beban ganda, baik dalam mengurus kebun, ternak, menangkap ikan, pola pengasuhan anak, dan sejumlah kegiatan sosial kemasyarakatan. Kendatipun demikian masyarakat bahkan perempuan sendiri cenderung beranggapan bahwa perbedaan atau pembagian ala seksual adalah sesuatu yang alamaiah . Padahal terjadi ketimpangan gender. Dari uraian Tabel yang terurai pada bagian terdahulu pola pembagian kerja seksual antara laki- dan perempuan jelas bahwa jumlah pekerjaan yang dilakukan seorang perempuan lebih banyak ketimbang kaum Laki-laki. Kontribusi ekonomi yang diberikan seorang perempuan cukup banyak sehingga waktu yang lebih banyak dimanfaatkan untuk bekerja adalah kaum perempuan maka relatif kecil waktu istirahatnya. Sebagai misal, perempuan dengan dalam berkebun, sejak pagi dia ke kebun menyelesaikan sejumlah pekerjaan, mulai menyiangi, menamam, memanen, menyangkut hasil produksi, distribusi, menjual ke pasar, memasak, membagi makanan. Atau pada dapat dilihat lagi pada pembagian dalam usaha ternak, yang mengurus ternak apa saja, mulai dari memberi makan, mencari makan dan lainnya adalah seorang diri perempuan . Hal yang sama juga dalam melakukan pekerjaan domestik, mulai dari memasak, mencuci, mengasuh anak, membersihkan rumah hingga menimba air umumnya dilakukan kaum perempuan. Atau pada peran aktif perempuan dalam dunia publik pun berperan di samping mereka menanggung beban kerja dalam ekonomi, maupun ranah domestik. Hal itu nampak mereka lebih banyak berperan aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan ( publik) seperti mengikuti sejumlah kegiatan di gereja, ikut aktif dalam PKK. Kendati dari pembagian kerja secara seksual tersebut perempuan menanggung beban kerja yang berat namun sebagian besar perempuan beranggapan bahwa pola pembagian secara seksual adalah sesuatu yang alamiah maka merasa semua beban ganda yang lakukan merupakan tugas dan kewajiban yang harus dilakukan perempuan demi menunjukan bahwa jati diri keperempuanannya. Perempuan merasa dirinya tidak menanggung beban kerja berat. Perasaan beban berat ketika muncul ketika ia sedang mengalami krisis (sakit, melahirkan) maka dia tidak melakukan berbagai pekerjaan.
Dan bila ditinjau kaum laki- laki lebih banyak waktu luang namun jarang mengambil alih sejumlah pekerjaan produktif, reproduktif dan pekerjaan sosial (publik) yang dilakukan perempuan. Sejumlah pekerjaan yang dilakukan kaum laki-laki pun tidak melakukan setiap hari melainkan seringkali.
Misalnya membuat pagar ketika membuka lahan baru, atau mencari kayu bakar, menjaga anak ketika isterinya mengerjakan pekerjaan lain, berburu, memancing ikan. Waktu selebihnya biasanya digunakan untuk mengunjungi pasar, mengurus masalah pembayaran maskawin atau pembayaran denda, main judi dan lainnya. bahwa beban kerja antara perempuan dan laki- laki dapat dilihat dengan jelas bahwa beban kerja dengan jumlah pekerjaan yang dilakukan dalam dunia publik, domestik maupun pekejaan produktif, perempuan memikul beban kerja yang cukup berat maka terjadi ketimpangan gender .
Ketimpangan gender dalam masyarakat Mee sangat dipengaruhi oleh budaya patriarkhi . Patriakhi yang merupakan kekuasaan ada pada laki-laki yang mendominasi, mensubordinasikan dan mendiskriminasikan kaum Perempuan. Segala bidang terpusat pada pada laki-laki . Perempuan memiliki peran untuk mengurus pangan, ternak, anak, pekerjaan rumah tangga (domestik) juga dalam kegiatan sosial. Sedangkan urusan publik yang berpautan dengan pengambilan keputusan berada ditangan kaum laki-laki. Perempuan tidak dilibatkan dalam proses pngambilan keputusan baik dalam keluarga maupun masyarakat. Perempuan menghasilkan hampir 80% kegiatan produktif (pertanahan dan peternakan), namun kontrol terhadap hasil tersebut ada ditangan lelaki . Kondisi ini sama baik sebelum ada kontak dengan dunia luar maupun saat ini. Bahkan dapat dikatakan bahwa kini dominasi /tekanan laki-laki terhadap perempuan lebih sebagai kompensasi dari keadaan lelaki yang sedang kehilangan jati diri. sebagian pekerjaan yang dulunya dilakukan oleh kaum laki-laki, seperti perayaan pesta babi (Yuwo), penjagaan keamanan kampung, upacara-upacara adat dan lainnya. Maka disini terjadi ketimpangan gender dalam pola pembagian kerja seksual.
Beberapa faktor yang turut mendukung terjadi ketimpangan gender( pola relasi yang kurang seimbang) dalam melakukan pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan selain Budaya Patriarkhi
Di mana budaya patriarkhi mendominasi dalam segala aspek kehidupan . Segala bidang kehidupan berpusat pada kekuasaan laki-laki, kuasa atas semua kerabatnya, harta milik, dan sumber-sumber ekonomi, dan mengambil keputrusan penting maka peremp-uan berada pada posisi lemah. Hal inilah yang lebih nampak pada pola pembagian kerja seksiual suku Mee. Sekalipun dalam pengelolaan. Kebisaan pembayaran denda
Segala persoalan (perkara) yang terjadi dalam masyarakat harus diselesaikan dengan pembayaran denda, kaum perempuan dituntut untuk dapat mendatang (menghasilkan babi, uang) untuk keluarga . Maka disini perempuan menjadi pekerja atau korban kertimpangan gender dalam pembagian kerja seksual. Juga Sistem Pembayaran Mas kawin Karena laki-laki berpandangan bahwa pihaknya telah membayar mas kawin dengan harga yang mahal maka segala beban pekerjaan dibebankan kepada perempuan . Mulai pekerjaan domestik, publik, baik pekerjaan produktif, reproduktif, juga pekerjaan sosial, sehingga perempuan menanggung beban yang berat yang akhirnya terjadi ketimpangan gender. Tabu Melakukan Sejumlah Pekerjaan. Laki-laki dianggap tidak pantas mengerjakan tugas, tanggung jawab dan beban kerja yang selama ini dilakukan dan dianggap tugas perempuan . Pandangan Kaum Laki-laki yang dianggap membenarkan kaum lakui-laki Ada pandangan bahwa perempuan adalah lambang kesuburan, lambang keperkasaan dalam menanggung beban hidup, maka sering dimanfaatkan kaum laki-laki untuk memperoleh harta (ternak) lebih banyak dan kebun yang luas dan melimpah .serta Pendekatan pengenalan religi baru dan Pergeseran dalam gencarnya pembangunan .
Dengan adanya kontak budaya juga terjadi perubahan dan pergeseran dengan gencarnya pembangunan dewasa ini telah menggeser sejumlah pekerjaan yang selama ini dilakukan oleh laki-laki.
Pendekatan dalam pengenalan religi baru yang membuang atau mengganti unsure-unsur religi asli maka terjadi kehilangan sejumlah pekerjaann yang selama ini dilakukan oleh kaum laki-laki maka terjadi kehilangan sejumlah pekerjaan yang dilakukan seperti, pesta Yuwo, pesta pembukaan lahan juga pengenalan agama baru melarang sejumlah pekerjaan itu maka terjadi kehilangan sejumlah pekerjaan .Perubahan sistem Ekonomi dari Tribal ke Ekonomi Pasar , dimana Perubahan sistem ekonomi tribal ke ekonomi pasar dewasa ini banyak produk ditawarkan, kebutuhan keluarga menjadi semakin meningkat dan kaum perempuan harus bekerja lebih keras lagi untuk bersaing dalam sistem ekonomi ini untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya .
Sejumlah Teknologi Baru Yang lebih Condong menolong Laki-laki .
Dan dengan adanya teknologi baru yang diperkenalkan lebih banyak menolong laki-laki sehingga beban kerja dari semakin berkurang . Kapak misalnya, untuk menebang kayu mereka menggunakan kapak, namun kini banyak menggunakan sensor atau gergaji., urai tedo yang juga ketua WKRI Cabang Paroki kristus raja malompo ini .
‘Pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki suku Mee sebenarnya sudah tertata dengan baik secara turun temurun dari nenek moyang dalam arti bahwa pola kerja sama antara perempuan dan laki-laki suku Mee sudah membudaya bahkan sudah hidup menyatu dengan masyarakat suku Mee tergantung jenis pekerjaannya yang dapat dilakukan oleh perempuan dan laki-laki maupun pekerjaan yang dapat dilakukan bersama antara perempuan dan laki-laki suku Mee tergantung jenis pekerjaan yang dapat dikatakan pekerjaan berat maupun pekerjaan ringan tergantung kepada situasi dan kondisinya.
Jadi pola hidup bekerja sama antara perempuan dan laki-laki suku Mee ini merupakan suatu budaya alamiah yang secara sadar dan turun temurun dilakukan tanpa adanya suatu tekanan ataupun paksaan entah dari perempuan maupun laki-laki sebab pengaturan keuanganpun dilakukan bersama antara perempuan dan laki-laki begitu juga diberbagai segi kehidupan keluarga maupun dalam bermasyarakat yang perlu dicontohi jaman ini sebab dimasyarakat Suku Mee dizaman dulu itu pola pembagian kerja sudah nampak dengan jelas pekerjaan apa yang pantas dilakukan perempuan maupun laki-laki tergantung pelaksanaannya saja.
Namun dengan adanya perubahan zaman, adanya akulturasi budaya, perkembangan tekhnologi dan informasi serta sarana lainnya yang sedang merambah secara terus-menerus telah membuat nilai-nilai budaya terlebih nilai budaya kerjasama yang ada pada diri orang Mee yang sebenarnya sangat baik telah tergeser jauh. Hal ini terlihat jelas ketika penulis berada di daerah penelitian terjadi ketimpangan gender di mana perempuan lebih banyak bekerja baik di dunia domestik maupun di dunia publik dari pada laki-laki suku Mee. Perempuan suku Mee lebih banyak aktif dalam setiap aktifitas yang nota benenya adalah pekerjaan dalam rangka pemenuhan kebutuhan keluarga sehari-hari. Pasar sebagai tempat jual beli banyak didominasi oleh kaum perempuan bahkan di kebun sebagai tempat atau pusat nafas kehidupan di mana mereka dapat menanam dan mengambil hasil usaha mereka dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-harinya lebih banyak dilakukan perempuan selain itu perempuan telah lebih banyak terlibat dalam kegiatan sosial kemasyarakatan maupun kegiatan keagamaan lainnya sehingga berpengaruh dalam meningkatkan ekonomi keluarga sebab sebagian besar pekerjaan dilakukan oleh perempuan dalam waktu yang bersamaan pun perempuan mampu mengerjakan lebih dari satu jenis pekerjaan.
Laki-laki suku Mee sebagai kepala rumah tangga yang seharusnya beraktifitas lebih banyak dalam rangka mencari dan memenuhi kebutuhan hidup keluarga kini tanggung jawab tersebut dengan sendirinya semakin hari semakin punah apalagi ketika laki-laki merasa tabu untuk melakukan pekerjaan yang boleh dikatakan adalah pekerjaan perempuan.
Aneh tapi nyata ketika kaum perempuan zaman ini mengambil alih pekerjaan laki-laki seperti harus mencari nafkah sehingga penghasilannya pun melebihi laki-laki sebab perempuan Mee ternyata selalu bekerja keras mencari nafkah walaupun harus mengorbankan waktu dan tenaga pergi menjual hasil kebunnya dipasar enarotali kabupaten paniai tanpa memikirkan resikonya. Karena perempuan sekarang harus bertanggung jawab terhadap berbagai kebutuhan dalam rumah tangga maupun berbagai persoalan masyarakat. Ini diakibatkan oleh adanya kebutuhan biaya sekolah yang semakin hari semakin tinggi, biaya kebutuhan keluarga semakin meningkat, biaya mas kawin yang besar, dan juga budaya denda yang membutuhkan uang yang banyak maupun babi yang banyak pula. Di sinilah perempuan suku Mee sangat berperan dan terlihat sangat jelas sejauh mana kehadiran perempuan Mee dengan peran gandanya didalam keluarga maupun didalam kehidupan bermasyarakat.
Dengan demikian bahwa Laki-laki Suku Mee sedang berada pada tahap kehilangan identitas diri. Dimana laki-laki Suku Mee di Distrik Kamuu terlebih para pemuda dan generasi muda sebagai penerus budaya orang mee sudah tidak tahu lagi budaya orang tuanya sendiri dimana para pemuda semakin hari semakin lupa akan jati dirinya sebagai seorang lelaki Mee bagi keluarganya, saudara dan kerabatnya maupun bagi masyarakat luas tentunya.
Perlu diakui bahwa kehidupan rumah tangga di Distrik Kamuu saat ini sangat rentan terhadap ketidakharmonisan dalam keluarga ini terjadi sebagai dampak dari ketidak prihatinan para lelaki dalam memenuhi tanggung jawabnya sebagai suami dan bapak bagi keluarganya dan juga dipicu oleh berbagai Faktor-faktor yang mendorong terjadi ketimpangan gender dalam pola pembagian kerja seksual yakni selain factor budaya sendiri seperti budaya patriarkhi, budaya pembayaran denda, system pembayaran mas kawin, system tabu terhadap sejumlah pekerjaan, pandangan hidup yang menempatkan perempuan pada posisi tidak menguntungkan juga dengan adanya kontak budaya luar (akulturasi) seperti pendekatan pengenalan agama baru yang cenderung membuang/ menggeser unsur-unsur agama Sali, perubahan sistem politik tradisional, perubahan system ekonomi dari ekonomi tribal ke ekonomi pasar, teknologi baru yang diperkenalkan yang cenderung menolong laki-laki. Maka perempuan lebih banyak beraktifitas untuk mencari nafkah dengan berbagai alasan maka tidak dapat dipungkiri bahwa percekcokan ; pemisahan ranjang bahkan perceraian pun kian marak terjadi. Bila perceraian terjadi siapakah yang dirugikan? adalah anak yang menjadi harapan penerus keturunan, harapan daerah dan bangsa adalah satu-satunya korban. Dengan demikian anak hidup semaunya tanpa adanya pengawasan dari orang tua sebagai dampak dari ketidak harmonisan keluarga tersebut. Kalau demikian jadinya akan ke manakah dan bagaimanakah kehidupan masyarakat suku Mee di lembah Kamuu ke depan ? untuk menjawab pertanyaan tersebut dibutuhkan perenungan masing-masing keluarga terlebih dalam pola pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki suku Mee yang lebih baik yaitu di mana dibutuhkan komunikasi yang harmonis sehingga dalam memenuhi kebutuhan kehidupan keluarga tidak ada yang dirugikan baik dari pihak laki-laki sebagai suami dan bapak maupun istri sebagai ibu rumah tangga, urai theres agen tabloid suara perempuan nabire ini .
Agar terwujud kesetaraan gender dalam kalangan etnik mee ,Pola pembagian kerja seksual ternyata erat kaitannya dalam berbagai dimensi kehidupan baik ekonomi, kesehatan, pendidikan, kepada kaum perempuan dan anak-anak, maka kebijakan pembagunan lebih diarahkan berbias gender agar perempuan dan laki-laki ikut serta dalam pemgambilan kebijakan dan proses pembangunan. Kemudian Komunikasi antara suami istri perlu dibangun didalam berbagai segi kehidupan agar tidak ada pihak manapun yang dirugikan baik dari pihak laki-laki maupun dari perempuan didalam pola pembagian kerja itu sendiri maupun dalam sistem pengolahan keuangan keluarga sehingga tercipta suatu sistem kemitraan yang harmonis antara perempuan dan laki-laki suku Mee sehingga setiap kebutuhan keluarga terpenuhi dan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat suku Mee pada umumnya serta memiliki harapan besar bahwa MRP Papua untuk dapat mengangkat dan melindungi budaya dasar/asli yang ada pada diri orang papua khususnya masyarkat Mee. Dalam hal ini nilai budaya kerja sama antara perempuan dan laki-laki yang sebenarnya sudah terbentuk sejak nenek moyang, kini telah tergeser dengan adanya Akulturasi budaya yang terjadi seiring dengan perubahan zaman serta perkembangan tehnologi dan informasi. Hal ini telah mengakibatkan adanya ketidak adilan Gender dimana perempuan dan anak-anaknya menjadi korban dari perubahan-perubahan yang terjadi karena setiap perubahan yang terjadi, itupun lebih condong menolong para lelaki. Maka diharapkan adanya suatu kepedulian dalam bentuk apapun dari MRP (Pokja Perempuan) agar melindungi perempuan papua seperti sosialisasi terhadap pentingnya pemeliharaan dan pewarisan nilai-nilai budaya kerjasama yang baik antara perempuan dan laki-laki agar budaya kerja sama yang merupakan bentuk jati diri orang papua khususnya Suku Mee ini tidak pernah begitu saja ditelan waktu.
Nilai Budaya Kerja Sama yang telah ada sejak dahulu kala agar dapat dipahami dengan benar, dan dipiara serta diwariskan kepada genarasi muda agar kerja sama antara Perempuan dan Laki-laki benar-benar terwujud didalam keluarga sehingga tercipta keluarga yang sejahtera, aman dan bahagia tanpa adanya tekanan, paksaan dan lain-lain dari pihak laki-laki maupun perempuan ataupun sebaliknya, tandas Theresia alumni institut bisnis nusantara manado ini .
Emanuel goo nabire .
Anak SD Yanarif Belajar Dibawa Daun Bobo
Sungguh aneh tetapi nyata. SD Negeri Yanarif yang berada di poros jalan Waroki-SP II Kali Semen beratpkan daun bobo dengan dinding kayu bulat. Dinding tak sekat rapi sehingga masih terlihar cela yang lebar. Tapi disitulah 4 kelas SD tersebut berlangsung kegiatan belajar mengajar.
Kunjungan dari Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Nabire, Dinas Pendidikan dan Pengajaran Provinsi Papua, Lembaga Swadata Masyarakat (LSM) dan Badan Pengawas Daerah (Bawasda) Kabupaten Nabire belum juga membawa perubahan. Anak-anak masih sekolah dan bermain di pinggir gubuk yang beratapkan daun bobo.
Kepala SD Negeri Yanarif Waroki, Nabire, PH Nuburi saat ditemui media ini, Selasa (11/12) mengatakan sekalipun sekolah ini dibuka sejak 30 Maret 2007 lalu, hingga kini belum ada tanda-tanda yang pasti soal pembangunan gedung sekolah. Selama ini, lima guru termasuk kepala sekolah mendidik dan mengajar 126 murid usia sekolah dasar di bawah atap bobo dengan ditutupi beberapa potongan kulit kayu dan daun sagu sebagai dinding dan sekat.
Menurut Nuburi, sekolah ini dibuka untuk menampung anak-anak usia sekolah di sepanjang jalan Waroki-SP 2 Kali Semen yang tinggal jauh dari lingkungan sekolah. Selama ini, anak-anak yang tinggal di daerah interleand antara Waroki dan SP II tak terjamah dengan pendidikan akibat letak sekolah yang jauh dari lokasi tempat tinggal. Sebagian orang tua dari anak-anak sekolah mendulang di Topo sehingga perhatian untuk pendidikan pun terlantar.
Menurut pengamatan media ini di tempat, barak sekolah tersebut terkesan sebagai tempat belajar bagi murid SD ketika ada aktifitas belajar mengajar di sekolah. Jika tidak, terkesan sebuah bevak, hanya bedanya halaman bersih karena dibersihkan oleh anak-anak sekolah.
Tak ada tanda-tanda sebagai tempat belajar karena, dinding depan hanya ditutup dengan beberapa papan dari ampas gergajian, tanpa pintu, apalagi jendela. Dinding belakang dan samping tak ada, kecuali satu sekat yang memisahkan kelas sementara papan tulis dipajang di dinding.
Memang agak ironi, sekolah negeri yang berada di pinggiran kota Nabire, kota yang tengah diperjuangkan menjadi Kota Madya Nabire ini, anak-anak masih belajar dibawah atap bobo berdindingkan papan ampas dan dau kelapa. Sementara anak-anak sekolah yang lain, sekolah di dalam ruang yang bagus di dalam gedung permanent.
Nuburi mengaku sedang bingung. Sebab, janji dari Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten untuk akan dibangunnya dua ruang kelas dalam tahun anggaran ini belum juga terwujud. Bahkan, belum ada tanggapan secara lisanpun. Hanya, saat ada kunjungan bersama Dinas P dan P dari Provinsi Papua, pejabat dari Dinas P dan P Kabupaten Nabire yang mendampinginya meminta dukungan dari provinsi untuk pembangunan ruang kelas di SD ini.
Selain itu, kata Nuburi, LSM dan Bawasda juga pernah berkunjung ke SD Yanarif namun belum ada perubahan. Bahkan saat Bawasda turun ke SD, Bawasda membawa seorang kameramen merangkap wartawan TVRI dan melakukan tanya jawab namun tak ada kabar.
Berdasarkan beberapa pengalaman ini, kini Nuburi mulai curigai, jangan-jangan semua kunjungan ini hanya sekedar datang ambil gambar untuk menjual proposal kepada donator dan pemerintah atas untuk kepentingan yang lain, bukan lagi untuk SD Yanarif yang sial ini. Emanuel goo nabire
Makna Dibalik Natal Budaya Papua paroki KR
Nato Gobay Pr,
“ Evaluasi Diri Dalam Membenahi Keluarga sebagai Pondasi Rumah Allah “
Sejak 4 tahun lalu setiap kali Perayaan Paskah dan Natal bagi umat Paroki Kristus Raja Malompo Nabire Keuskupan Timika mrerayakan natal dan paska ala budaya Papua . Dalam liturgi perayaaan Mula awal hingga akhir ibadah dilakukan dalam nuansa budaya Papua. Perayaan Natal pada tanggal 27 desember kemarin, umat paroki Kristus Raja merayakannya dalam kekhasan Papua ,sebagian besar umat yang hadir mengikuti perayaan nnatal Papua mengenakan busana tradisional masing- masing , baik etnis Moni, Lani, Nduga, Damal , Kamoro, Mee dengan diringi lagu- lagu tradisonal dari setiap etnis .
Perayaan Natal Budaya Papua yang dihadiri ribuan umat itu dirauyakan cukup meriah sebab serasa yesus benar- benar hadir ditengah –tengah keragaman budaya orang Papua, hal itu nampak mulai dari hingga akhir liturgy ibadah dilakukan dalam bahasa , entah doa , maupun lagu dinyanyikan dalam berbagai bahasa daerah Papua . Hal itu terasa Yesus yang lahir pada 2000 tahun silam itu hadir dan lahir kembali ditengah-tengah orang Papua , maka sebagian umat tahan mengucurkan air mata . Perayaan natal budaya Papua di pimpin Pastor Natho Gobay,Pr dengan Tema sentral Hidup damai,bijaksana, adil dan beribadah .
“ Ibadah seperti ini mesti dilakukan semua gereja dsan dilakukan sesuai budaya umat sehingga natal atau perayaan apapun benar- benar terserap di dalam umat dan hadirkan yesus lewat budaya setempat . Tata ibadah mesti dikemas menurut lokalitas budaya Masyarakat yang nantinya akan menjadi bahan inspirasi, permenungan yang mendalam bagi umat sehingga Yesus benar-benar menyatu dalam umat. Tak semestinya tidak harus mengikuti tata liturgi baku yang ada, dan itu kadang monoton yang acapkali menjenuhkan umat “ kata Paskalis Tebay karena merasa terharu kemarin ( 27/12) disaat menghadiri ibadah natal Budaya Papua .
Menurut Dalam homili Pater Natoo Gobay, Pr yang menggunakan bahasa Mee salah satu etnis di Pedalaman Papua menandaskan untuk membangun, mempertahankan jati diri budaya dan manusia papua dari perubahan zaman dewasa ini yang sedang menguncang sendi-sendi kehidupan manusia , mulai kembali kepada basis . Mulai perbaiki dari keluarga sebagai basis, dasar pijakan untuk mencapai tujuan hidup yang hakiki . Bila kita merusaka keluarga kita sendiri,keluarga orang lain lewat berbagai pelanggaran maka apapun dambaan kita akan gagal maka kembali berbenah keluarga sebagai basis untuk menggapai berbagai dambaan . Kita berjuang dan bertahan hidup dengan memuji dan memuliakan Allah saat ini , tapi sepulang gereja kita ikut terjerumus dalam berbagai judi, togel , dan lainnya . Apakah itu budaya orang Papua . Terus kita melakukan pelanggaran-pelanggaran , maka kita cuci diri,evaluasi diri sebab Tuhan siap membantu kita memperbaiki hidup kita . Sabda telah menjadi manusia dan sekarang ini ada ditengah –tengah . Sabda sudah menjadi manusia dan hadir bersama kita saat ini . Begitu cinta kepada kita Yesus dikirim oleh Allah Bapa . Sekarang ada ditengah-tengah kita lewat sabda . Dia lahir di dalam diri kita .Putra Allah hidup bersama kita . Hari ini kita mengenakan busana kebesaran dari suku kita masing –masing sebagai kebesaran budaya kita , tetapi itu budaya jasmaniah. Hanya alat saja sebagai perhiasan jasmaniah . Perhiasan ini kapan saja dapat hilang , tergeser . Busana kita tidak penting tetapi lebih penting adalah bagaimana mengubah pikiran kita sesuai kehendak Yesus. Bagaimana membangun pikiran dalam keluarga . Kalau demikian kita akan bangun Papua .
Bila tidak dimulai dari sekarang orang Papua akan kehilangan jati diri, harta benda dan segala sumber daya alam di buana Papua . Orang Papua telah terkotak-kotakan .Papua kini telah hadir banyak kabupaten tapi tidak ada tempat pekerjaan, . Pemekaran adalah tempat titik penghabisan budaya , orang juga sumberdaya alam Papua . Pemekarab membuka lapangan kerja bagi orang lain bukan orang . malahan dengan pemekaran membangun jeratan sendiri untuk masuk dalam kehancuran manusia, buadaya dan sumber daya alam Papua . Pada segi lain perkembangan dunia berjalan terus lalu mau mundur. Mau tak mau . suka tidak suka kita harus menjadi tuan di negeri sendiri bukan termarginalkan seperti yang dewasa ini terjadi . Budaya manusia Papua mau maju , manusia Papua sendirilah yang harus maju menjadi tuan di negeri sendiri .
Dalam keluarga bukan lanjut Natho saling menghancurkan lewat fitnahan, perselingkuhan dan lainnya melainkan mesti membangun bersama sebab salung mengfitnah, selingkuhan bukan budaya orang Papua . Untuk iti kita harus mandi diri secara moralitas, berserah diri, koreksi diri, evaluasi diri dem,I membangun kelaurga yang kokoh sebagai dasar membangun budaya ,dan jati diri orang Papua . Natal ala Budaya Orang Papua ini mesti dipetik makna dasar untuk evaluasi diri agar lebih kuat lagi dalam membenahi keluarga sebagai dasar rumah kerajaan Allah .
Sudah empat tahun kita lakukan pesta natal dan paskah budaya orang Papua tetapi manusia belum berubah dalam berpikir, bertutur kata, dan bertindak maka saatnya berubah diri, evaluasi diri baik mahasiswa , sarjana , penganggur ,tua muda ,ayah ,ibu . Untuk mahasiswa yang dimana saja sedang belajar, tingkatkan mutu moralitas diri, bukan ijzah sarjana yang dibutuhkan melainkan mutu dan moralitas diri juga bukan satu-satunya untuk menjadi PNS tetapi orang dapat hidup dengan swadaya , dapat hidu p mandiri melalui jerih payah kerja keras. Itulah budaya orang Papua yang sedang dilupakan . Orang papua memiliki etos kerja keras yang dapat menghidupi diri maupun keluarga . Tuhan menempatkan orang Papua di buana ini dengan maksud dan tujuan yang mulia . Walaupun sellama ini manusia papua dibunuh secara misterius dimana-mana tetapi roh dan semangat mereka tetap hidup. Sebagai manusia Papua sesuai kehendak Allah . Untuk memegang budaya Papua ,generasi muda harus tingkatkan mutu moralitas ,agar dapat membangun ekonomi, pendidikan , pendidikan , melawan ancaman penyakit HIV/AIDS yang kian melambung hingga jinni di nabire mencapai 511 ODHA .
Emanuel goo (nabire )
Mengenaldari dekat sosok Oktovianus Pugau Siswa smakap nabire
Oktovianus pugau salah satu siswa sma Kristen anak panah nabire . anak ini memiliki sejumlah prestasi maupun kelebihan . yyang patut diajuni juga didukung . Walaupun dia masih smp pernah mengikuti sejumlah perlomabaan terutama dunia tulis menulis yang menyabet sejumlah prestasi dan membawa nama baik sekolah maupun dirinya . berbagai tulisan hasilnyapun karyanya sering menghiasi media local bahkan kini dirinya menakhodai bulletin smakap ( Sma annak panah nabire ) .
Oktovianus anak kelima dari kepala
Perubahan era yang semakin berkembang, canggihnya teknologi zaman, dan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin mendesak dan menuntut, menyebabkan manusia ingin adanya perubahan, mulai dari bidang teknologi, bidang perhubungan dan yang terutama bidang pendidikan.
Dengan gantinya kedudukan presiden otomatis akan ada pula pergantian para mentrinya, dengan terpilihnya para mentri yang baru akan ada pula ide-ide atau rencana yang mereka susun untuk dilaksanakan. Pergantian presiden dari tangan presiden Abdurhaman Wahid ( Gusdur ) ke tangan presiden Megawati Soekarno putri mengakibatkan banyaknya perubahan terjadi mulai dari program pendidikan, program kesehatan dan program lainnya.
Dengan naiknya Presiden Megawati Soekarno putri dengan menunjuk Drs.Malik Fadjar Msc menjadi Mentri Pendidkan banyak perubahan yang dibuat. Setiap perubahan yang di buatnya kalau dikaji atau amati secara luarnya sangat bagus dan mendukung maju dan mundurnya pendidikan yang ada di Indonesia, khususnya perubahan di masa mendatang. Tapi sayang tidak cukup kita mengkaji sesuatu atau melihat suatu hal dari luarnaya saja, melainkan suatu hal yang mencangkup banyak orang harus dilihat dari keterlibatan banyak orang dan banyak pihak.
Mentri Pendikdan era kabinet Gotong Royang mengubah dan menerobos berbagi hal baru dengan alasan kemajuan yang semakin mendesak. Dengan alasan itu kita tidak bisa paksakan kehendak kita kepada kahyalak umum tanpa persetujuan dan kesepakatan dari masyarakat karena akan terjadi berbagi hal yang tidak di inginkan mulai dari kekacauan, kerusuhan, pembunuhan dan berbagi hal lainnya.
Salah satu penerobosan hal baru yang dilakukan oleh Mentri Pendidikan era kabinet Gotong royang adalah penaikan standar nilai kelulusan bagi siswa-siswi SD, SMP, SMA dan MA yang ada di seluruh Indonesia. Di lain pihak kita perlu mengancungkan jempol pada bapak Malik Fadjar dengan keberaniaanya dalam mengambil tindakan untuk menerobos hal-hal baru yang menurut banyak orang sangat mustahil dilakukan, tetapi di lain pihak sangat disayangkan keberanianya dalam mengambil tindakn ternyata membahwa dampak ynag sangat buruk karena sudah membunuh dan memberhentikan banyak siswa-siswa yang sebenarnya masih ingin untuk melanjutukan pendidikan yang mereka anggap paling berharga dalam hidup mereka.
Sejak di tetapkannya kelulusan dengan nilai standar banyak kejadian mengenaskan yang terjadi diantaranya yang paling sering nampak adalah angka kematian dan putus sekolah semakin bertambah. Ada dua macam pembunuhan yang sedang terjadi dan sudah berlaku pembunuhan yang pertama adalah pembunuhan secara fisik dan pembunuhan yang kedua adalah pembunuhan secara batin.
Salah seorang siswa SLTP di kupang menjadi korban dari keberanian yang gombal itu, dia kecewa karena 365 hari dan bersekolah melewati suka maupun duka ternyata kelulusanya hanya di tentukan oleh 6 jam. Kekecewaan itu dia lampiaskan dengan menggantung dirinya. Secara emosional dia berpikir apakah pemerintah itu bodoh?, apakah mereka telah memperhatikan setiap problem dan masalah yang aku hadapi selama bersekolah? Dan apakah pemerinatah yang mendidik dan membina saya dalam memperohleh pendidikan?. Berarti 365 hari itu tidak berarti, bahkan aku telah lewatinya dengan percuma tanpa mendapat apa-apa!. Salah satu contoh tentang pembunuhan secara fisik telah di uraikan diatas. Setiap kita yang membaca dan mengatakan itu hal biasa berarti anda adalah orang sombong, coba anda berpikir secara logis seandainya hal itu terjadi pada diri anda kemudian pertanyaan-pertanyaan tersebut anda keluarkan dari mulut anda apa tidak hancurnya hati anda, sekali lagi setiap orang yang telah menyetujui kesepakatan ini silakan berpkir apa yang anda raskan apabila kejadiaan ini mengahampiri anda.
Tidak hanya siswa SLTP dikupang saja melainkan masih banyak lagi seperti kejadian di daerah Manokwari-papua, di Minahasa dan masih banyak tempat lagi, apabila saya menguraikan secara terperinci percuma karena menguras tenaga, menguras pengetahuan dan membuang waktu. Karena dengan bagaimanapun apresiasi yang saya akan sampaikan kepada para petinggi tidak satupun yang akan di terimanya malah mereka akan mengabaikan semua itu.
Belum cukup sampai disitu, kakak kelas saya, sejak SD hingga SMP selalu mendapat rangking, bahkan dia tergolong salah satu siswa terpandai harus meneriam ulah keberaniaan yang gombal itu. Dia tidak lulus saat mendengar hasil ujian yang dibacakan akhirnya dia juga menjadi salah satu korban pemerntah hingga saat ini dia telah putus sekolah dan menjadi penggauran dan pekerjaannya hanya mabuk dan berkelahi. Sangat di sayangkan kepintaran dan kepandaian yang dia telah usahakan hanya 6 jam yang membuatnya lenyap. Sekarang yang jadi pertayaan baut kita siapa sih yang salah sehingga dia bisa putus sekolah, yang bisa menjawabnya adalah mereka yang sadar betul nasib yang di hadapai oleh orang lain.
Akibat dari keberanian mengambil tindakan dan keputusan yang sebetulnya tidak boleh diambil sehingga banyak hal terjadi dan hal itu tidak satupun pihak mau mempertanggung jawabkannya. Bukanya hanya kedua sampak saja yang terjadi namun masih banyak lagi, diantaranya adalah, angka kematian semakin banyak, penggauran semakin bertambah, putus sekolah semakin meningkat dan takut bersekolah.
Pemerintah perlu sadar dan bangkit keluar dari kesalahan yang telah terlanjur dilaksanakan, karena semua itu terjadi karena kesalah pemerintah, apabila sikap kesadaran tidak segera timbul dari pihak pemerintah jangan menyesali semua yang akan terjadi dimasa berikut nanti. Para petinggi khususnya yang sudah melewati masa pendidikan pasti berpikir yang salah adalah pribadi orang itu dengan alasan dia tidak mau belajar sungguh-sungguh, kalau dilhat jawaban itu tidak ada salahnya, tetapi yang salahnya adalah si pembuat peraturan dan kawanya si penyepakat peraturan mereka perlu koreksi kembali siapa diri mereka yang sebenarnya dan dimana posisi mereka. Yang patut mereka koreksi adalah hal-hal sebagi berikut,
1. Apakah zaman atau era mereka menempuh pendidikan ada standar nilai yang telah di tentukan dari pihak pemerintah?
2. Apakah dengan kepintaran yang telah mereka miliki Indonesia sudah kembali kejalur yang benar dan sudah aman dari segala bahaya?
3. Apakah zaman ketika mereka bersekolah angka penggagguran, putus sekolah dan bunuh diri sudah banyak merajalela?
4. Apakah dengan adanya orang-orang pintar Kolusi,Korupsi dan Nepotisme (KKN) sudah bisa teratasi dengan baik?.
Saya anak yang baru lahir kemarin sehingga semua pertanyaan di atas saya tidak mampu menjawabnya, bukannya tidak mampu tapi sayangnya saya sangat malu untuk menjawabnya walaupun bukan saya yang mengalami dan bukan saya yang mencicipinya semua hal diatas. Karena tidak memenuhi standar nilai yang ditentukan banyak siswa-siswi di Indonesia sudah jadi korban, dengan adanya korban yang sangat banyak bukannya meninjau kembali apa yang mengakibatkan semua itu bias terjadi malahan resiko baru yang sebenarnya tidak perlu di ambil malah di tegakan kembali oleh pemerintah, bangsa dan Negara
Keputusan bulat telah diambil dan keputusan itu telah disebarluaskan kepada seluruh provinsi yang ada di Indonesia dengan memutuskan bahwa Ujian Naisional ( UN) akan diadakan pada tanggal 24-26 April untuk siswa-siswi SMP dan tgl 17-19 April untuk tingkat SMA, dengan demikian untuk tahun ajaran ini UN telah di majukan 1 bulan lebih cepat dari tahun lalu. Suatu ilustrasi singkat “ seorang anak muda yang telah jatuh dari sebuah lobang bagkit dan berjalan , di depannya ada sebuah lobang lagi yang lebih dalam dari lobang sebelumnya dia menginjakan kakinya dilobang itu dan langsung dia terjatuh lagi” yang jadi pertanyaan mengapa yah anak muda tersebut tidak menghindar dari lobang tersebut?.
Nasib yang sedang bangsa kita lewati bisa di istilahkan seperti anak muda tadi, sudah tahu bahwa dengan hal seperti itu bangsa kita sudah gagal total malahan hal seperti ingin di terapkan lebih lagi, kalau dipikir apa maunya yah?. Kita patut mensukuri apabila pemuda tadi disaat terjatuh mau bangun kembali tetapi kalau saja dia tidak bangun kembali. Ini rambu merah yang perlu perhatikan oleh bangsa kita pada saat-saat ini, jangan-jangan bangsa kita menjadi bangsa yang terpojok dengan hal seperti ini dan mengakibatkan nama harum bangsa kita menjadi bau bangkai di Negara luar. Suatu kemampuan yang kita miliki apabila diusahakan dan dikembangkan lebih lagi akan berkembang denga baik tapi itu hanya melibatkan sedikit pihaksaja. Tetapi kasus seperti ini tidak bisa kita selesaikan begitu singkat karena menyangkut banyak pihak hingga kepelosok tanah air.
Jadi untuk mencapai kesuksesan secara maksimal kira-kira dibutuhkan belasan hingga puluhan tahun dan yang menjadi prihatinnya adalah para korban yang di lewati untuk mencapai kesusksesan itu. Seluruh pilihan ada di tangan para petingi yang telah terlanjur memutuskan semua itu, pilihan pertama apakah pemerintah mau sukses dengan mengorbankan banyak generasi muda atau memilih tidak mengorbankan siapapun. Selamat memilih!
Membangun lebih penting dari membunuh, karena membangun menambah upah di surga tetapi membunuh menambah dosa untuk menuju maut.